Sektor industri masih punya tingkat resiliensi (kemampuan untuk bangkit dan pulih) yang tinggi terhadap berbagai tantangan global.
Sektor industri masih menjadi leading sector bagi perekonomian nasional di tengah masih berlangsungnya wabah pandemi Covid-19. Indikator itu bisa terlihat dari realisasi neraca perdagangan sepanjang Oktober 2021.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor industri pengolahan pada Oktober 2021 mencapai USD16,07 miliar dan memberikan kontribusi sebesar 72,94 persen dari total nilai ekspor yang mencapai USD22,03 miliar.
Bila dilihat dalam konteks tahunan, industri pengolahan mencatatkan nilai ekspor sebesar USD143,76 miliar sepanjang Januari--Oktober 2021, naik 35,53 persen dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu, sebesar USD106,08 miliar.
Pencapaian itu tentu sangat membanggakan. Pasalnya, meskipun pandemi masih ada di negara ini, kontribusi sektor itu tetap berlari kencang. Bayangkan, mengutip data BPS, sektor industri memberikan kontribusi 77,16 persen dari total nilai ekspor nasional selama delapan bulan tahun ini yang mencapai USD186,32 miliar.
Seperti disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, sektor industri manufaktur masih konsisten memberikan kontribusi paling besar terhadap capaian nilai ekspor nasional.
“Artinya, sektor industri masih punya tingkat resiliensi [kemampuan untuk bangkit dan pulih] yang tinggi terhadap berbagai tantangan global, termasuk dampak pandemi Covid-19,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Senin (15/11/2021).
Tentu saja keberhasilan itu tidak berdiri sendiri. Keberlangsungan industri pengolahan dalam negeri juga tidak terlepas dari pasokan bahan bakunya. Bahan baku itu bisa berasal dari kontribusi sejumlah smelter yang semakin marak dibangun di negeri ini.
Pemerintah menyadari, Indonesia tidak lagi bisa mengandalkan ekspor hasil tambang berupa air dan tanah. Bahan mentah produk tambang itu perlu diolah lebih lanjut menjadi bahan setengah jadi sebagai bahan baku bagi kepentingan industri nasional kini tengah didorong menjadi penyokong ekonomi bangsa.
Proyek Strategis
Dalam rangka mengakselerasi pengembangan industri hilir, belum lama ini, Kementerian ESDM juga telah mengusulkan pembangunan smelter menjadi proyek strategis nasional untuk mempermudah masalah administrasi. Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin mengatakan bahwa usulan tersebut telah disampaikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Dengan status proyek strategis nasional ini, kendala administratif, kendala perizinan dapat lebih mudah ditangani,” tuturnya.
Sebagai gambaran, menurut data Ditjen Minerba Kementerian ESDM, saat ini terdapat 19 smelter baru yang telah terbangun di Indonesia dengan tambahan empat smelter pada akhir tahun. Hingga 2024, pemerintah menargetkan 53 smelter terbangun. Rencananya, dana investasi yang akan masuk ke Indonesia USD8 miliar.
Adapun empat smelter yang bakal beroperasi tahun ini adalah smelter milik PT Aneka Tambang Tbk, PT Smelter Nikel Indonesia, PT Cahaya Modern Metal Industri, dan PT Kapuas Prima Citra. Ridwan menjelaskan, pemerintah telah melakukan pertemuan dengan pemilik modal smelter untuk menginventarisasi kendala. Pemerintah juga turut membantu penyusunan info memo perusahaan smelter untuk ditawarkan kepada para calon investor dan calon pendana.
Setidaknya ada 12 perusahaan mengalami kendala dalam pembiayaan pembangunan smelter. Pada tahapan lainnya, kementerian bekerja sama dengan MKU Service LLC di Houston Amerika Serikat dalam rangka market sounding mencari investor.
“Kami di kementerian membuat dokumen panduan berupa grand strategy komoditas mineral dan batu bara yang digunakan memberikan arahan panduan bagi kegiatan hilirisasi ini,” tuturnya.
Di sisi lain, minat yang besar di sektor pengembangan industri hilir, datangnya tidak hanya dari investor institusi, tetapi juga dari perbankan internasional.
“Setidaknya ada tiga perusahaan Jepang [Sumitomo Metal, Mitsu, dan Toyota Tsusho] yang sudah menyampaikan minatnya untuk mendukung pendanaan pembangunan smelter,” katanya, Rabu (10/11/2021).
Selain itu, Kementerian ESDM juga mengidentifikasi dua bank yang berpotensi dan berminat dalam pembangunan smelter. Keduanya, yakni Bank of China dan Japan Bank of International Corporation.
Pada perkembangan lain, dari gelaran Dubai Expo 2021, sejumlah komitmen investasi telah dikantongi Indonesia, seperti disampaikan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier. Salah satunya dari Emirates Global Aluminium (EGA), perusahaan terbesar di Uni Emirat Arab.
Taufiek menyebutkan, EGA akan bekerja sama dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum untuk meningkatkan kapasitas produksi komoditas tersebut. “Kemarin kami ke Dubai, dari Emirates Global Aluminium juga minat investasi bekerja sama dengan Inalum akan membawa teknologi baru untuk meningkatkan output produksinya,” ujarnya.
Harapannya, tren terus membaiknya sektor industri terus berlangsung hingga akhir tahun dan awal 2022 serta beberapa tahun ke depan sehingga bangsa ini semakin kokoh struktur ekonominya dan sejajar dengan negara maju lainnya.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari