Pemerintah optimistis kinerja perekonomian akan semakin kuat dan diproyeksi tumbuh sebesar 5,2 persen pada 2022.
Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja mengeluarkan laporannya berkaitan dengan performa pertumbuhan ekonomi Indonesia 2021. Laporan lembaga itu diakui belum menggembirakan, meskipun tetap memberikan harapan yang lebih baik tahun ini.
Dalam kesempatan itu, BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV-2021 sebesar 5,02 year-on-year (yoy) dan 1,06 persen quartal-to-quartal (qtq). Dengan demikian, ekonomi pertumbuhan ekonomi RI secara keseluruhan tahun 3,69 persen pada 2021.
Merespons laporan itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengaku optimistis kinerja perekonomian akan semakin kuat dan diproyeksi tumbuh sebesar 5,2 persen pada 2022. Khusus mengomentari kinerja perekonomian 2021, Febrio menilai, secara keseluruhan pada 2021, ekonomi Indonesia yang tumbuh sebesar 3,69 persen itu masih sejalan dengan outlook Kementerian Keuangan.
Dari sisi laju pemulihan, PDB Indonesia 2021 berhasil melampaui level periode prapandemi. Hal itu patut dicatat, mengingat masih banyak perekonomian yang belum mampu kembali ke kapasitas sebelum pandemi, seperti Filipina, Mexico, Jerman, Prancis, dan Italia.
Dari laporan BPS itu, harus diakui kinerja ekonomi Indonesia pada triwulan IV-2021, yang mampu tumbuh sebesar 5,02 persen secara tahunan (yoy), memberikan indikasi menguatnya pemulihan ekonomi ke depannya. Menurut Febrio, keberhasilan pengendalian pandemi, partisipasi masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan dan vaksinasi, efektivitas kebijakan stimulus fiskal oleh pemerintah, serta sinergi yang baik antarotoritas sangat dibutuhkan dalam menjaga stabilitas dan percepatan pemulihan ekonomi.
“Itu menjadi faktor utama terjaganya keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional,” ungkap Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan itu.
Secara kuartalan (qtq), pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2021 tercatat 1,06 persen, melampui pola normalnya yang secara historis mencatatkan pertumbuhan negatif (qtq triwulan IV-2015 hingga 2019 rata-rata -1,7 persen).
Laju pertumbuhan ekonomi triwulan IV ditopang oleh pertumbuhan positif seluruh komponen pengeluaran dan sektor produksi utama. Keberhasilan pengendalian pandemi pascapenyebaran varian Delta di triwulan III-2021 mampu mendorong keyakinan masyarakat untuk beraktivitas dan dunia usaha untuk berekspansi.
Menurut Febrio, aktivitas ekspor mampu melanjutkan pertumbuhan yang tinggi seiring permintaan dan harga komoditas global yang meningkat. Sementara itu, impor juga meningkat. Mencerminkan menguatnya pemulihan permintaan domestik, khususnya sektor produksi.
“Dari sisi lapangan usaha, sektor-sektor unggulan nasional seperti manufaktur, perdagangan, konstruksi, dan transportasi melanjutkan tren pemulihan dengan mencatat pertumbuhan kuat,” ujarnya.
Dengan pertumbuhan ekonomi ini juga, tingkat PDB per kapita Indonesia berhasil naik dari 57,3 di tahun 2020 ke Rp62,2 juta pada 2021 (naik 8,6 persen), atau USD4.349,5. Dengan pencapaian itu, dan klasifikasi Bank Dunia terakhir (2020), Indonesia diperkirakan kembali masuk ke kelompok Upper-Middle Income Countries pada 2021.
APBN yang fleksibel dan responsif selama pandemi mampu menjaga keberlanjutan laju pemulihan ekonomi. Pandemi Covid-19 yang sangat dinamis sepanjang 2021, khususnya terkait munculnya gelombang Delta, mampu direspons dengan cepat oleh pemerintah melalui kebijakan refocusing APBN 2021.
Perluasan dan perpanjangan program perlindungan sosial serta dukungan pada sektor usaha dapat menjaga kinerja tetap mampu tumbuh positif pada triwulan III-2021. Realisasi sementara belanja negara TA 2021 mencapai Rp2.786,8 triliun (101,3 persen dari pagu).
Sementara itu, realisasi sementara program PEN 2021 sebesar Rp658,6 triliun (88,4 persen dari Pagu Rp744,77 triliun), lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya sebesar Rp575,8 triliun.
Tetap terjaganya laju pemulihan ekonomi juga memberikan efek positif pada pendapatan negara yang tumbuh sebesar 21,6 persen, terutama ditunjang oleh penerimaan perpajakan yang tumbuh 19,2 persen (yoy) atau mencapai 103,9 persen dari target APBN dan kembali pada level prapandemi pada 2019.
Perkembangan perekonomian dan peran APBN dalam menjaga laju pemulihan di sepanjang tahun 2021 juga dapat dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat. Seluruh indikator kesejahteraan masyarakat menunjukkan arah perbaikan yang progresif.
Perbaikan ekonomi dan program perlindungan sosial berhasil menurunkan kembali angka kemiskinan ke level single digit 9,71 persen per September 2021 (September 2020 mencapai 10,19 persen). Sementara itu, menguatnya aktivitas ekonomi juga berhasil menyerap sekitar 2,6 juta orang angkatan kerja pada kurun waktu Agustus 2020--Agustus 2021 sehingga tingkat pengangguran terbuka turun menjadi 6,49 persen per Agustus 2021 (Agustus 2020: 7,07%).
Peran krusial APBN dalam menjaga kualitas sumber daya manusia juga ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia dari 71,94 pada 2020 menjadi 72,29 pada 2021.
Sisi Pengeluaran
Pandemi yang terkendali mendorong fenomena pent up demand--suatu kondisi di mana permintaan akan suatu produk atau layanan meningkat secara drastis dan cenderung tiba-tiba--konsumsi masyarakat yang diikuti peningkatan aktivitas investasi. Penyebaran varian Delta yang berhasil dikendalikan dengan cepat dan efektif mampu mendorong aktivitas konsumsi rumah tangga tumbuh 3,55 persen (yoy) di triwulan IV-2021.
Secara keseluruhan 2021, konsumsi rumah tangga tumbuh progresif sebesar 2,02 persen setelah terkontraksi 2,63 persen di 2020. Sementara itu, aktivitas investasi (PMTB) yang sempat tertahan, juga kembali dapat meningkat 4,49 persen pada triwulan IV-2021.
Keberlanjutan program strategis nasional dan belanja modal pemerintah serta mulai membaiknya kinerja investasi sektor swasta menjadi penopang perbaikan laju pertumbuhan investasi pada triwulan IV.
Secara keseluruhan 2021, investasi kembali tumbuh positif 3,80 persen setelah tumbuh negatif 4,96 persen di 2020. Konsumsi pemerintah juga mampu tumbuh 5,25 persen (yoy) di triwulan IV atau 4,17 persen secara keseluruhan 2021, sejalan dengan peningkatan realisasi belanja negara.
“Semua itu berkat akselerasi program vaksinasi, keberlanjutan program perlindungan sosial, serta pelaksanaan layanan publik pemerintah.”
Pemerintah diyakini sangat paham bagaimana mengakselerasi perekonomian tahun ini. Yang jelas, penyebaran varian Omicron Covid-19 pada awal tahun ini berisiko mereduksi laju pertumbuhan perekonomian. Begitu juga potensi reduksi daya beli masyarakat yang berimplikasi pada tertahannya laju konsumsi rumah tangga, kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB).
Itu yang menjadi pekerjaan rumah, karena sepanjang tahun lalu pertumbuhan konsumsi masyarakat terpantau sangat rendah. BPS mencatat, konsumsi rumah tangga sepanjang tahun lalu hanya tumbuh di angka 2,02 persen, jauh lebih rendah dibandingkan dengan level prapandemi yang berada di kisaran 5 persen.
Data ini merefleksikan bahwa daya beli masyarakat pada tahun kedua pandemi Covid-19 masih cukup rapuh. Adapun pada tahun ini, harapannya pemerintah mampu mengakselerasi konsumsi rumah tangga.
Pasalnya, konsumsi rumah tangga selama ini merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi dan memiliki porsi yang sangat besar terhadap PDB nasional. Laju pertumbuhan ekonomi tetap positif bila konsumsi rumah tangga terakselerasi dengan baik.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari