Presiden Jokowi mengatakan di depan pimpinan daerah seluruh Indonesia, bahwa ia tidak punya beban lagi untuk lima tahun yang akan datang. "Apapun yang terbaik untuk bangsa akan saya lakukan," ujarnya.
Ia ingin menegaskan bahwa untuk periode kedua kepemimpinannya ini ia hanya punya satu pertimbangan, yakni kepentingan bangsa.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerintah berharap besar pada investasi asing maupun lokal. Sayangnya sistem otonomi daerah kita sering menjadi hambatan, salah satunya karena adanya ketidaksesuaian aturan di pusat dengan aturan di daerah.
Problem lain adalah perda-perda yang dianggap menghambat investasi yang sering tidak menjadi perhatian serius di daerah. Menteri Dalam Negeri pernah mencabut sekitar 3.000 perda yang merupakan penghambat derasnya arus investasi dari berbagai daerah.
Sebetulnya langkah Mendagri ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Tapi pemda-pemda merasa kewenangannya dibatasi dan kebijakan itu bertentangan dengan aturan otonomi daerah. Melalui organisasi antarpemda diajukanlah uji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Hasilnya MK memutuskan Mendagri tidak punya wewenang untuk membatalkan Perda. Perda-perda yang dianggap sebagai penghambat investasi akhirnya kembali berlaku.
Dalam laporan World Bank Group, indeks kemudahan berbisnis di Indonesia menurun satu peringkat. Pada 2017, Indonesia mendapat rangking 72, sedangkan pada 2018 turun satu peringkat menjadi ranking 73.
Sebetulnya poin yang dikumpulkan Indonesia meningkat dalam soal kemudahan berbisnis. Hanya saja, negara lain mengumpulkan lebih banyak lagi skor yang artinya lebih baik perkembangannya dalam memperbaiki iklim usaha.
Dengan posisi saat ini, Indonesia masih tertinggal jauh dari beberapa negara tetangga di Asia Tenggara yang tercatat memiliki peringkat kemudahan berbisnis yang lebih baik. Singapura berada di peringkat kedua terbaik dengan skor 85,24 poin. Singapura persis berada di bawah peringkat pertama Selandia Baru dan melebihi negara besar seperti Cina, Amerika, dan Korea Selatan.
Kemudian Malaysia dengan di peringkat 15 dengan 80,6 poin. Lalu Thailand di peringkat 27 dengan 78,45 poin, Brunei Darussalam dengan di peringkat 55 dengan 72,03 poin, dan Vietnam, peringkat 69 dengan 68,36 poin.
Meski begitu, World Bank Group mencatat telah melakukan banyak perbaikan dalam tiga aspek yaitu indeks memulai bisnis atau starting a business, lalu indikator mendapatkan kredit atau getting credit, dan pendaftaran properti atau registering property.
Menurut World Bank, beberapa proses pendaftaran izin berbeda juga sudah digabung di pelayanan perizinan terpadu di Surabaya. Hasilnya, waktu memulai sebuah usaha berkurang lebih menjadi 3 hari dari 20 hari. Selain itu, ketersediaan informasi kredit juga meningkat. Walhasil, akses kredit bagi perusahaan kecil pun ikut meningkat secara linier.
Pemerintah pusat sendiri, menurut Presiden Jokowi akan terus-menerus memperbaiki iklim investasi dengan aturan yang semakin memudahkan. Rata-rata waktu pembuatan izin akan terus dipangkas sehingga memberikan kepastian bagi para investor.
Desakan ini bukan hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, juga diharapkan menjadi pertimbangan pemerintahan daerah dalam mengeluarkan kebijakan. Daerah-daerah yang ramah investasi pada akhirnya akan mendapat manfaat kesejahteraan lebih banyak dibanding daerah lainnya. (E-1)