Indonesia.go.id - Insentif Jumbo untuk Tingkatkan SDM

Insentif Jumbo untuk Tingkatkan SDM

  • Administrator
  • Jumat, 28 Juni 2019 | 07:29 WIB
FASILITAS PAJAK
  Menteri Keuangan Sri Mulyani. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Pemerintah akan memberikan fasilitas super deduction tax (insentif pajak jumbo) untuk menggenjot peningkatan SDM. Fasilitas itu diberikan kepada perusahaan yang mengambangkan riset dan program vokasi.

Presiden dan kabinetnya sudah enam kali melakukan rapat terbatas untuk menyusun berbagai insentif pajak demi mendorong perekonomian nasional. Tampaknya dalam rencana ini pemerintah ingin memberikan apresiasi kepada pengusaha yang membantu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan juga kepada industri yang berorientasi ekspor.

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, beberapa insentif pajak sudah diputuskan dan aturannya dalam waktu dekat akan diluncurkan. Presiden sendiri, Menkeu mengatakan, ingin agar banyak insentif pajak bagi pengusaha.

Yang paling menarik adalah super deduction tax atau insentif pajak jumbio yang merupakan apresiasi pemerintah kepada kalangan dunia usaha yang terlibat dalam program vokasi dan pengembangan SDM di Indonesia.

Regulasi insentif pajak jumbo tersebut nantinya diterbitkan dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). Aturan tersebut akan bersamaan dengan penerapan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil kelas low cost green car (LCGC).

Insentif pajak jumbo yang diberikan berupa pengurangan penghasilan bruto paling tinggi sebesar 200% bagi industri yang menyediakan pendidikan vokasi. Sedangkan industri yang terlibat dalam kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) untuk inovasi akan diberikan pengurangan penghasilan bruto maksimal 300%. Artinya karena penghasilan bruto yang tercatat berkurang, beban pajak yang harus dibayarkan pun menurun.

Sri Mulyani menegaskan, ada syarat yang harus dipenuhi perusahaan jika ingin mendapatkan insentif pajak jumbo ini. Salah satu syaratnya adalah hasil riset yang dilakukan harus berdampak besar pada perekonomian nasional, seperti peningkatan daya saing produk, peningkatan ekspor, dan penyerapan tenaga kerja. Makanya perusahaan yang mengajukan insentif akan dianalisis terlebih dahulu oleh pemerintah.

Harus diakui bahwa Indonesia masih belum memiliki tradisi riset yang memadai. Padahal tidak ada negara maju yang tidak memiliki kemampuan riset. Data Bank Dunia pada akhir 2017 menyebutkan bahwa dana riset Indonesia hanya 0,3 persen dari PDB. Jumlah yang tertinggal jauh dari Thailand sebesar 0,6 persen, Malaysia 1,1 persen, Cina dua persen, dan Singapura sebesar 2,6 persen.

Dalam Nota Keuangan APBN 2019, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk Kemristekdikti sebesar Rp41,26 triliun. Anggaran tersebut naik dibanding 2018 sebesar Rp39,87 triliun, 2017 sebesar Rp37,7 triliun dan 2016 sebesar 37,67 triliun. Dari nilai tersebut, anggaran untuk penguatan riset dan pengembangan tahun ini hanya dialokasikan sebesar Rp2,01 triliun, naik dari 2018 sebesar Rp1,84 triliun, dan 2017 sebesar Rp1,5 triliun.

Sepertinya besaran anggaran itu belum mampu untuk mengangkat Indonesia menjadi negara yang maju karena risetnya. Oleh karena itu, dibutuhkan peran swsta untuk terlibat secara aktif. Dalam kerangka itulah, insentif pajak jumbo diluncurkan.

Selain riset yang memiliki dampak besar bagi kemajuan industri, pemerintah juga memberikan apresiasi kepada pengusaha yang menggelar program vokasi. Menurut catatan ada 35 kompetensi keahlian yang telah didetailkan untuk memperoleh insentif ini. Kompetensi itu, antara lain, elektronika industri, permesinan, pengecoran, pengelasan, kimia industri, perbaikan dan perawatan audio video, serta perbaikan dan perawatan alat berat.

Pada sektor automotif, insentif diberikan untuk perancangan dan perbaikan automotif elektronika  atau ototronik, perbaikan bodi automotif, dan pembuatan komponen industri automotif. Termasuk kendaraan beremisi rendah seperti mobil listrik.

Pada sektor furnitur, ada kompetensi pembuatan dan desain produk furnitur. Kemudian sektor perkapalan, terdiri dari rancang bangun kapal, konsturksi, pengelasan, kelistrikan, dan instalasi pemesanan kapal. Di luar itu, masih ada sektor tekstil dan garmen, logistik industri, dan lainnya.

Dengan menggenjot program vokasi, pemerintah menargetkan tingkat pengangguran akan semakin menurun. Targetnya tingkat pengangguran dapat berada di kisaran 5%-5,3% pada 2020. Pada 2018, tingkat pengangguran di Indonesia tercatat sebesar 5,3%.

Selain menargetkan penurunan tingkat pengangguran, pemerintah juga menargetkan tingkat kemiskinan tahun 2020 di bawah 9%. Saat ini, tingkat kemiskinan di Indonesia sebesar 9,82%. Sementara itu, tahun depan diperkirakan tingkat kemiskinan akan di bawah 9%.

Sepertinya langkah pemerintah ini mendapat sambutan positif dari kalangan industri. Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengatakan insentif pajak tersebut bermanfaat untuk memudahkan kalangan industri mendapatkan SDM yang sesuai dengan kebutuhan.

Adapun upaya mendorong pendidikan vokasi perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia pada era industri 4.0. Beberapa kemampuan baru yang diperlukan pada era 4.0 seperti penguasaan coding dan financial technology (fintech). Kadin sendiri telah menggandeng 2.614 perusahaan untuk berpartisipasi dalam program vokasi. (E-1)