Teknologi finansial kini telah menjadi salah satu instrumen keuangan di negara ini. Munculnya teknologi finansial (fintech) tak terlepas dari perubahan gaya hidup masyarakat yang saat ini yang menuntut layanan yang lebih cepat.
Kehadiran fintech tak dipungkiri memang telah mendisrupsi sektor perbankan. Namun, medium ini diyakini sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia memang sepakat kehadiran fintech akan meningkatkan 75% populasi negara terhadap literasi dan inklusi keuangan.
Pasalnya, fintech dan platform digital bisa memberikan tawaran model bisnis dan alternatif solusi yang dapat membantu pemerintah dan institusi finansial lainnya untuk memperluas jangkauan pemberian layanan finansial yang memadai.
Meskipun jasa ini bisa dikatakan masih relatif baru, sekitar tiga tahunan, pelaku industri fintech bila diibaratkan seperti cendawan di musim hujan, terus tumbuh. Bayangkan, ketika berdiri pada 2016, baru ada enam perusahaan yang bergerak di industri jasa ini.
Menurut Asosiasi FinTech Indonesia (AFTech), kini perusahaan tergabung di asosiasi itu sudah mencapai 178 start-up. Pertanyaan selanjutnya, apa itu fintech?
Mungkin yang banyak dikenal jasa fintech adalah jenis layanan peer-to-peer lending, jenis layanan pinjaman.
Sebenarnya, jasa fintech banyak jenisnya. Selain peer-to-peer lending, juga ada jasa fintech untuk manajemen risiko dan investasi, e-wallet, clearing, dan jasa settlement. Dari semua jenis layanan fintech itu, jasa pinjaman dan pembayaran digital lebih mendominasi jasa fintech tersebut.
Indonesia bisa dikatakan pasar yang menggiurkan bagi pelaku industri fintech. Dengan populasi penduduk dan pengguna ponsel yang cukup besar, kehadiran jasa yang sarat dengan penggunaan teknologi informasi semakin sempurna.
Data AFTech menyebutkan investasi di jasa ini sepanjang 2018 meningkat 93% dibandingkan dengan 2017. Data ini juga mengungkapkan Indonesia adalah pasar Fintech lending dan pembayaran digital yang paling menarik di Asia Tenggara.
Menurut data OJK per Maret 2019, akumulasi rekening lender di Jawa sudah mencapai 205.400 entitas, luar Jawa (64.930 entitas), luar negeri (2.218 entitas). Sementara itu, dari sisi akumulasi rekening borrower di Jawa mencapai 5,75 juta entitas, luar Jawa (1,20 juta entitas).
Khusus untuk akumulasi transaksi lender, selama Maret 2019 terjadi akumulasi transaksi di Jawa mencapai 11,21 juta transaksi satuan akun, di luar Jawa (714.342 satuan akun), luar negeri (3,74 juta satuan akun). Begitu juga dengan akumulasi transaksi borrower di Jawa yang mencapai 19,13 juta satuan akun, di luar Jawa (3,59 juta satuan akun).
Selama periode itu, jumlah pinjaman di Jawa bisa mencapai Rp28,55 triliun, di luar Jawa (Rp4,64 triliun), sehingga total pinjaman mencapai Rp33,2 triliun, naik dibandingkan dengan pencapaian Februari yang mencapai Rp29,29 triliun.
Tren Menjanjikan
Data AFTech juga menyajikan perkembangan bisnis pembayaran digital yang menunjukkan tren yang cukup menjanjikan. Sepanjang Februari-Desember 2018, fintech pembayaran (digital payment) mencatat total transaksi mencapai Rp47 triliun.
Secara volume, pembayaran digital tercatat mencapai 2,9 miliar transaksi. Begitu juga dengan e-money juga mengalami peningkatan volume sebesar 48% dan transaksi sebesar 78% dengan total e-money installment, sebesar 167 juta.
Adanya fintech bisa menjadi berkah bagi bangsa ini. Di sektor UMKM saja, masalah akses pembiyaaan menjadi lebih mudah lagi. Misalnya, bagi perajin skala UMKM di Pulau Morotai, mereka tidak perlu datang ke kota kabupaten untuk bisa memperoleh pendanaan. Cukup dengan isi aplikasi, penuhi persyaratannya, dana pun bisa segera diperoleh.
Seperti disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan NonBank OJK Riswinandi, industri fintech sebaiknya lebih menyasar ke industri UMKM.
Menurutnya, untuk mendukung secara penuh pendanaan UMKM, OJK memiliki dua pilihan yaitu mendorong fintech lending meningkatkan kapasitas pendanaan produktif (kualitas) atau mendorong kemudahan pendaftaran fintech lending produktif secara masif (kuantitas).
Berbagai upaya penguatan fintech lending juga sedang dilakukan OJK untuk mendorong pertumbuhan industri fintech lending, antara lain, Penyusunan peraturan teknis terkait pelaksanaan pendaftaran, perizinan, pengawasan, sistem monitoring online fintech lending, termasuk penggunaan E-KYC (electronic know your custumer), bimoteric, digital signature, dan dokumen elektronik.
Tidak itu saja, Riswinandi menambahkan OJK juga mendorong adanya pengembangan kolaborasi antara industri jasa keuangan incumbent dengan penyelenggara fintech lending untuk membangun dan memperkuat ekosistem ekonomi digital.
“Pengembangan dialog yang berkelanjutan dan terbuka antara pemerintah, regulator, penyelenggara fintech lending dan asosiasi dalam rangka untuk meningkatkan kualitas regulasi fintech lending sangat dibutuhkan untuk pengembangan jasa ini.”
Tidak dipungkiri, perkembangan fintech yang sangat pesat tetap dibutuhkan pengawasan yang ketat dari OJK. Sebagai jasa yang baru tumbuh, banyak pelaku yang menyalahgunakannya untuk mencari keuntungan sesaat, bahkan juga cara-cara yang tidak sesuai dengan etika bisnis.
Satuan Tugas Penanganan Dugaan Tindakan Melawan Hukum di Bidang Penghimpunan Dana Masyarakat dan Pengelolaan Investasi atau Satgas Waspada Investasi OJK belum lama ini kembali menemukan 144 entitas yang melakukan kegiatan usaha peer to peer lending namun tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari OJK.
"Jumlah fintech lending ilegal yang beredar masih banyak. Kami mohon masyarakat tetap waspada dan berhati-hati sebelum memilih perusahaan fintech lending. Gunakan fintech lending yang sudah terdaftar di OJK sebanyak 106 perusahaan," kata Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L. Tobing.
Sampai dengan saat ini, jumlah fintech peer-to-peer lending tidak berizin yang ditemukan Satgas Waspada Investasi pada 2018 mencapai 404 entitas sedangkan pada 2019 sebanyak 543 entitas sehingga secara total saat ini yang telah ditangani sebanyak 947 entitas.
Jadi meski ada kecepatan atau kemudahan, masyarakat tetap harus waspada terhadap jasa fintech. Jangan sampai terjadi sesal kemudian tiada guna bila Anda sebagai konsumen tidak waspada. (F-1)