Indikasi pemulihan ekonomi terus berlanjut, selain dari kinerja perdagangan juga tecermin dari level PMI Manufaktur Indonesia yang kembali berada pada zona ekspansif.
Neraca perdagangan Indonesia kembali memperlihatkan kinerja yang positif pada September 2021. Ini tergambarkan dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan negara ini kembali mencatat surplus USD4,37 miliar sepanjang bulan tersebut.
Lembaga itu juga mencatat surplus neraca perdagangan pada bulan tersebut mencapai USD4,37 miliar. Pencapaian itu juga membuat rekor surplus neraca perdagangan bulanan telah berlangsung selama 17 bulan berturut-turut.
Khusus kinerja September, jelas laporan BPS, meskipun tercatat surplus, kinerja ekspor impor sebenarnya turun dibandingkan bulan sebelumnya. Ekspor turun 3,84 persen menjadi USD20,6 miliar.
Demikian pula kinerja impor turun 2,67 persen menjadi USD16,23 miliar. "Secara kumulatif sepanjang Januari—September, surplus neraca perdagangan mencapai USD25,07 miliar, lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya," ujar Kepala BPS Margo Yuwono dalam keterangan resmi, Jumat (15/10/2021).
Margo menjelaskan, ekspor pada bulan lalu melesat 47,64 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu meski turun dibandingkan Agustus.
Ekspor nonmigas bulan lalu turun 12,56 persen dibandingkan Agustus, tetapi naik 48,03 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, ekspor migas turun 3,83 persen dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi naik 39,79 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Secara keseluruhan sepanjang 2021, kinerja ekspor migas maupun nonmigas lebih baik dibandingkan 2019 maupun 2020," kata Margo.
Berkaitan dengan neraca perdagangan pada September yang mencapai USD4,37 miliar sehingga mencatat rekor surplus neraca perdagangan bulanan telah berlangsung selama 17 bulan berturut-turut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyambutnya dengan semringah.
Menurutnya, performa neraca perdagangan pada September 2021 mencatatkan surplus sebesar USD4,37 miliar, sebagaimana dirilis dalam laporan BPS. Dengan demikian, tren surplus sejak Mei 2020 kembali dapat dipertahankan atau telah mengalami surplus selama 17 bulan berturut-turut.
Kinerja yang Impresif
Kinerja surplus yang impresif tersebut ditopang oleh peningkatan ekspor Indonesia yang tetap terjaga pada September 2021 dengan mencapai USD20,60 miliar, meningkat double digit sebesar 47,64 persen (yoy).
“Pencapaian ini mengindikasikan pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut yang juga tecermin dari level Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang kembali berada pada zona ekspansif yakni 52,2 pada September 2021, melonjak dari bulan sebelumnya yang berada di level 43,7,” ujar Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.
Level PMI Indonesia pada September 2021 bahkan lebih baik dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN, seperti Filipina (50,9), Thailand (48,9), Malaysia (48,1), Myanmar (41,1), dan Vietnam (40,2).
Pelonggaran pembatasan mobilitas masyarakat di beberapa wilayah di Indonesia di tengah penurunan kasus yang stabil, mampu mendorong sektor manufaktur untuk kembali bertumbuh.
Surplus perdagangan yang terus terjaga terutama disebabkan karena kinerja komoditas ekspor andalan Indonesia yang terus meningkat di tengah tren peningkatan harga, khususnya batu bara sebesar 254,44 persen (yoy) dan CPO sebesar 63,90 persen (mtm).
“Selain disebabkan oleh mekanisme pasar, strategi kebijakan pemerintah selama pandemi dalam menjaga pasokan ekspor kedua komoditas tersebut serta menjamin ketersediaan pasokan dalam negeri, menjadi kunci menjaga momentum ekspor di tengah kenaikan harga,” ungkap Menko Airlangga.
Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan eksportir batu bara terbesar kedua di dunia dan merupakan eksportir terbesar pertama di dunia untuk komoditas minyak kelapa sawit.
Peran kedua komoditas tersebut tentu sangat menentukan bagi pasokan dunia selain pasokan untuk kepentingan dalam negeri tetap terjaga. Di sektor batu bara, misalnya, ada istilah kewajiban domestic market obligation (DMO) sebesar 25 persen.
Melalui kebijakan DMO, pemerintah juga mendorong mendorong pengembangan produk hilir batu bara melalui ketersediaan bahan baku domestik untuk pengembangan produk gasifikasi, liquifikasi, briketisasi, dan berbagai pengembangan produk lainnya.
Bagaimana dengan komoditas minyak kelapa sawit? Kebijakan yang sama juga didorong melalui penetapan tarif progresif pada Pungutan Ekspor (PE) komoditas sawit.
Melaui skema PE progresif, pelaku usaha di sektor itu didorong untuk ekspor komoditas turunan minyak sawit (turunan CPO) yang lebih bernilai tambah dengan menjamin ketersediaan stock minyak sawit mentah dalam negeri.
Artinya, produsen hilir domestik tetap terjaga keberlangsungannya berupa harga bahan baku yang relatif lebih murah dibandingkan produsen dari luar negeri.
Menko Perekonomian Airlangga menjelaskan, pemerintah terus menjaga momentum dari neraca perdagangan ini. Pemerintah, lanjutnya, juga terus mendorong kinerja ekspor Indonesia melalui beberapa kebijakan.
Kebijakan itu, seperti pertama, pemberian insentif fiskal dan nonfiskal. Kedua, pemberian fasilitas penyediaan ruang pamer, kegiatan pengembangan desain, dan pelayanan pelaku usaha. Ketiga, pemberian bimbingan teknis kepada pelaku usaha dan eksportir.
Keempat, pemberian informasi peluang pasar, dan kelima, pembiayaan, penjaminan dan asuransi ekspor, serta keenam, promosi dan pemasaran.
“Komitmen pemerintah dalam mendorong ekspor akan terus ditingkatkan melalui optimalisasi berbagai kebijakan dan terutama dalam mendorong ekspor komoditas dengan nilai tambah lebih besar,” pungkas Menko Airlangga.
Langkah pemerintah dengan kebijakan penghiliran terhadap sejumlah sejumlah komoditas unggulan ekspor sudah tepat. Dengan begitu, ketergantungan terhadap ekspor komoditas yang harganya rentan berfluktuasi bisa diminimalisir.
Selain langkah-langkah di atas, pemerintah dan pelaku ekonomi juga perlu mewaspadai dengan melakukan langkah strategis lainnya dengan penguatan daya saing ekspor beberapa komoditas, seperti industri manufaktur, industri logam dasar sebelum surplus neraca dagang menyempit.
Bila semua langkah-langkah itu dilakukan, bangsa ini bisa memanfaatkan momentum pemulihan ekonomi global bagi pertumbuhan ekonomi dan produk manufaktur nasional yang berdaya saing di pasar global.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari