Di tangan prajurit TNI, perkakas militer buatan dalam negeri bisa menjadi senjata yang amat ampuh. Arena adu ketrampilan menembak militer di Distrik Singleton, Puckapunyal Military Range, Victoria, Australia, menjadi saksi betapa akurat para prajurit TNI itu menembak dengan pistol, senapan serbu ringan (rifle), senapan runduk, dan senapan mesin yang semua diproduksi oleh PT Pindad, Bandung. Termasuk segala tipe pelurunya (amunisi).
Para prajurit TNI itu diakui keandalannya dalam menembak secara perorangan, baik dalam tembak sasaran statis maupun simulasi tempur. Mereka juga bisa menembak sama baiknya dalam simulasi tempur beregu seperti yang diperagakan di Singleton awal April lalu.
Selama 12 tahun (2008-2019) berturut-turut tanpa jeda, Tim TNI-AD itu tampil menjadi juara umum. Mereka mengungguli tim-tim army dari 20 negara, termasuk dari Australia, Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Kanada, Jepang, Tiongkok, Korea, Vietnam, Thailand, Malaysia, Filipina, Irak, dan beberapa negara lain, dengan segala brand persenjataan mereka.
Prestasi itu tak saja membuat TNI dihormati dan disegani, produk senjata Indonesia juga mendapat pengakuan. Siapa bisa meremehkan senapan serbu SS-2 (tipe V-1 dan varian lainnya) yang ternyata begitu mematikan pada pertempuran jarak pendek-menengah. Akurasi SS-2 tak kalah dari legenda senapan Amerika M-16, Styer (Austria), AK-101 (Rusia), atau G-36 Jerman.
Siapa pula yang akan meragukan senapan runduk SPR-3 PT Pindad, jika di tangan prajurit TNI-AD bedil laras laras panjang itu dapat melumpuhkan dua lawan sekali tembak (one shot two kills) dari jarak lebih dari 400 meter. Senapan Mesin SM-2 V1 (kaliber 7,62 mm) dan SMB-1 (kaliber 12,7 mm) juga bisa menyapu lawan dengan daya gempur yang dahsyat. Tanpa macet.
Berangkat dari bengkel senjata arteleri di era Kolonial Belanda, PT Pindad mulai beroperasi di awal 1950-an, dan mulai menjadi industri modern di tahun 1980-an. Sempat berubah nama, namun pada 2002 industri ini kembali ke nama semula PT Pindad (Persero). Toh, perubahan status hukum serta nama tak membuat industri ini surut berkreasi, baik dalam merancang senjata maupun amunisi. PT Pindad telah memiliki divisi munisi yang industrinya ada di Turen, Malang, Jawa Timur.
INFANTERI
Salah satu produk rintisan PT Pindad adalah senapan serbu infanteri yang disebut SS-1 yang mulai digunakan 1980-an. SS-1 ini diproduksi di bawah lisensi FNC Belgia. Desainnya terus dikembangkan sehingga melahirkan SS-2 dengan segala variasinya, seperti V-2, V-4, dan V-5. Senapan ini tampak elegan, gagah, tapi ringan : 3,35 kg (kosong) dan 3,71 kg bila magasin berisi penuh 30 butir amunisi. Popor senapan bisa dilipat, lebiht praktis ditenteng di lapangan.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1555300618_PT_Pindad.jpg" />
Para penembak mahir TNI juga dimanjakan dengan SPR-1 produk senapan runduk dari PT Pindad, yang bisa menerjang musuh dari jarak 900 meter. Dari laras senapan ini, proyektil peluru meluncur dengan kecepatan 800 meter/detik--lebih dua kali kecepatan suara. Musuh bisa lumpuh sebelum mendengar suara bedil menyalak.
Dengan desainnya yang begitu tekno, SPR-3 yang hanya 6,9 kg itu mudah dibawa ke medan operasi. Senapan ini juga dilengkapi dengan teleskop dan teropong bidik malam yang berbasis inframerah.
Bila rarget berupa kendaraan tempur ringan seperti truk, personel carrier, atau panser, ada SPR-2. Proyektil 12,7 mm yang meluncur dengan kecepatan 900 m/detik itu bisa mengoyak plat logam di kendaraan militer. Senapan dengan berat 19,5 kg itu bisa membidik musuh dari jarak 2.000 meter.
Untuk keperluan kesenjataan infanteri, PT Pindad telah menyiapkan paket lengkap. Mulai senapan serbu dengan segala variasinya, termasuk yang dilengkapi peluncur granat, senapan runduk, pistol, revolver, senapan mesin (mitraliur), mortir kaliber 60 hingga 80 mm. Secara teknis, PT Pindad telah mampu mendukung swasembada kesenjataan infanteri nasional.
Arteleri Rudal
Bukan hanya di infanteri, Indonesia juga mampu memproduksi arteleri, yakni persenjataan berat yang bisa melontarkan proyektil jarak jauh. Yang terbaru ialah Rudal Petir V-101. Bentuknya mirip miniatur pesawat tempur F-18 Hornet dengan sayap delta dan dua rudder berbentuk V di ekornya. Rudal ini meluncur lewat rel sepanjang 10 meter, untuk kemudian melesat terbang dengan engine jet di pantatnya. Kecepatannya 350 km/jam dan jangkauannya 80 km.
Petir V-101 ini panjangnya 185 cm, rentang sayap 155 cm, dan berat 20 kg. Petir bisa mengangkut hulu ledak 10 kg dan terbang hanya 20 meter dari permukaan sehingga sulit terdeteksi radar. Toh, dengan perkakas komputernya dia bisa terbang menyesuaikan diri dengan kontur, sehingga tidak nabrak-nabrak.
Roket V-101 ini tergolong peluru kendali (guided missile) generasi pertama di Indonesia. Ia mampu menemukan sasaran dari petunjuk koordinat yang sudah di-entry berbasis 3-D point. Kelak, ia dapat diperkaya dengan sensor pencari panas (heat seeker) atau sensor visual.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1554901498_Roket_Vampire_1.jpg" style="height:337px; width:624px" />
Peluncur Roket Vampire 122 mm Marinir TNI AL. Sumber foto: Istimewa
Hampir seluruh bagian Petir V-101 ini dirancang dan dan diproduksi di dalam negeri, oleh PT Sari Bahari, mitra swasta Kementerian Pertahanan RI. Sejak prototipe 1 diproduksi 2014, Petir V-101 ini mengalami kemajuan. Kecepatan semula yang hanya 260 km/jam bisa ditingkatkan ke 350 km/jam berkat pengembangan design engine-nya. Sistem kendalinya juga terus mencatat kemajuan. Petir V-101 ini cocok untuk sasaran strategis seperti gudang persenjataan
Bersama mitra konsorsiumnya, yang antara lain PT DI, Kemenristekdikti, dan sejumlah perguruan tinggi, PT Pindad juga mengembangkan roket taktis R-Han 122. Berbentuk mirip pensil dengan sirip di ekornya, roket ini menunjukkan hasil yang mengembirakan dalam uji cobanya di Pelabuhan Ratu, Desember lalu. Sepuluh roket ini meluncur sempurna dengan trayektori sesuai rencana.
Beratnya hampir 60 kg, panjang sekitar 4, dan diameter 122 mm, roket ini mampu menjangkau jarak 24 km dengan dan hulu ledak 17 kg. Roket ini flksibel. Dia bisa ditembakkan lewat peluncur tunggal di atas kendaraan militer berukuran kecil. Namun, bila menghadapi ancaman yang masif, R-Han 122 bisa ditembakkan dari multi laucher rocket system (MLRS) Vampire yang diangkut truk raksasa Tatra. Arteleri berat ini buatan Cekoslovakia ini mampu menembakkan 40 unit roket dalam waktu hampir serentak.
Vampire di atas Tatra itu kini dioperasikan oleh Korps Marinir TNI-AL. Namun, TNI tidak ingin terus bergantung pada roket buatan Ceko. Roket R-Han 122 buatan pabrik Pindad di Turen, Malang, ini bisa dipasang di moncong Vampire dengan kinerja yang sama baiknya dari rudal asli Ceko.
Kavaleri
Tidak hanya berkreasi di kesenjataan infanteri dan arteleri, Industri persenjataan juga menorehkan reputasi di kavaleri, yang berbasis kendaraan lapis baja yang mobil. Kabar gembira dilansir Menteri BUMN Rini Soemarno di Bandung, Sabtu (6/4/2019). Menurut Rini, sebanyak 350 unit kendaraan tempur Anoa produksi PT Pindad telah dipesan oleh PBB untuk dioperasikan oleh pasukan perdamaian PBB.
Kontrak pembelian sudah diteken. Bahkan, beberapa puluh unit Anoa versi 6x6 telah dioperasikan pasukan PBB, yakni di Lebanon, Mali dan Afrika Tengah. Dengan panjang 6 m, lebar 2,5 m dan berat 12,5 ton (14,5 ton jika combat ready), Panser APC (armoured personnel carrier) ini dapat membawa 13 orang, termasuk 3 awak. Senjatanya senapan mesin 12,7 mm, pelontar granat, dan bom asap.
Digerakkan mesin Renault (Perancis) 320 Hp, Anoa sanggup berlari 90 km/jam dengan daya jelajah 600 km. Diperkenalkan sejak 2009, produksi Anoa telah melampaui 310 unit. Sebagian diekspor ke Malaysia, Brunei, Nepal, Sudan, Libanon, dan Oman. Beberapa negara Timur Tengah dan Afrika pun telah menunjukkan minatnya.
Anoa 6x6 ini diproduksi dalam berbagai varian. Ada yang mengganti senapan mesin di atap dengan meriam 76 mm dan peluncur granat untuk keperluan combat. Ada yang memang untuk keperluan angkut personel, ambulance, bahkan amfibi. Anoa sanggup menahan peluru 12,7 mm dan arteleri ringan karena dindingnya terbuat dari baja Stanag level 3 berlapis keramik khsusus. Dinding yang cembung itu juga membuat peluru yang menerpanya cenderung meleset.
Mengantisipasi AC yang lebih besar, PT Pindad telah menjalin kerja sama dengan industri India Tata memproduksi Anoa versi 8x8. APC dengan 8 roda (bisa digantikan dengan roda besi berartai) Anoa besar ini akan menjadi kendaraan tempur yang ampuh. Dia dilengkapi dengan senapan mesin dan meriam. Ada turret canggih di kubah Anoa yang bisa berputar untuk menjamin meriamnya leluasa menghadap ke arah lawan.
Tidak berhenti di APC, PT Pindad juga sedang mengembangkan tank medium Harimau. Tank yang diproduksi dari hasil kerja sama dengan FNSS Turki itu muncul kali pertama di depan umum 2016 dan ikut dalam difile HUT TNI 5 Oktober 2017. Bermesin Caterpillar 711 Hp, Tank Harimau ini bisa melaju 76 km/jam dan sanggup menempuh medan sulit sebagaimana laiknya tank modern.
Setelah melewati uji coba, Tank Harimau ini dinyatakan memenuhi standar kebutuhan kavaleri TNI. Secara bertahap, PT Pindad akan memulai produksinya per 2019 ini untuk memenuhi pesanan TNI. Harimau ini akan menggantikan tank medium AMX-13 buatan Perancis yang selama puluhan tahun melayani TNI. Posisi harimau ada di antara tank ringan semacam Scorpion yang beratnya di bawah 20 ton, dan main battle tank seperti Leopard (buatan Jerman) yang beratnya di atas 50 ton.
Dengan kemampuan memproduksi kendaraan tempur yang andal di dalam negeri, Indonesia telah jauh mengurangi ketergantungannya kepada pihak asing dalam hal pemenuhan persenjataan bagi TNI. Bahkan, beberapa negara telah pula menunjukkan minat untuk membeli Hank Harimau untuk beberapa tahun ke depan. Industri militer dalam negeri kini sudah pandai pula menghasilkan devisa. (P-1)