Indonesia.go.id - Menatap Kinerja Ekspor Lebih Optimistis

Menatap Kinerja Ekspor Lebih Optimistis

  • Administrator
  • Selasa, 16 April 2019 | 05:55 WIB
NERACA PERDAGANGAN 2019
  Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (15/4/2019). Sumber foto: Antara Foto

Indonesia menargetkan pertumbuhan ekspor nonmigas 2019 naik 7,5%, serta menembus 2% pangsa ekspor Indonesia ke dunia pada 2025.

Di 2019, negara ini tetap optimistis neraca perdagangan akan membaik meski gejolak ekonomi global masih dilanda ketidakpastian. Indikasi itu bisa terlihat ada tren yang positif per Januari--Februari tahun ini.

Tak dipungkiri, neraca dagang negara ini pada tahun lalu  tidak seperti yang diharapkan. Imbas dari ekonomi makro global yang sedang tidak bersahabat salah satu penyebabnya selain beberapa harga komoditas andalan juga lagi jatuh.

Tahun lalu, defisit neraca perdagangan pada saat itu mencapai USD8,49 miliar. Dilihat dari pertumbuhannya sebenarnya masih menjanjikan di tengah kondisi makro global. Namun, impor yang tinggi akhirnya menjadi penyebab terjadinya defisit itu.

Terlepas dari semua itu, defisit neraca perdagangan tahun lalu memang harus jadi cambuk semua pemangku kepentingan untuk siap bekerja keras lagi untuk menekan laju impor selain menyiapkan produk subsitusi komoditas andalan yang selama ini jadi penopang ekspor.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan selama periode itu hanya sebesar USD734 juta, masih lebih kecil dibandingkan dengan periode yang sama 2018 yang mencapai USD808,9 juta.

Itu total defisit neraca perdagangan. Bila dibedah lebih jauh lagi ternyata neraca nonmigas masih mencatat surplus USD152 juta meskipun masih lebih kecil dibandingkan dengan 2018 yang mencapai USD970,6 juta.

Faktor penyebab surplus adalah neraca migas sepanjang Januari-Februari 2019 tetap defisit menjadi hanya USD886 juta, menyusut dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang mencapai USD1,77 miliar.

Berkaitan dengan kondisi itu, Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, Indonesia masih menghadapi tantangan dalam menggenjot ekspor. Tantangan itu antara lain turunnya ekonomi global termasuk Tiongkok dan Amerika Serikat (AS) serta fluktuasi harga komoditas mentah.

"Ini tantangan menggenjot ekspor karena ada perlambatan ekonomi negara tujuan utama dan harga komoditas yang sulit ditebak, " ujar Suhariyanto.

Meski ada tantangan yang cukup berat di depan mata, Kementerian Perdagangan tetap optimistis berkaitan dengan neraca perdagangan negara ini. Kementerian itupun menargetkan pertumbuhan ekspor nonmigas Indonesia sebesar 7,5% dan diharapkan bisa menembus 2% pangsa pasar dunia pada tahun ini.

Dalam satu kesempatan rapat kerja Kementerian Perdagangan, Rabu (13/3/2019), Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menargetkan pertumbuhan ekspor nonmigas Indonesia pada 2019 naik 7,5%, serta menembus 2% pangsa ekspor Indonesia ke dunia pada tahun 2025.

“Kementerian Perdagangan menargetkan pertumbuhan ekspor nonmigas sebesar 7,5% atau sebesar USD175 miliar. Target pertumbuhan ekspor ditetapkan dengan pertimbangan kondisi ekonomi global yang saat ini sedang melambat,” ujar Mendag Enggartiasto.

Ekspor Prioritas

Mendag kembali mengingatkan mandat yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo kepada Kementerian Perdagangan berkaitan dengan neraca perdagangan. Ada lima ekspor prioritas sesuai industri 4.0 yang akan didorong untuk menopang target ekspor itu yakni sektor makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, dan sektor kimia.

Untuk mencapai target pertumbuhan ekspor, ada tiga hal penting yang dilakukan Kementerian Perdagangan, yaitu mengembangkan sistem informasi terpadu di Kementerian Perdagangan, simplifikasi peraturan serta prosedur ekspor dan impor, serta menyelesaikan perjanjian perdagangan, menyelenggarakan misi dagang, dan menyukseskan Trade Expo Indonesia.

Enngartiasto tidak memungkiri pemerintah perlu kerja keras untuk menggenjot ekspor sehingga neraca perdagangan ekspor impor bisa surplus pada 2019. Selain berbagai kemudahan dari sisi regulasi dan optimalisasi sejumlah perjanjian perdagangan, pemerintah juga berupaya meningkatkan ekspor produk bernilai tambah tinggi dan berdaya saing untuk mencapai target ekspor tersebut.

Penetapan sektor makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, dan sektor kimia sebagai komoditas unggulan untuk mengejar target ekspor sudah benar. Namun, penciptaan pasar baru di luar pasar tradisional—Eropa, Asia Pasifik dan Cina serta Amerika Serikat—sangat perlu dilakukan.

Apa yang dilakukan Cina dengan menggarap pasar nontradisional seperti pasar Afrika dan Amerika Latin perlu dicontoh. Bila kita melakukan kunjungan ke kedua kawasan itu, hampir sebagian besar produk yang beredar di negara-negara Afrika dan Amerika Latin itu adalah produk made in Cina.

Strategi hilirisasi perlu segera dieksekusi. Bukan lagi hanya jargon saja. Subtitusi produk ekspor komoditas unggulan seperti komoditas CPO dan karet alam perlu diubah dengan menjadikannya berupa produk hilir.

Begitu juga soal impor. Pemerintah harus memiliki perencanaan yang matang berkaitan dengan impor. Produk-produk yang dirasakan bisa dipenuhi dari dalam negeri diharapkan menjadi skala prioritas. Program cinta produk dalam negeri perlu digaungkan kembali sehingga bisa menahan derasnya laju impor.

Bila itu semua dilakukan, target terjadinya surplus neraga perdagangan dengan pertumbuhan sebesar 7,5% pada 2019 bukan sesuatu yang mustahil dan bisa terpenuhi. (F-1)