Ada pekerjaan rumah (PR) pemerintah pusat yang belum tergarap di Bogor. Ujudnya, proyek waduk pengendalian banjir Sungai Ciliwung. Ternyata Presiden Joko Widodo tak lupa. Maka, di tengah rinai hujan Presiden Jokowi mengunjungi Waduk Sukamahi dan Waduk Ciawi di hulu kali Ciliwung (25/12/2018). “Memang seharusnya begini, hulu dikerjakan, hilir dikerjakan,” kata Presiden.
Didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono dan Gubernur DKI Anies Rasyid Baswedan, Presiden meluangkan waktu 45 menit di masing-masing Waduk Sukamahi dan Ciawi. Keduanya berjarak 4,5 km. Presiden hanya manggut-manggut ketika mendengar penjelasan dari petugas lapangan bahwa PR di hulu Ciliwung itu masih panjang.
Pembebasan lahan pada kedua waduk baru sekitar 40 persen. Pekerjaan konstruksi di Waduk Ciawi baru 9 persen dan di Sukamahi baru 15%. Toh, Presiden memilih sikap optimistis. ‘’Insya Allah, 2019 bisa selesai,’’ katanya sambil tersenyum. Bila kedua waduk itu berfungsi, Presiden Jokowi yakin bisa mengurangi risiko banjir Jakarta 30 persen.
Proyek dua waduk itu adalah pelaksanaan dari apa yang dikatakan Presiden sebagai pekerjaan hulu. Keduanya berada di ketinggian sekitar 600 meter dari pernukaan laut, di lereng dataran tinggi Puncak-Gede-Pangrango. Waduk Sukamahi membendung Cisukabirus, sungai kecil, terjal, berarus deras dari Gunung Pangrango. DAS (daerah aliran sungai) di hulu Cisukabirus hanya 16 km2 saja.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1546415040_Ciliwung.jpg" style="height:600px; width:800px" />Sungai Ciliwung, Jakarta. Sumber foto: Dok Kementerian PUPR
Waduk di Desa Sukamahi, Kecamatan Megamendung ini akan menjadi pengendalian anak Ciliwung di sisi Barat. Konstruksi bendungnya membusur seluas 34 ha, yang berfungsi sebagai penahan arus yang meluncur deras dari lereng Pangrango. Area genangannya hanya 5,5 ha dengan daya tampung 1,68 juta m3 air. Dari waduk ini air menghilir ke Ciliwung selalui jalur sungai yang lama.
Di sisi Timur, berjarak sekitar 4 km, ada Waduk Ciawi yang bertugas menahan air dari Ciliwung Hulu, Sungai Cibogo, dan Cisarua. Luas DAS ketiga sungai ini sekitar 90 km2, di Kecamatan Megamendung dan Cisarua. Area konstruksi Waduk Ciawi ini 28,6 ha, luas genanganya 31,9 ha, dengan volume 6,7 juta m3 air.
Setelah parkir di area bendungan, melalui pintu air khusus arus sungai dihilirkan dan bertemu arus Sungai Cisukabirus. Arus Ciliwung ini akan dikontrol lagi di Bendung Katulampa beberapa kilometer ke arah hilir. Dengan rekayasa arus di tiga bendungan ini--Sukamahi, Ciawi, dan Katulampa--gerak massa air Ciliwung bisa lebih terkelola.
Selama lebih dari satu abad arus Ciliwung praktis hanya dikontrol di Bendung Katulampa. Dam yang mulai beroperasi 1911 itu membendung dan memanfaatkan sebagian air Ciliwung untuk irigasi. Di Katulampa air Ciliwung ditahan lajunya, energi mekaniknya diredam dan dipangkas volumenya. Toh, di puncak musim hujan, debit air yang melewati Katulampa kadang bisa mencapai 600 m3 per detik. Ciliwung masih berbahaya.
Kehadiran Bendung Ciawi dan Sukamahi itu jelas akan lebih meredam kecepatan arus sungai. Tapi, keduanya tidak mengurangi volumenya, karena memang tak dirancang sekaligus untuk pengairan. Air di kedua bendungan hanya diparkir sementara, diredam energi geraknya, agar nanti menghilir dengan lebih tenang. Bila kemarau panjang tiba, boleh jadi air di area genangan pun kering. Maka, dam semacam ini sering disebut tipe bendungan kering.
Seperti sering terjadi selama ini, tanpa ada bendung pengendali, air Ciliwung bisa mengamuk tanpa kompromi. Maklum curahan air hujan dari kawasan Megamendung-Cisarua itu cukup besar, sekitar 3.000 mm per tahun. Kedua bendung itu pun hanya mengamankan DAS sekitar 118 km2 saja. Tapi, di puncak musim hujan ketika dalam sehari hujan bisa turun 100-150 mm, kedua bendung itu dapat mengamankan air sebanyak 8-9 juta m3 di hulu Ciliwung.
Agar terus terjaga keandalannya, areal di sekitar bendungan dilindungi areal bervegetasi sebagai sabuk hijau. Tak heran bila kedua proyek itu memerlukan lahan lebih luas. Alhasil, proyek ini harus membebaskan lahan warga sebanyak 1.520 bidang. Tentu, urusannya memakan waktu.
Dengan trio dam Katulampa-Ciawi-Sukamahi itu, banjir kiriman dari Bogor (untuk Jakarta) akan bisa dikelola. Setidaknya, energi massa air yang tiba di Katulampa akan surut. Arusnya lebih lambat dan volumenya bisa dipangkas. Alhasil, banjir kiriman yang biasanya menempuh 9 jam dari Katulampa ke Bendung Manggarai di Jakarta, akan diperlambat jadi 13 jam. Volumenya menyusut 15 persen.
Namun, Presiden Jokowi mewanti-wanti bahwa penanganan di hulu itu hanya mengurangi risiko banjir, bukan meniadakan. Tumpahan air hujan dari Bogor, Citayam, Cibinong, Depok, Cimanggis, Cibubur, dan sekitarnya, ke Jakarta melalui Ciliwung juga bisa bikin puyeng. Apalagi, ketika terjadi hujan serentak, di Jakarta, Bogor hingga Puncak.
Maka, Presiden menekankan, normalisasi Ciliwung harus dilanjutkan. Ketika Jokowi menjadi Gubernur DKI, dan dilanjutkan oleh Gubernur Basuki Tjahaya Purnama (Ahok), normalisasi Ciliwung telah melewati titik-titik kritis di Kampung Pulo, Bukit Duri, dan Cililitan, di mana warga mengambil lahan bantaran, bahkan badan sungi untuk rumah tinggal dan rumah kontrakan.
Di tengah sorotan miring, Gubernur Ahok melakukan penertiban.Hasilnya, ruas Kali Ciliwung dari Kalibata hingga Manggarai sudah tertata. Begitu halnya dengan pecahan Ciliwung dari Manggarai, Gambir, hingga Jl Gunung Sahari, ke Ancol, semua dikembalikan sesuai fungsinya.
Maka, Presiden Jokowi mengingatkan agar normalisasi sungai dilanjutkan. “Masih ada yang hanya 15 meter. Yang normal mestinya 40 meter,” kata Presiden. Normalisasi bukan hanya pada Ciliwung. Kali Krukut dan Kali Pesanggrahan pun memerlukan penanganan segera Gubernur Anies Baswedan. Masih satu lagi PR untuk Gubernur DKI: menyelesaikan sodetan dari Ciliwung ke Banjir Kanal Timur.
Lebih jauh, Presiden Jokowi menekankan perlunya aktivitas rutin, seperti membersihkan saluran air, selokan, gorong-gorong, kanal-kanal, dan waduk. ‘’Biar semuanya berfungsi dengan baik,” tuturnya. Toh, berbagai kemungkinan masih bisa terjadi.
Maka, dalam unggahan Instagram-nya, Presiden mengingatkan adanya ancaman banjir di Jakarta dan sejumlah kota besar Indonesia. Selain melakukan upaya teknis, presiden pun berharap masyarakat hati-hati, selalu menyadari (eling) kondisi lingkungan dan waspada menghadapi segala situasi. (P-1)