Al Khaleej Sugar (AKS) bakal membenamkan investasi sebesar USD2 miliar atau sekitar Rp28,68 triliun dalam pengembangan etanol di Indonesia.
Indonesia bakal memperoleh investasi di bidang produksi gula. Informasi ini dikemukakan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita setelah lawatan ke Dubai. Menurutnya, industri gula terbesar di kawasan Timur Tengah dan lima besar dunia, yakni Al Khaleej Sugar Co, berminat untuk melakukan investasi di Indonesia.
Komitmen ini sendiri disampaikan Managing Director Al Khaleej Sugar Co, sekaligus Chairman Jamal A-Ghurair Group, Jamal Al-Ghurair saat bertemu Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Dubai, pada 2 November 2021. Diketahui, selain menghadiri perhelatan Expo Dubai 2020, Menperin Agus juga berkunjung ke Persatuan Emirat Arab, untuk bertemu calon investor potensial. Salah satunya, Al Khaleej Sugar (AKS) itu.
“AKS akan berinvestasi pabrik gula terintegrasi di Indonesia. Selain memproduksi gula, AKS juga rencananya membuat bioetanol dan listrik dari biomassa,” ungkap Agus melalui keterangannya, pada 7 November 2021.
AKS bakal membenamkan investasi sebesar USD2 miliar atau sekitar Rp28,68 triliun dalam pengembangan etanol di Indonesia. Menperin pun menjelaskan, pihaknya akan bekerja sama dengan kementerian lain untuk menjajaki peluang investasi tersebut karena terkait investasi energi dan pemenuhan lahannya.
Tak hanya itu, Agus juga berharap penanaman modal perusahaan gula asal Dubai itu bakal menjadi pelatuk industri gula nasional yang lebih efisien pada masa depan. Menurut Menteri Agus, AKS akan mengembangkan fabrikasi etanol dari gula.
Etanol tersebut, menurut Menteri Agus, diharapkan pula dapat menjadi sumber bahan bakar alternatif. Upaya ini sejalan dengan tren pengurangan emisi karbon, yang membuat sejumlah negara memutar otak untuk mencari sumber energi yang lebih bersih.
Negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, dan Filipina sendiri telah mengembangkan etanol dalam jumlah besar sebagai alternatif bahan bakar fosil. Pemanfaatan etanol dalam energi baru dan terbarukan menjadi satu alternatif untuk pengurangan gas emisi karbon dari sektor transportasi.
Selain sebagai bahan bakar, lanjut Agus, etanol gula dapat dimanfaatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap gula rafinasi. “Dalam konteks ini, impor gula bisa ditekan dan bahkan ke depan berpeluang berkurang sekitar 750.000 ton per tahun,” ungkapnya.
AKS sendiri memiliki pabrik gula di Dubai dengan kapasitas 6.000 ton gula per hari. Selain memiliki pabrik gula di Dubai, AKS juga berinvestasi di Mesir dan Spanyol. Penghasilan AKS per tahun diperkirakan sebesar USD14 miliar.
“Kebutuhan gula nasional sekitar 6,7 juta ton. Terdapat beberapa cara untuk mengurangi impor gula, di antaranya dengan menyiapkan lahan perkebunan tebu dan mendorong proses transformasi digital. Kehadiran AKS di Indonesia, insyaallah dapat membantu memenuhi kebutuhan gula nasional," imbuh Menperin.
Pada keterangan pers yang sama, Plt Dirjen Industri Agro Putu Juli Ardika menyampaikan bahwa pihaknya akan memfasilitasi rencana investasi AKS. "Jika terwujud, investasi ini akan membantu pemenuhan kebutuhan gula nasional dan juga kebutuhan energi di Sulawesi dan kawasan Timur Indonesia," sebut Putu.
Putu optimistis, investasi AKS di Indonesia akan dapat membantu pemenuhan gula dalam negeri, mendukung program substitusi impor, dan memproduksi energi baru terbarukan yang ramah lingkungan. "Karena dia besar investasinya, dia mau memproduksi sekitar 750.000 ton per tahun. Dia sangat tertarik dan kita sedang membuat langkah-langkahnya supaya dia bisa berinvestasi," tuturnya.
Guna mendorong investasi raksasa gula UEA itu, lanjut Putu, Kemenperin telah mengundang pihak AKS ke Indonesia untuk melihat potensi tersebut. “Untuk menghasilkan tebu sebanyak 750 ribu ton tersebut, dibutuhkan sekitar 100 ribu hektare lahan tebu,” ungkapnya.
Saat ini, lahan yang diproyeksikan untuk ditanami tebu itu terdapat di Sulawesi. Selain memproduksi gula, AKS juga tertarik dengan produk turunan lainnya dari tebu, yakni biomassa yang dapat dijadikan energi listrik dan etanol untuk pencampuran bahan bakar.
Biomassa merupakan produk samping gula dengan jumlah mencapai 30% dari setiap produksi gula. Etanol ini terbuat dari produk samping proses gula yang bernama molasis dengan jumlah sebesar 4%.
Putu menambahkan, etanol berperan untuk meningkatkan oktan bahan bakar. Umumnya untuk kendaraan roda empat sudah bisa menggunakan bahan bakar dengan kandungan etanol 20%, sementara kendaraan roda dua 10%. “Di dalam negeri sendiri, kebutuhan etanol masih sangat besar dan belum dipenuhi oleh produksi dalam negeri,” tandasnya.
Sejalan dengan rencana investasi AKS, pemerintah pun berkeinginan untuk menjadikan industri gula nasional dapat menerapkan teknologi Industri 4.0 dan lebih ramah terhadap lingkungan. Melalui teknologi industri 4.0 atau digitalisasi, akan terjadi efisiensi yang pada gilirannya akan memberi nilai tambah bagi produk-produk Indonesia, termasuk gula.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari