Anda ingin membeli makanan yang enak? Cukup buka satu aplikasi mobile payment. Berikutnya, di layar ponsel Anda tersaji beragam tawaran makanan yang siap diantarkan hingga di depan rumah Anda.
Tinggal pilih dan bayar. Bayar pun hanya melalui aplikasi di ponsel, tentu setelah Anda memiliki saldo di aplikasi Anda. Tidak itu saja. Anda juga akan mendapatkan sejumlah tawaran menarik lainnya bila menggunakan aplikasi mobile payment.
Promo cashback adalah strategi pemasaran yang lagi ngetren disediakan penyedia jasa itu. Cashback itu bahkan bisa mencapai 50%. Menarik bukan? Siapa yang tidak tergiur dengan promo seperti itu.
Kemudian muncul pertanyaan, apa sih mobile payment? Mobile payment adalah alat pembayaran nontunai (cashless) yang memakai media teknologi seperti QR code, NFC, OTP (one time password, kode rahasia verifikasi), lainnya dengan memakai piranti yang bernama ponsel.
Tentu untuk bisa menggunakan dan memanfaatkan fasilitas itu, Anda wajib memiliki uang digital (e-wallet). Di tingkat global, banyak aplikasi mobile payment, seperti PayPal, Google Wallet, Paypass Master Card, ZipPay, dan lain sebagainya.
Bagitu juga di tingkat lokal. Bisnis mobile payment sedang tumbuh bak cendawan. Mereka kini bersaing secara ketat memperebutkan konsumen. Tentu, Anda mengenal beberapa nama, seperti Dompetku, T-Cash, FlexiCash, Tunai milik XL, Mandiri e-Cash, Rekening Ponsel, Go-Pay, Ovo, Dana, DokuPayAcces, dan sebagainya.
Bayangkan, kini Anda cukup membayar melalui ponsel untuk belanja online melalui pelbagai merek tersebut di atas. Begitu terbayar, barang yang Anda langsung tersedia di depan rumah Anda. Begitu juga ketika berbelanja di toko ritel. Bahkan, kita kini juga sangat mudah menemukan sebuah warung juga menyediakan pembayaran via ponsel. Suatu sistem yang tidak pernah kita jumpai beberapa tahun lampau.
Gaya Hidup
Satu survei yang dilakukan PricewaterhouseCoopers (PwC) berkaitan dengan Global Consumer Insights 2019 memberikan gambaran betapa bisnis sistem pembayaran melalui perangkat bergerak atau mobile payment kini telah menjadi tren, atau bisa jadi telah menjadi life style masyarakat negeri ini.
Betapa tidak, sebut Survei PwC itu, bahwa 47% responden di Indonesia saat ini telah menggunakan piranti pembayaran bergerak untuk bertransaksi pada 2019. Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan 2018 yang tercatat masih sekitar 38%.
Memang survei yang dilakukan PwC tidak hanya di Indonesia saja, tetapi survei dilakukan terhadap perilaku konsumen di 26 negara dengan melibatkan sebanyak 21.480 responden.
Dari kawasan Asia Tenggara, Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut masuk sebagai responden bersama dengan Thailand, Singapura, Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Tidak itu saja, survei PwC itu ternyata juga melibatkan responden dari negara-negara di kawasan Timur Tengah.
Indonesia boleh saja berbangga bahwa porsi pengguna mobile payment negara ini termasuk terbesar. Namun, berdasarkan survei PwC juga memberikan realitas ternyata negara ini masih kalah dengan pengguna mobile payment di Vietnam.
Pengguna mobile payment Negeri Paman Ho ternyata mengalami kenaikan yang luar biasa. Bayangkan, tahun lalu pengguna sistem pembayaran itu masih di kisaran 37%, atau di bawah pengguna mobile payment di Indonesia. Tahun ini, pengguna mobile payment di Vietnam sudah mencapai 61%.
Sama seperti hasil survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), survei PwC juga menyoroti terjadinya perubahaan perilaku konsumen Indonesia dalam konteks medium peranti untuk akses internetnya.
Pada tahun lalu, survei PwC mencatat pengguna peranti PC (personal computer) masih lebih banyak dibandingkan dengan pengguna ponsel. Namun, pada 2019 konsumen berbelanja online lebih senang menggunakan ponsel dibandingkan dengan PC. Porsi pengguna ponsel, tulis survei itu, jumlahnya mencapai kisaran 24%, sedangkan pengguna PC tercatat di kisaran 23%.
Adanya survei PwC itu semakin membenarkan prediksi beberapa tahun lalu bahwa bisnis berbasis digital akan menjadi salah satu tumpuan penggerak ekonomi negara. Merujuk riset yang dilakukan MDI Venture & Mandiri Sekuritas, volume transaksi mobile payment di Indonesia diperkirakan bisa mencapai USD16,4 miliar pada 2019.
Artinya, angka itu setara dengan 2% dari produk domestik bruto (GDP) Indonesia sebesar USD888,6 miliar. Dan, angka itu akan melonjak menjadi USD30 miliar pada 2020.
Di tingkat global, seperti disebutkan satu lembaga riset dunia Statista, pangsa pasar mobile payment di dunia akan mencapai USD154,4 miliar pada 2019 dan melejit menjadi USD274,4 pada 2021. Artinya, bisnis ini merupakan bisnis yang cukup menggiurkan.
Wajar saja banyak pemain, baik lokal maupun yang berpatner dengan asing terjun ke bisnis mobile payment. Dan, yang pasti siapa yang mampu membangun ekosistem terlebih dahulu dengan segala persyaratannya terutama membuat nyaman bagi konsumennya, dialah yang akan menjadi pemenangnya. (F-1)