Dukungan insentif fiskal dan belanja pemerintah ditujukan untuk menjaga kinerja keuangan dunia usaha serta mendukung peningkatan daya beli masyarakat.
Kolaborasi dan sinergi antarlembaga Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasonal sepanjang 2021. Sinergi kebijakan, baik yang bersifat across the board, berlaku untuk seluruh sektor di dalam perekonomian, maupun yang sifatnya spesifik pada sektor tertentu, berkontribusi menjaga dan mempertahankan momentum pemulihan pada 2021.
Hal tersebut tergambar dari kinerja ekonomi Indonesia yang terus meningkat. Percepatan ini pun seiring dengan penurunan jumlah kasus Covid-19 di kuartal IV-2021.
Pemulihan ekonomi yang semakin menguat juga tecermin dari perbaikan indikator ekonomi di berbagai sektor, seperti mobilitas masyarakat yang telah mencapai level prapandemi, dan keyakinan konsumen serta penjualan eceran atau ritel yang meningkat kuat. Purchasing Managers' Index (PMI) Manufaktur bertahan di zona ekspansif, konsumsi listrik sektor industri dan bisnis juga mengalami kenaikan, serta kinerja positif penjualan kendaraan bermotor dan semen.
Di sisi lain, laju inflasi tetap rendah dengan indeks harga konsumen 2021 berada di level 1,87 persen year-on-year (yoy). Kondisi neraca perdagangan juga mengalami surplus setiap bulannya. Hingga bulan Desember 2021 saja, secara akumulatif telah mencapai surplus USD35,34 miliar (Rp505,3 triliun). Sementara itu, cadangan devisa berada pada level USD144,9 miliar (Rp2.072 triliun), setara 8 bulan impor barang dan jasa.
"Paket kebijakan terpadu KSSK untuk meningkatkan pembiayaan dunia usaha yang diterbitkan pada Februari 2021 telah turut berperan di dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional," ujar Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam keterangan resmi KSSK secara virtual, Rabu (2/2/2022).
Seturut paparannya, Menkeu mengatakan, kebijakan across the board yang dilakukan oleh Kemenkeu, antara lain, melalui pemberian insentif fiskal dan dukungan belanja pemerintah. Dukungan itu untuk menjaga kinerja keuangan dunia usaha dan telah mendukung peningkatan daya beli masyarakat. Adapun kebijakan yang spesifik diberikan untuk sektor tertentu, seperti pemberian insentif di sektor properti dan otomotif dalam bentuk insentif pajak pertambahan nilai (PPN).
Insentif PPN untuk perumahan yang diberikan pemerintah kemudian diperkuat dengan kebijakan Bank Indonesia yang melanjutkan pelonggaran rasio loan to value/financing to value (LTV/FTV) dari kredit dan pembiayaan properti.
Langkah yang menggembirakan, pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mampu mendorong realisasi kredit properti hingga Rp465,55 triliun sampai dengan Desember 2021.
Adapun untuk sektor otomotif, insentif PPN barang mewah yang ditanggung oleh pemerintah dikolaborasikan dengan kebijakan pelonggaran aset tertimbang menurut risiko (ATMR) dan uang muka perusahaan pembiayaan yang dilakukan oleh OJK. Di samping pelonggaran uang muka kredit oleh Bank Indonesia juga telah mendorong realisasi kredit kendaraan bermotor mencapai Rp97,45 triliun hingga 3 Desember 2021.
Guliran insentif itu meningkatkan penjualan mobil. Selama 2021 penjualan mobil mencapai 63,3 ribu unit, meningkat pesat dari tahun sebelumnya, yakni 578,3 ribu unit. "Kedua insentif ini telah memberikan dampak yang positif bagi kedua sektor tersebut," kata Menkeu.
Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi tumpuan pemulihan ekonomi dari dampak pandemi. Karena itu, pemerintah memberikan insentif PPh Final UMKM DTP, subsidi bunga UMKM, serta program penjaminan kredit UMKM. Pada 2021, insentif PPh Final UMKM ditanggung pemerintah (DTP) dimanfaatkan oleh 138.635 pelaku UMKM senilai Rp0,80 triliun. KUR disalurkan sebesar Rp284,9 triliun bagi 7,51 juta debitur. Tambahan subsidi bunga KUR dinikmati oleh 8,45 juta pelaku UMKM. Sementara itu, subsidi bunga non-KUR dimanfaatkan oleh 8,33 juta pelaku UMKM.
Adapun penjaminan kredit UMKM yang dilaksanakan sejak 2020 telah menjamin total Rp53,41 triliun bagi 2,45 juta debitur. Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, selama 2021, seluruh instrumen bauran kebijakan bank sentral diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Suku bunga kebijakan moneter rendah, mampu mendorong penurunan suku bunga perbankan. Kebijakan makroprudensial akomodatif pun mendorong pembiayaan kepada dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional, serta menjaga stabilitas moneter.
Di antaranya, kebijakan BI memberikan insentif bagi bank-bank yang menyalurkan kredit/pembiayaan kepada sektor prioritas. Termasuk, bagi bank yang memberikan pembiayaan inklusif dan memenuhi target rasio pembiayaan inklusif makroprudensial (RPIM). Mereka mendapatkan pengurangan kewajiban giro wajib minimum (GWM) harian sampai dengan sebesar 100 basis poin (bps). Ini mulai berlaku 1 Maret 2022.
Namun begitu, KSSK melihat terdapat potensi risiko yang perlu diwaspadai, baik itu dari sisi domestik maupun global. Potensi risiko dari sisi domestik berkaitan dengan meningkatnya kasus Covid-19 yang sekarang terjadi, terutama oleh varian Omicron. Sementara itu, risiko dari sisi global berasal dari gangguan rantai pasok di tengah kenaikan permintaan yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan tekanan inflasi, terutama akibat kenaikan harga energi, serta berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global.
Capaian positif kinerja ekonomi pada tahun 2021 menjadi fondasi bagi percepatan dan akselerasi pertumbuhan yang lebih kuat di 2022. Bauran kebijakan dari KSSK tentu menjadi pendorong sejalan dengan pengendalian kasus corona.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari