Bandar Udara Silampari di Lubuklinggau berbenah diri menyambut Idul Fitri 1440 H pada 5-6 Juni ini. Dari pelataran parkir hingga gedung terminal tampak bersih. Bedug dan ketupat lebaran menghiasi sudut ruang kedatangan. Bandar udara yang baru diresmikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pada 9 April 2019 itu tampak sumringah menyambut hari lebaran.
Para pemudik kini bisa lebih cepat mencapai kota Lubuklinggau, yang berada di sisi Barat Provinsi Sumatra Selatan. Bukan hanya Lubuklinggau, bandara ini juga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Musi Rawas, Musi Rawas Utara, Empat Lawang, bahkan Kabupaten Rejanglebong yang masuk di Provinsi Bengkulu.
Sementara ini, jalur penerbangan ke Silampari masih sebatas dari Bandara Soekarno-Hatta Jakarta dan Bandara Sultan Mahmud Badaruddin Palembang. Tiga maskapai sudah membuka penerbangan reguler ke Silampari, yakni Nam Air (Grup Sriwijaya), Batik Air, dan Wing Air.
Dengan status bandara kelas III, Silampari memiliki fasilitas yang memadai. Terhampar di atas lahan 80 hektar, bandara ini memiliki landasan pacu sepanjang 2.200 meter yang memungkin pesawat jet sekelas Boeing 737 dan Airbus 320 lepas landas dan mendarat di sana. Ada pula apron yang mampu mengakomodasikan dua pesawat Boeing 737 atau Airbus 320 parkir di sana.
Terminalnya cukup luas. Terdiri dua lantai dengan luas tota lebih dari 5.400 m2. Luas lantai di area pemberangkatan 1.365 meter persegi, ruang tunggu 512 meter persegi dan area kedatangan 591 m persegi. Selebihnya perkantoran, fasilitas pendukung, restoran dan kios cindera mata. Silampari pun memiliki area parkir untuk 200 mobil serta lima unit bus.
Dengan fasilitas ini, bandara di Lubuklinggau ini bisa melayani 300 ribu penumpang per tahun. Kalau pun ada penambahan jumlah penumpang, tinggal menambah ruang terminal dan apron. Lahan yang ada masih memungkinkan.
Meski di tengah isu harga tiket yang mahal, arus mudik melalui Bandara Silampari cukup ramai. Nam Air menambah frekuensi penerbangan dari satu menjadi dua penerbangan dengan Boeing 737-500 sejak H-3 hingga hari H dari Jakarta ke Lubuklinggau. Sementara itu, Batik Air, yang terbang ke Silampari dengan Airbus 320 yang berkapasitas 162 seat, masih dengan satu kali flight per hari, seperti halnya Wing Air yang terbang dari Palembang dengan pesawat turboprop ATR-72-500/600 dengan 78 seat.
Bandara Silampari dibangun sejak 1994 dengan status perintis. Awalnya, bandara ini hanya melayani pesawat Cassa (19 seat) yang terbang ulang-alik dari kota Palembang. Tapi, penerbangan bersubsidi ini terhenti pada 2001. Dibuka lagi pada 2005, dengan subsidi dari Pemerintah Kabupaten Musi Rawas yang secara legal memiliki aset ini, tapi tak kunjung mencapai tingkat keekonomiannya. Bandara ini kemudian diserahkan pada pemerintah pusat pada 2013.
Sejak itulah kapasitas bandara dikembangkan. Apronnya diperluas, landasan pacunya diperpanjang hingga 2.250 meter dan diperlebar dari 30 ke 45 meter. Menara pengawas dibangun, dan terminal diperluas. Walhasil, Bandara Simpari punya kemampuan melayani berbagai tipe pesawat berbadan sedang dan kecil. Boeing 737-900 bisa mendarat di sana. Kini, Bandara Silampari dikelola langsung oleh Kementerian Perhubungan.
Pemerintahan Jokowi-JK memang memberikan prioritas tinggi pada program pembangnan bandara sebagai sarana konektivitas udara antardaerah. Bukan hanya membangun Terminal III di Soekarno-Hatta yang megah dan modern, atau Bandara Internasional Kertajati di Sumedang, Jawa Barat, atau menambah fasilitas dari bandara lama, Jokowi-JK juga pembangun bandara baru di berbagai daerah.
Tidak kurang 15 bandara baru lainnya yang dibangun pada era 2015-2019, di luar Bandara Kertajati yang dipersiapkan sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Rinciannya Bandara Maratua di Kepulauan Derawan (Kalimantan Timur), Kabupaten Tambraw (Papua Barat), Bandara Koroway Batu di Boven Digul (Papua), Bandara Letung di Kepualau Anambas (Kepri), Bandara Namniwel di Pulau Butu (Maluku), dan Bandara Miangas di Pulau Miangas (Sulawesi Utara).
Seanjutnya ada Bandara Morowali di Sulawesi Tenggara, Bandara Tebelian di Sintang (Kalimantan Barat), Samarinda Baru di Kalimantan Timur, Bandara Buntu Kunik (internasional) di Toraja (Sulawesi Selatan), Bandara Kabir di Pulau Alor (NTT), Bandara Siau di Kepulauan Sitaro (Sulawesi Utara), Bandara Muara Teweh di Kalimantan Tengah, serta Bandara Tambelan di Pulau Bintan Kepri.
Di luar Bandara Samarinda dan Toraja, semuanya adalah lapangan terbang kelas perintis dengan landasan pacu kurang dari 2.000 meter yang baru bisa didarati pesawat kecil semacam Cessa dan ATR-72. Sebagian sudah slesai dan ikut merayakan Hari Raya Idul Fitri 1440 H. (P-1)