Indonesia.go.id - Menetapkan Pertumbuhan Ekonomi Rasional di 2024

Menetapkan Pertumbuhan Ekonomi Rasional di 2024

  • Administrator
  • Sabtu, 10 Juni 2023 | 07:35 WIB
APBN
  Menteri Keuangan Sri Mulyani berbicara dalam Rapat Paripurna ke-23 DPR Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (19/5/2023). ANTARA FOTO/ Aprilio Akbar
Lembaga internasional memperkirakan ekonomi global dan domestik akan melemah pada paruh kedua tahun ini dan berlanjut pada tahun depan.

Dinamika ekonomi domestik dan global tetap dijadikan parameter dalam menentukan target pertumbuhan ekonomi 2024, termasuk penetapan asumsi dasar ekonomi makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Dengan dua pendekatan itu, pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi nasional yang didesain lebih rasional dalam menatap 2024.

Faktor yang menjadi pertimbangan adalah masih tingginya ketidakpastian global serta dampak yang ditimbulkan terhadap konsumsi dan investasi, dua pendorong utama produk domestik bruto (PDB). Tren tersebut di atas mengemuka ketika pemerintah yang diwakiliki oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Komisi XI DPR melakukan pembahasan pendahuluan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024, Kamis (8/6/2023). Hadir juga dalam kesempatan itu Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.

Pada kesempatan itu, pemerintah dan Komisi XI DPR dalam pembahasan pendahuluan Asumsi Dasar Ekonomi Makro RAPBN 2024 menetapkan target pertumbuhan ekonomi 5,1 persen-5,7 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penurunan batas bawah, dari semula 5,3 persen menjadi 5,1 persen target pertumbuhan ekonomi dilandasi oleh masih besarnya peningkatan risiko pada 2024.

Hal ini juga sejalan dengan proyeksi beberapa lembaga internasional yang memperkirakan ekonomi global dan domestik akan melemah pada paruh kedua tahun ini dan berlanjut pada tahun depan.

“Memang baiknya membuat lower end atau batas bawah diturunkan dari 5,3 persen ke 5,1 persen,” ujarnya.

Sri Mulyani menambahkan, pemerintah juga melakukan kajian terhadap perkembangan perekonomian terkini untuk meningkatkan akurasi dari berbagai asumsi dasar yang akan digunakan dalam perhitungan RAPBN 2024. Salah satu fokus observasi pemerintah adalah kemungkinan untuk menurunkan target batas atas pertumbuhan ekonomi tahun depan. "Kami akan melihat konsistensi [pemulihan ekonomi]," katanya.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo, pada kesempatan yang sama menyampaikan bahwa batas atas dari target pertumbuhan ekonomi 2024 yang sebesar 5,7 persen masih terlalu tinggi.

Sejalan dengan diturunkannya target batas bawah dari 5,3 persen menjadi 5,1 persen, Perry mengusulkan, batas atas target pertumbuhan ekonomi diturunkan ke 5,6 persen. Usulan itu masih sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi BI yang sebesar 4,7 persen—5,5 persen pada 2024.

"Karena [batas atas target] menjadi terlalu tinggi kalau titik bawahnya diturunkan,” kata Perry.

Ketua Komisi XI DPR RI Kahar Muzakir mengatakan, eskalasi tensi geopolitik meningkatkan ketidakpastian dan fragmentasi global. Hal ini juga memengaruhi geliat ekonomi di banyak negara, termasuk Indonesia.

Dia menambahkan, dinamika dan risiko ekonomi dunia serta potensi dampaknya ke Indonesia menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan asumsi pertumbuhan ekonomi.

Jika dicermati, angka batas bawah yang disepakati ini searah dengan proyeksi sejumlah lembaga internasional. Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam Economic Outlook Volume 2023, Issue 1, misalnya yang memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh 5,1 persen pada 2024.

Sementara itu, World Bank dalam Global Economic Prospects June 2023 bahkan memasang proyeksi yang lebih realistis perihal ekonomi nasional, yakni tumbuh sebesar 4,9 persen. Lembaga internasional itu memandang, terbatasnya laju ekonomi tahun depan disebabkan oleh melandainya sektor utama pendorong PDB baik konsumsi rumah tangga, investasi, maupun ekspor.

Konsumsi masih menghadapi tantangan dari sisi tekanan inflasi yang berisiko menggerus daya beli masyarakat, sementara ruang fiskal lebih ketat dibandingkan dengan 2020—2022. Adapun, investasi diprediksi terhambat karena pelaku usaha diperkirakan melakukan wait and see. Sementara itu, kinerja ekspor tertekan oleh normalisasi harga komoditas.

Kekhawatiran ini pun juga diwaspadai oleh pemerintah, mengingat tekanan yang bersumber dari perang Rusia-Ukraina, lesatan inflasi, hingga tren suku bunga tinggi masih belum usai.Menanggapi asumsi rasional ekonomi tahun depan, kalangan pebisnis di Tanah Air memandang keputusan pemerintah dan DPR cukup tepat. Pasalnya, kini perekonomian masih lagi lesu.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Koordinator Bidang Maritim, Investasi, dan Luar Negeri Shinta W Kamdani mengatakan, kinerja ekonomi di tahun politik tidak bisa ekspansif, apalagi prospek ekonomi global cukup menantang.

Dalam rangka mendorong mesin ekonomi terus bergerak, Indonesia terutama industri manufaktur atau pengolahan terus didorong agar mesinnya terus berputar sehingga ekonomi pun tetap bergerak dan tumbuh.

Demikian pula, perlunya pemerintah memperlonggar ruang fiskal sehingga belanja bantuan sosial bisa tetap tebal pada 2024. Langkah itu diharapkan bisa menguatkan daya beli sehingga tercipta stabilitas konsumsi.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari