Ekspor nonmigas Mei 2023 meningkat 60 persen dibandingkan April 2023 pada komoditas kendaraan dan bagiannya sebesar USD373,2 juta.
Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2023 kembali mencatat surplus USD0,44 miliar. Surplus neraca perdagangan merupakan capaian selama 37 bulan secara berturut-turut sejak April 2023.
Dari laporan rutin Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, kendati neraca dagang kembali mencatat surplus yang tipis, neraca dagang periode Mei juga mencatat fenomena yang menarik.
Pasalnya, pada periode Mei terjadi kenaikan impor dari Tiongkok hingga 38,65 persen secara bulanan atau month to month (mtm), terutama impor barang modal yang menandakan bahwa perekonomian domestik membaik. Artinya, neraca dagang periode Mei 2023 yang mencatat surplus USD0,44 miliar-- didapatkan dari nilai ekspor yang mencapai USD21,72 miliar dan impor sebesar USD21,28 miliar--tetap menumbuhkan optimisme terhadap prospek ekonomi Indonesia yang tangguh di tengah risiko perlambatan ekonomi global.
Berkaitan dengan kinerja neraca perdagangan periode Mei 2023, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Moh Edy Mahmud mengatakan, surplus neraca dagang Mei 2023 didapatkan dari selisih nilai ekspor dan nilai impor periode tersebut. "Namun, yang perlu dicatat bahwa surplus Mei 2023 tercatat melemah dan lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya [mtm], serta dibandingkan dengan Mei 2022 [yoy]," katanya dalam konferensi pers, Kamis (15/6/2023).
Bila dibedah lebih jauh lagi soal kinerja neraca perdagangan, terutama dari sisi kinerja ekspornya, menurut BPS, pada periode Mei 2023 nilai ekspornya mencapai USD21,72 miliar atau naik 12,61 persen dibanding ekspor April 2023. Begitu pun bila dibandingkan dengan Mei 2022 yang naik sebesar 0,96 persen.
Sementara itu, bila dilihat berdasarkan pengkategoriannya, ekspor nonmigas Mei 2023 tercatat mencapai USD20,40 miliar, naik 13,18 persen dibanding April 2023, demikian juga naik 1,94 persen jika dibanding ekspor nonmigas Mei 2022.
Lantas seperti apa kinerja ekspor secara kumulatif di periode Januari–Mei 2023? Selama periode itu ekspor tercatat mencapai USD108,06 miliar atau turun 6,01 persen dibanding periode yang sama di 2022. Sementara itu, ekspor nonmigas mencapai USD101,48 miliar atau turun 6,69 persen.
Laporan BPS itu juga menyebutkan peningkatan terbesar ekspor nonmigas Mei 2023 terhadap April 2023 terjadi pada komoditas kendaraan dan bagiannya sebesar USD373,2 juta (60,20 persen). Sedangkan penurunan terbesar terjadi pada bahan bakar mineral sebesar USD175,8 juta (4,39 persen).
Sementara itu, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–Mei 2023 turun 8,97 persen dibanding periode yang sama tahun 2022, demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan turun 3,95 persen. Untuk ekspor hasil pertambangan dan lainnya terjadi kenaikan sebesar 1,36 persen.
Ke mana saja komoditas ekspor nonmigas itu diekspor? Laporan BPS menyebutkan, ekspor nonmigas periode Mei 2023 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu USD4,78 miliar, disusul Amerika Serikat (USD2,05 miliar), dan Jepang USD1,77 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 42,12 persen. Sementara itu, ekspor untuk tujuan ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar USD3,97 miliar dan USD1,56 miliar.
Kenaikan Nilai Impor
Bagaimana dengan kinerja impor periode Mei 2023? BPS mencatat, nilai impor Indonesia pada Mei 2023 mencapai USD21,28 miliar, naik 38,65 persen dibandingkan April 2023 atau naik 14,35 persen dibandingkan dengan Mei 2022. Kontribusi impor berasal dari impor migas senilai USD3,14 miliar, naik 6,09 persen dibandingkan dengan April 2023 atau turun 6,52 persen dibandingkan dengan Mei 2022.
Sementara itu, impor nonmigas Mei 2023 senilai USD18,14 miliar, naik 46,42 persen dibandingkan April 2023 atau naik 18,94 persen dibandingkan Mei 2022. Untuk kepentingan apa kontribusi impor itu? Data BPS menyebutkan, impor golongan barang nonmigas terbesar Mei 2023, dibandingkan April 2023, kebanyakan berupa impor mesin/peralatan mekanis dan bagiannya USD1.063,7 juta (52,49 persen).
Sedangkan bila dilihat dari asal negaranya, ada tiga negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Mei 2023. Ketiga negara itu adalah Tiongkok USD25,13 miliar (32,57 persen), Jepang USD6,83 miliar (8,85 persen), dan Thailand USD4,53 miliar (5,87 persen). Impor nonmigas dari ASEAN USD12,99 miliar (16,84 persen) dan Uni Eropa USD5,70 miliar (7,38 persen).
Bila dilihat impor golongan penggunaan barang mulai dari Januari–Mei 2023 terhadap periode yang sama tahun sebelumnya terjadi peningkatan pada golongan barang modal senilai USD2.189,6 juta (16,22 persen) dan barang konsumsi USD378,8 juta (4,85 persen). Sementara impor bahan baku/penolong turun USD6.169,6 juta (8,35 persen),
Secara keseluruhan soal kinerja impor pada Mei 2023 mencatat kenaikan sebesar 38,65 persen secara bulanan (mtm). Moh Edy Mahmud juga menjelaskan, kenaikan impor tersebut merupakan pola musiman yang terjadi setiap tahunnya selepas Hari Raya Idulfitri atau pascalebaran.
Dalam tiga tahun terakhir, seperti yang terjadi di ekspor, pascalibur lebaran, impor selalu menunjukkan pola meningkat,” ujarnya, Kamis (15/6/2023).
Berkaitan dengan kinerja neraca perdagangan periode Mei 2023, beberapa kalangan praktisi keuangan telah memberikan ramalan bahwa kinerjanya diramal anjlok. Ekonom Bank Danamon Irman Faiz memperkirakan, surplus neraca perdagangan akan turun signifikan pada periode tersebut, sebagai dampak dari penurunan harga komoditas, utamanya batu bara.
“Untuk neraca dagang Mei 2023 kami prediksi turun surplusnya ke USD1 miliar,” katanya, Rabu (14/6/2023).
Realitasnya, neraca perdagangan periode Mei 2023 ternyata tetap mencatat surplus USD0,44 miliar yang didapatkan dari nilai ekspor yang mencapai USD21,72 miliar dan impor sebesar USD21,28 miliar.
Demikian pula soal melonjaknya impor, khususnya impor asal Tiongkok secara umum pada Mei 2023 yang melonjak hingga 38,65 persen secara bulanan (mtm) menandakan bahwa perekonomian domestik membaik.
Sementara itu, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menilai, peningkatan yang signifikan tersebut juga didukung oleh optimisme yang membaik terhadap prospek ekonomi domestik Indonesia yang terlihat tangguh di tengah risiko perlambatan ekonomi global.
“Impor dari Tiongkok didominasi barang modal, artinya barang produktif. Jadi akan bagus dampaknya bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ungkapnya.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari