Momentum pemulihan ekonomi Indonesia sepanjang 2022 masih terjaga, meski di global terjadi perlambatan signifikan.
Perekonomian global sepanjang 2022 mengalami pelambatan yang sangat signifikan sebagai imbas dari wabah Covid-19. Menteri Keuangan Sri Mulyani pun sampai menyebutnya sebagai gelombang yang dashyat terhadap perekonomian global.
Sejumlah lembaga dunia seperti Bank Dunia, IMF, dan The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) memberikan gambaran suram soal pertumbuhan perekonomian global sepanjang 2022.
Namun, Indonesia mampu melewati krisis itu, bahkan tetap bisa menjaga momentum pemulihan ekonominya dengan konsisten mencatatkan pertumbuhan di atas 5 persen selama empat kuartal beruntun, sejak kuartal keempat 2021.
Gambaran itu diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ketika menyampaikan pernyataannya dalam konferensi pers APBN KiTa, pada Selasa (3/1/2023). Menurutnya, momentum pemulihan ekonomi Indonesia masih terjaga meski di global terjadi perlambatan yang signifikan. Hal ini tecermin dari perekonomian Indonesia yang konsisten mencatatkan pertumbuhan di atas 5 persen selama empat kuartal beruntun, sejak kuartal IV-2021.
“Kami masih memperkirakan hingga akhir tahun, momentum pemulihan masih akan bertahan. Tentu tidak benar kita (Indonesia) tidak terpengaruh dari suasana global. Pasti ada pengaruhnya, namun daya tahan perekonomian Indonesia tampaknya cukup baik,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa sepanjang 2022 merupakan tahun yang sangat brutal bagi perekonomian dunia, karena ketidakpastian global menimbulkan gejolak di pasar keuangan semua negara. “Pada kuartal IV-2022 kita lihat kondisi dari kegiatan ekonomi masih relatif baik. Ini tentu memberikan optimisme kepada kita semua, namun kita tetap harus hati-hati karena imbas dari gejolak dunia,” jelasnya.
Nah, apa yang menjadi bantalan sehingga ekonomi Indonesia cukup tahan dari goncangan perekonomian global? Sri Mulyani pun menjelaskan bahwa pemulihan ekonomi Indonesia terutama didukung oleh konsumsi rumah tangga yang meningkat signifikan di tengah konsumsi pemerintah yang mengalami normalisasi.
Selain itu, kinerja investasi mulai mengalami penguatan dan kinerja ekspor Indonesia juga terus mencatatkan pertumbuhan dua digit di tengah gejolak global. Tidak itu saja, Menkeu asal Semarang itu juga mengatakan, pemulihan ekonomi terjadi di seluruh sektor, mulai dari sektor pertanian, didukung oleh sektor pertambangan, manufaktur, dan konstruksi.
Bahkan pemulihan terjadi pula pada sektor perdagangan, transportasi dan akomodasi dan makanan minuman yang sempat terpukul selama pandemi. Dibandingkan dengan level prapandemi, level PDB Indonesia pada kuartal III-2022 naik 6,6 persen.
Seluruh sektor pun mencatatkan peningkatan, melewati level prapandemi. “Ini yang menggambarkan bahwa perekonomian Indonesia mengalami pemulihan baik dari sisi demand, konsumsi, investasi yang mulai merambat di atas 5 persen, juga ekspor yang masih bertahan bagus, serta impor yang meningkat,” jelas Sri Mulyani.
Kinerja APBN
Khusus soal kinerja APBN 2022, Sri Mulyani mengemukakan, pendapatan negara sepanjang tahun lalu naik 30,6 persen dibandingkan 2021. Kinerja pendapatan negara yang moncer membuat defisit APBN jauh lebih rendah dari target, yakni Rp464,3 triliun, berdasarkan data realisasi sementara.
Kinerja ini ditopang pendapatan negara yang melesat jauh di atas target berkat harga komoditas dan pemulihan ekonomi. Defisit anggaran tahun lalu setara 2,38 persen dari produk domestik bruto (PDB), jauh lebih kecil dari target dalam Perpres revisi APBN sebesar 4,5 persen atau Rp375,9 triliun.
Realisasi tersebut juga jauh lebih kecil dibandingkan 2021 sebesar Rp775,1 triliun. "Ini penurunan defisit yang sangat tajam yakni 40 persen. Artinya, kinerja fiskal melakukan konsolidasi yang sangat luar biasa," ujar Sri Mulyani.
Demikian pula, keseimbangan primer masih mencatatkan defisit, tetapi juga jauh di bawah target dan realisasi tahun sebelumnya, yakni di Rp78 triliun. Realisasi defisit keseimbangan primer tahun lalu sudah mendekati level sebelum pandemi yakni Rp73,1 triliun.
Kinerja moncer defisit yang lebih kecil tersebut tidak lepas dari pendapatan negara yang juga melesat di atas target. Pendapatan negara tercatat mencapai Rp2.626,4 triliun atau 116 persen dari target, naik 30,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Lantas bagaimana dengan penerimaan negara? Menkeu Sri Mulyani pun menjelaskan, semua sumber penerimaan negara melampaui target. Penerimaan pajak naik 34,3 persen dibandingkan 2021 mencapai Rp1.716,8 triliun atau 115,6 persen dari target.
"Ini menunjukkan dua tahun berturut-turut di atas target, bahkan saat targetnya direvisi naik pun tetap bisa tembus di atasnya," kata Menkeu Sri Mulyani.
Demikian pula dengan penerimaan kepabeanan dan cukai juga mencapai 106,3 persen dari target atau sebesar Rp317,8 triliun, naik 18 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga melesat, mencapai Rp588,3 triliun atau 122,2 persen dari target dan tumbuh 28,3 persen.
Kinerja APBN 2022 yang positif juga tergambarkan dari realisasi belanja negara yang naik dari tahun sebelumnya meski tidak setinggi kinerja pendapatan. Realisasinya hingga akhir tahun lalu mencapai Rp3.090,8 triliun atau 99,5 persen dari target dengan kenaikan 11 persen.
"Kenaikan ini terutama terjadi pada belanja-belanja untuk perlindungan masyarakat dalam bentuk subsidi dan kompensasi energi, serta bantuan-bantuan," kata Menkeu Sri Mulyani.
Tentu muncul pertanyaan, kenapa belanja negara tidak bisa mencapai target 100 persen? Penyebabnya terutama terjadi pada penyerapan belanja oleh pemerintah pusat.
Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp2.274,5 triliun atau 98,8 persen dari pagu. Di sisi lain, belanja negara kepada daerah mencapai Rp816,2 triliun atau 101,4 persen dari pagu yang dianggarkan.
Dari gambaran di atas, Sri Mulyani menilai bangsa ini mampu merespons dengan cepat dampak dari wabah Covid-19, yang berupa guncangan dan tantangan yang luar biasa. Bentuk guncangan itu, bahkan telah merenggut nyawa, mengancam sosial ekonomi, dan keuangan.
“Namun, kinerja APBN mampu merespons dengan cepat pada 2020, bahkan hingga bergerak ke pemulihan ekonomi, kemudian berlanjut pada 2021 dan 2022 tanpa membahayakan APBN kita sendiri. APBN kita kembali secara cukup kuat dan kredibel untuk disehatkan kembali,” ujar Menkeu.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari