Penantian yang panjang selama 18 tahun telah berakhir. Pemerintah Indonesia dan Inpex Corporation Jepang baru saja berhasil mencapai beberapa kesepakatan strategis untuk pengembangan Lapangan Blok Masela di Laut Arafuru, Maluku Tenggara.
Bisa dikatakan itu kado menjelang Lebaran Idul Fitri 1440 Hijriah yang indah bagi bangsa ini. Bayangkan, baru 21 tahun sejak penandatangan kontrak Blok Masela 16 November 1998, blok ini mulai tampak bentuknya untuk segera melakukan produksi.
Perdebatan panjang soal kilang menjadi salah satu isu krusial pengembangan blok itu. Ketika itu, ada dua skenario yang berkembang berkaitan dengan penggunaan kilang, apakah menggunakan kilang darat (onshore) atau offshore dengan pertimbangan segi untung ruginya masing-masing.
Dari dua skenario itu, hitung-hitungannyapun sudah sempat muncul. Investasi di onshore butuh dana USD19,3 miliar, sedangkan di offshore USD14,8 miliar. Ketika itu, pemerintah telah memilih untuk untuk mengembangkan metode offshore. Meski telah diputuskan dibangun model kilang offshore, kedua pihak belum merealisasikan kesepakatan.
Hak partisipasi Blok Masela saat ini dimiliki oleh Inpex Masela Ltd. Perusahaan Jepang itu juga bertindak sebagai operator dengan kepemilikan 65%. Sisanya dimiliki oleh Shell Corporation sebesar 35%.
Blok Masela sendiri merupakan blok yang terletak di di lepas pantai Laut Arafura sekitar 155 Km arah barat daya Kota Saumlaki yang berbatasan langsung dengan Australia dan Timor Leste. Blok itu mampu memproduksi gas sebanyak 421 juta kaki kubik per hari (MMscfd) dan minyak 8.400 barel per hari.
Pekan lalu, tepatnya Senin (27/5/2019), pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan kembali melakukan kunjungan ke Tokyo. Kali ini Jonan bertemu dengan CEO Inpex Corporation Takayuki Ueda. Tujuannya adalah menuntaskan rencana pengembangan Blok Masela, buah hasil pertemuan pada 16 Mei 2019.
Pada pertemuan Jonan dan Ueda di Tokyo, 16 Mei 2019 telah disepakati sejumlah poin strategis yang disepakati untuk pengembangan lapangan gas raksasa tersebut. Dan pertemuan terakhir, 27 Mei 2019,
Pemerintah Indonesia dan Inpex menyepakati nilai investasi blok itu yang mencapai USD20 miliar. Kedua pihak berhasil mencapai win-win solution dengan skema bagi hasil. Kedua pihak masing-masing berbagi porsi 50%:50% dengan skema gross split.
"Akhirnya Inpex dan SKK Migas [Indonesia] sepakat atas pokok-pokok pengembangan blok Masela. Pembahasan telah berlangsung sejak 18 tahun yang lalu lho. Nilai investasi antara USD18-20 miliar dengan pembagian yang fair bagi RI dan kontraktor. Adanya kesepakatan ini membuat saya terharu," ungkap Menteri ESDM dalam siaran persnya tersebut.
Bagi pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmi Radhi, kesepakatan itu merupakan momentum bersejarah yang menandakan makin kondusifnya iklim investasi di Indonesia. Ada dua poin dari kesepakatan itu, pertama, kesepakatan soal PoD (plan of development). Kedua, skema bagi hasil dengan skema gross split, yakni modal dan resikonya sepenuhnya ditanggung kontraktor.
“Kesepakatan itu jelas menguntungkan kedua belah pihak karena Blok Masela dapat segera berproduksi setelah sekian lama tertunda sehingga bisa memberikan nilai tambah, termasuk multiplier effects bagi tumbuhan industri di sekitar Masela,” ujar Fahmi dalam keterangannya, Selasa (28/5/2019).
Melalui skema gross split, tak dipungkiri bagi hasil untuk pemerintah berkurang. Namun, hal itu tersebut wajar dan tidak jadi masalah karena pemerintah tidak lagi menanggung risiko dan pengeluaran investment expenditure (capex) Inpex maupun operatinal expenditures (Opex). Kedua komponen itu menjadi tanggungan dari investor.
Industri penunjang
Pemerintah dan Inpex sudah mencapai kesepakatan untuk pengembangan Blok Masela. Pada kunjungan kerja ke Maluku awal April lalu, Presiden Joko Widodo telah mewanti-wanti kepada Pemerintah Provinsi Maluku agar pemda menyiapkan infastruktur pendukung, usai kelanjutan Blok Masela diputuskan dibangun di darat.
Presiden mengatakan kendati kelanjutan pembangunan Blok Masela baru akan dimulai 8 tahun mendatang, dia mewanti-wanti pemerintah daerah untuk mensikronisasikan infastruktur. Adapun infrastruktur yang dimaksud adalah perihal penggunaan tenaga kerja lokal dan kesiapan pembangunan konektivitas agar Maluku mendapatkan ceruk investasi lainnya.
Badan otoritas disebut-sebut akan dibentuk untuk mengelola kawasan industri penunjang Blok Masela. Di kawasan tersebut akan terdapat beberapa industri, baik penunjang operasional Blok Masela atau industri yang akan memanfaatkan gas dari blok tersebut. Kementerian Perindustrian, misalnya, pernah mengusulkan dibangunnya industri di wilayah tersebut seperti industri kapal, kompresor, dan turbin.
Di sisi lain, Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Sumber Daya juga telah merekomendasikan percepatan pembangunan infrastruktur transportasi serta sarana-prasarana dan sumber daya manusia untuk mendukung terbangunnya industri petrokimia di sekitar kawasan Blok Masela.
Beberapa perusahaan skala global juga disebut-sebut berminat membangun pabrik di sekitar kilang Blok Masela, yakni PT Pupuk Indonesia Holding Company (PIHC), PT Sojitz Indonesia, dan Elsoro Multipratama, dengan estimasi investasi USD4,45 miliar.
Rencana pembangunan kawasan industri petrokimia ini diharapkan seperti kawasan industri petrokimian di Bintuni, Papua Barat. Beberapa produk petrokimia yang potensial dikembangkan dari Blok Masela adalah metanol, etilena, pupuk, dan demetil ether.
Bila benar rencana itu bisa direalisasikan, Kementerian Perindustrian pernah melakukan sebuah kajian, kawasan industri akan mampu menyerap sekitar 39.000 tenaga kerja langsung dan sebanyak 370.000 tenaga kerja tidak langsung. Pendapatan dari pajak diproyeksikan dapat mencapai sekitar USD250 juta. Dalam konteks tingkat nasional, pengoperasian industri petrokimia akan memberi nilai tambah sebesar USD2 miliar dan mampu mengurangi impor hingga USD1,4 miliar dari substitusi komoditas turunan gas alam dan metanol.
Keputusan dan hasil yang dicapai pemerintah dan Inpex Corporation berkaitan dengan pengembangan Blok Masela tentu patut diapresiasi. Komitmen pemerintah soal pembangunan yang merata, terutama menyentuh ekonomi kawasan timur Indonesia juga sudah menjadi keniscayaan.
Sumbangan pertumbuhan ekonomi dari kawasan timur pun bukan lagi sebuah jargon kosong dengan adanya rencana pengembangan Blok Masela bersama kawasan-kawasan industri besar lainnya yang tengah disiapkan, seperti kawasan industri Bintuni, Morowali, Halmahera. (F-1)