Penyelenggaraan KTT G20 memberi banyak manfaat langsung bagi Indonesia, khususnya untuk pertumbuhan ekonomi.
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 sudah mendekati puncak penyelenggaraannya, yakni pada 15-16 November 2022. Diperkirakan delegasi yang hadir di perhelatan akbar kelompok negara ekonomi maju di dunia itu mencapai lebih dari 429 delegasi, yang terdiri dari kepala negara dan jajarannya.
Sejak Indonesia menggantikan Italia sebagai Presidensi G20 pada akhir Oktober 2021, hingga menjelang pertemuan puncak, delegasi yang datang ke Indonesia telah mencapai puluhan ribu orang.
Dengan perincian, sebanyak 4.581 orang untuk tingkat pertemuan menteri, 1.212 di pertemuan sherpa, 8.330 delegasi di tingkatan working group, dan 6.436 delegasi di tingkat group meetings, maka total sudah 20.988 delegasi yang menginjakkan kaki ke tanah air.
Para delegasi itu hadir di sejumlah kegiatan. Sebagai Presidensi G20, Indonesia memang telah menggelar 438 pertemuan yang tersebar di 25 kota di seluruh Indonesia.
Dipilihnya 25 kota sebagai tuan rumah sejumlah pertemuan juga bertujuan untuk mengenalkan para delegasi dari mancanegara itu terhadap kekayaan Indonesia dengan keragaman budayanya. Begitu pun dengan potensi wisata dan investasinya.
Bisa dimaklumi, keketuaan G20 benar-benar dimanfaatkan secara optimal oleh Indonesia untuk menggerakkan dan mendorong pertumbuhan ekonominya. Dalam konteks global, Indonesia juga mengajak seluruh dunia untuk bahu-membahu dan mendukung agar pulih bersama dalam menangani pandemi global, Covid-19.
Indonesia juga mengajak dunia untuk tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan, sesuai bunyi tema Presidensi G20 Indonesia, yakni Recover Together, Recover Stronger. Seiring itulah, ada tiga prioritas dari Presidensi G20 Indonesia, yaitu arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi berbasis digital, dan transisi energi. Ketiga isu itu telah dibahas secara intensif mulai tingkatan engagement group, working group, pertemuan tingkat menteri, hingga puncaknya dalam bentuk komunike di KTT G20.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menjelaskan, sejumlah kegiatan yang digelar itu, semua berkaitan dengan KTT G20 dan sudah berlangsung sejak 1 Desember tahun lalu. “Dari sisi ekonomi, seluruh rangkaian acara menjelang penyelenggaraan KTT G20 itu banyak memberikan manfaat langsung bagi Indonesia, terutama mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya, dalam jumpa pers G20Updates secara daring bertajuk Manfaat G20 untuk Masyarakat, di Jakarta, Kamis (3/11/2022)
Susiwijono juga memberikan kenyakinan bahwa dampak positif dari kegiatan Presidensi G20 Indonesia kali ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan ketika negara ini menyelenggarakan Annual Meeting IMF-World Bank 2018 [AM IMF-WB 2018] yang berlangsung pendek. “Bila dibandingkan dengan Annual Meeting IMF-WB 2018, manfaat nyata dari Presidensi G20 Indonesia bisa mencapai 1,5 hingga dua kali lipat bahkan lebih,” jelasnya.
Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian itu pun membeberkan perhitungannya bahwa gelaran G20 diprediksi bisa menciptakan kontribusi senilai USD533 juta atau sekitar Rp7,4 triliun bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Begitu pula dengan konsumsi domestik yang diprediksi naik hingga Rp1,7 triliun.
Nah, bagaimana dampak positif dari sisi sektor pariwisata? Staf Ahli Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Kemaritiman Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Nyoman Shuida menjelaskannya dengan detail.
Menurutnya, penyelenggaraan G20 memberikan dampak maksimal dan langsung bagi masyarakat. Bagi pelaku usaha di sektor pariwisata, gelaran G20 memberikan dampak berupa peningkatan kedatangan wisatawan mancanegara dari 1,8 juta–3,6 juta orang.
Nyoman Shuida juga menambahkan, penyelenggaraan KTT G20 juga telah mendongkrak tingkat keterisian kamar hotel khususnya di Bali. Tingkat hunian hotel naik dibandingkan dengan saat masa pandemi 2021 lalu.
Dia pun mengutip data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Ketika masa pandemi Covid-19 2021, Nyoman Shuida menjelaskan, tingkat keterisian kamar hotel hanya sekitar 20 persen. Kini sudah menyentuh angka di kisaran 70 persen.
“Bahkan, serapan tenaga kerja di sektor pariwisata, khususnya hotel, sudah mencapai sekitar 80 persen. Ketika masa pandemi, kebanyakan pekerja itu dirumahkan,” tambahnya.
Nyoman Shuida juga menambahkan, gelaran G20 di Indonesia juga memberikan tambahan sebanyak 600.000--700.000 lapangan kerja baru. Kegiatan G20 juga memberikan dampak ikutan lainnya berupa meningkatnya kinerja sektor kuliner, fesyen, dan kriya.
Gelaran KTT G20 di Bali juga tidak meninggalkan sektor UMKM. Menurut Susiwiyono, pemerintah juga tidak ingin gelaran G20 hanya menguntungkan pelaku usaha tertentu. Oleh karena itu, sektor UMKM pun ikut disertakan dalam rangkaian kegiatan G20.
“Dari sektor itu saja, tenaga kerja yang terlibat diperkirakan mencapai 33.000 orang. Sektor itu juga didorong untuk bekerja sama dengan investor, apalagi 80 persen investor global itu berasal dari negara G20.”
Tidak dipungkiri, baik pernyataan Susiwijono Moegiarso maupun Nyoman Shuida di atas masih bersifat prediksi terhadap adanya potensi manfaat dilaksanakannya perhelatan dan Presidensi G20 di Indonesia.
Tentunya, kepastian capaian yang riil baru bisa didapatkan setelah dilakukan analisis pasca-pelaksanaan kegiatan G20. Selain evaluasi dampak G20 terhadap masyarakat, perlu juga dilakukan survei kepada negara-negara peserta G20.
Yang jelas, Indonesia sebagai Presidensi G20 patut berbangga adanya kesan yang baik dan mendalam dari para delegasi yang datang dan menghadiri sejumlah pertemuan menjelang pertemuan puncak G20 pertengah November mendatang.
Mereka telah memberikan testimoni atas keramahtamahan bangsa ini selama penyelenggaraan kegiatan menjelang KTT G20 dan itu akan menjadi investasi jangka panjang.
Oleh karenanya, pemerintah harus benar-benar mampu mengelola dengan sebaik-baiknya momentum G20 bagi perekonomian Indonesia, yakni meningkatnya kinerja ekspor, investasi dan pariwisata.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari