Ekonomi dunia memang masih panas dingin. Perang dagang AS-Tiongkok menjadikan sentiment negative terus merundung. Di tengah suasana itu, lembaga pemeringkat kelas dunia Standard and Poor’s (SP) mengumumkan kenaikan credit ratings Indonesia, dari BBB- dengan outlook stabil menjadi BBB.
Kenaikan itu merupakan prestasi tersendiri menandakan bahwa Indonesia masih menyimpan potensi ekonomi yang sangat besar dengan resiko yang terkendali. Potensi pertumbuhan ekonomi didorong oleh pembangunan infrasrtruktur yang sangat masif belakangan ini. Program itu juga berhasil menjaga daya saing nasional.
Kemampuan pemerintah mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5% di tengah pertumbuhan dunia yang cenderung stagnan, menandakan kemampuan Indonesia memacu ekonominya lebih baik. Sementara itu, dari faktor risiko, kemampuan bangsa ini menyelenggarakan pemilu yang damai menjadikan risiko investasi mengecil.
Di sisi lain, kemampuan pemerintah menjaga fiskal dengan rasio defisit yang terkelola dalam rentang aman atau di bawah 3 % terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) turut menunjukkan tingkat risiko yang rendah. Nah, potensi pertumbuhan yang lebih tinggi dengan tingkat risiko yang terjaga ini menjadikan Indonesia pantas mendapatkan status layak investasi.
S&P menyatakan ekonomi Indonesia secara konsisten lebih baik dari negara-negara peers pada tingkat pendapatan yang sama. Kenaikan rating S&P merefleksikan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat. Kebijakan Pemerintah telah efektif dalam
mempromosikan keuangan publik yang berkelanjutan (sustainable public financed) dan pertumbuhan ekonomi yang seimbang.
Pertumbuhan PDB per kapita riil di Indonesia mampu tumbuh 4,1 persen berdasarkan rata-rata tertimbang 10 tahun, sementara rata-rata pertumbuhan PDB per kapita riil seluruh dunia yang hanya sekitar 2,2 persen.
Selain itu peringkat Indonesia juga didukung oleh tingkat beban utang pemerintah yang rendah dan kinerja fiskal yang moderat. Dalam proyeksinya S&P menjelaskan rasio utang pemerintah akan stabil selama beberapa tahun ke depan, merefleksikan proyeksi keseimbangan fiskal yang stabil.
Fiskal defisit Pemerintah yang turun pada 2018, diharapkan tetap stabil di bawah 2% selama empat tahun mendatang. Proyeksi terhadap net general government debt tetap berada di bawah 30 persen dari PDB, mengingat defisit fiskal dan pertumbuhan nominal PDB yang konsisten.
Kenaikan peringkat utang Indonesia dari S&P pada posisi BBB dengan outlook stable tersebut menunjukkan kebijakan Pemerintah Indonesia selama ini sudah berada pada jalur yang tepat, di mana kebijakan defisit diambil untuk memberikan stimulus perekonomian melalui strategi counter cyclical dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5%.
Selain itu, kenaikan ini menunjukkan kepercayaan lembaga internasional dalam hal ini lembaga pemeringkat kredit terhadap kinerja perekonomian Indonesia. Lebih jauh, kenaikan rating dari S&P ini diharapkan membawa dampak semakin meningkatnya FDI yang akan masuk ke Indonesia.
Beberapa pengamat berharap pemerintah bisa memanfaatkan momentum kenaikan rating ini untuk memperbaiki struktur atau komposisi aliran modal yang masuk. Ini adalah kesempatan menarik modal langsung dari investor dunia masuk ke Indonesia.
Rating baru ini langsung direspons investor di pasar saham. IHSG langsung menunjukan kinerja ciamik dengan berhasil menembus level 6.200. Melonjak 105 point atau 1,72%.
Penguatan IHSG terjadi di tengah bursa saham Asia yang mayoritas berakhir di zona merah. Indeks Strait Times terkoreksi 0,80%, Shanghai turun 0,24%, Hang Seng turun 0,79%, dan Nikkei turun 1,63%. Sedangkan indeks yang sejalan dengan IHSG yaitu Kospi naik 0,14%, PSEi
1,70%, dan KLCI 0,87%. Diperkirakan IHSG akan terus melonjak menyentuh angka 6.800 sampai akhir tahun ini. (E-1)