Menguatnya permintaan ekspor dan kenaikan harga komoditas jadi penyebab neraca perdagangan kembali cetak surplus USD5,74 miliar pada Oktober 2021.
Di tengah-tengah tidak menentunya perekonomian global, pencapaian neraca perdagangan Indonesia kembali mencetak surplus sebesar USD5,74 miliar, pada Oktober 2021. Tentunya itu patut disyukuri.
Dengan pencapaian kinerja itu, merujuk laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pemerintah pun meyakini tren serupa bakal tetap berlangsung hingga tahun depan. Seperti disampaikan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi, ekspor Indonesia memiliki tendensi stabil tinggi sampai tahun depan.
Salah satu pendorongnya adalah harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO), di tengah pasokan kedelai dari negara produsen utama tetap ketat, yang mengakibatkan harga minyak kedelai belum akan turun dalam beberapa waktu mendatang. Mendag mewanti-wanti ada beberapa faktor yang berisiko menghentikan tren positif harga komoditas tersebut, di antaranya, adalah krisis energi, berkurangnya stimulus dari pemerintah berbagai negara, dan gangguan suplai barang imbas dari masalah logistik global yang belum terurai.
“Kalau data permulaan panen kedelai, di Amerika Selatan kemungkinan tahun depan itu produksi masih kurang bagus. Jadi dari segi harga akan melanjutkan tren harga tinggi. Kedelai yang memimpin [harga]. Kalau harganya naik, minyak sawit tidak mungkin turun. Jadi bisa berlanjut,” kata Lutfi Senin (15/11/2021).
Bisa jadi sinyal dari Muhammad Lutfi benar. Tapi, Indonesia tetap harus mewaspadai bila asumsi itu meleset. Tentunya pemerintah sangat menyadari bahwa surplus yang dinikmati Indonesia saat ini bersifat sementara. Sehingga, perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk percepatan pemulihan ekonomi.
Terlepas dari semua itu, pencapaian neraca perdagangan sepanjang Oktober itu tentu sangat membesarkan hati. Menurut laporan BPS, menguatnya permintaan ekspor dan kenaikan harga komoditas, menjadi penyebab neraca perdagangan Indonesia kembali mencetak surplus USD5,74 miliar pada Oktober 2021.
Hasil surplus di Oktober itu, naik dari posisi pada September 2021 sebesar USD4,37 miliar. Hal ini dipicu oleh peningkatan impor migas pada Oktober 2021. Lembaga itu mencatat kenaikan impor migas 75,94 persen (yoy) dan 1,68 persen (mtm).
"Ini kalau kita lihat secara tren, neraca perdagangan Indonesia sudah membukukan surplus selama 18 bulan," ujar Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi persSenin (15/11/2021).
Surplus Oktober 2021 ini disumbang oleh HS27, yakni bahan bakar mineral. BPS mencatat negara penyumbang surplus, yaitu AS, Tiongkok, dan Filipina. Adapun, BPS juga mencatat perolehan ekspor pada Oktober 2021 mencapai USD22,03 miliar.
Ekspor pada Oktober 2021 meningkat 53,35 persen (year on year/yoy). Adapun, secara bulanan (month to month/mtm), pertumbuhannya mencapai 6,89 persen. Nilai ekspor Oktober 2021 yang mencapai USD22,03 miliar disumbang dari nonmigas sebesar USD21,00 miliar dan migas USD1,03 miliar.
Bila dibandingkan dengan pencapaian September 2021, secara tahunan kenaikan ini dipicu oleh kenaikan ekspor migas dan nonmigas sebesar masing-masing 66,84 persen dan 52,75 persen. Sektor apa saja yang menyumbang kinerja ekspor yang moncer tersebut?
Bila dilihat dari per sektornya, industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar, yakni USD16,07 miliar. Atau bila dilihat persentase, mencapai 72,94 persen.
Berikutnya, sektor pertambangan dan lainnya (USD4,53 miliar), migas (USD1,03 miliar) dan sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar USD0,41 miliar.
Kinerja Dipertahankan
"Secara tahunan, ini kenaikannya cukup tinggi. Kinerja ekspor, baik secara total dan nonmigas, pada 2021 lebih baik dari 2020 dan 2019. Semoga kinerja ekspor bisa dipertahankan sehingga berdampak pada pemulihan ekonomi," ujar Margo Yuwono.
Pada kesempatan itu, Kepala BPS juga menyampaikan bahwa pertumbuhan ekspor migas meningkat sebesar 66,84 persen (yoy) menjadi USD1,03 miliar. Ekspor migas ini menjadi motor kinerja ekspor Oktober 2021.
BPS mencatat pertumbuhan ini didorong oleh kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP). ICP sepanjang Oktober mencapai USD81,8 per barel, naik dari USD72,2 per barel pada September 2021.
"Kenaikannya month to month-nya sebesar 13,30 persen pada Oktober 2020 dan sebesar 114,87 persen secara year on year," kata Margo.
Merespons kinerja neraca perdagangan, terutama ekspor industri pengolahan yang mencatatkan nilai ekspor sebesar USD143,76 miliar sepanjang Januari--Oktober 2021, naik 35,53 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu sebesar USD106,08 miliar, Menteri Perindustrian Agung Gumiwang Kartasasmita menyambutnya dengan positif.
Menurutnya, sektor industri memberikan kontribusi paling besar hingga 77,16% dari total nilai ekspor nasional selama delapan bulan tahun ini yang mencapai USD186,32 miliar. “Sektor industri manufaktur masih konsisten memberikan kontribusi paling besar terhadap capaian nilai ekspor nasional. Artinya, sektor industri masih punya tingkat resiliensi yang tinggi terhadap berbagai tantangan global, termasuk dampak pandemi Covid-19,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (15/11/2021).
Meskipun dari sisi kinerja, neraca perdagangan surplus, kinerja dari sisi impor pada Oktober 2021 tercatat mencapai sebesar USD16,29, atau tumbuh persen 51,6 persen (yoy) dan naik 0,36 persen (mtm).
Bayangkan, dari total nilai impor senilai USD16,29, impor bahan baku atau penolong memberikan kontribusi terbesar, yakni USD12,31 miliar. Berikutnya impor barang modal (USD2,39 miliar), dan impor untuk kepentingan konsumsi USD1,59 miliar.
Dari gambaran di atas memberikan sinyal bahwa aktivitas ekonomi, terutama industri dalam negeri, sudah menarik pedalnya untuk terus memacu tungku mesinnya. Artinya, pemulihan ekonomi sudah berjalan sesuai jalurnya. Harapannya, kinerja neraca perdagangan negara ini semakin melesat lagi ke depannya.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari