upaya merumuskan tata Kelola arus data lintas negara tersebut akan terhambat regulasi atau pengaturan data yang berbeda di tiap negara.
Jakarta, InfoPublik – Indonesia akan berjuang merumuskan tata Kelola yang lebih baik dalam arus data lintas negara di forum Kelompok Kerja Ekonomi Digital atau Digital Economic Working Group (DEWG) G20 2022.
Staf Khusus Kementerian Komunikasi dan Informatika (Jubir Kominfo) sekaligus Co-Chair DEWG G20 2022, Dedy Permadi, mengatakan upaya merumuskan tata Kelola arus data lintas negara tersebut memang akan menemui hambatan regulasi, atau pengaturan data yang berbeda di tiap negara.
“Ada negara yang mengatur (arus data) terbuka, semi terbuka, dan ada juga yang cukup tertutup. Perbedaan pengaturan tata kelola data itu, yang akan didiskusikan di forum (DEWG) G20,” ujar Staf Khusus Kementerian Kominfo dalam Webinar Sofa-Talk “Mengenal Lebih Dalam Isu Arus Data Lintas Negara” di Jakarta pada Jumat (25/2/2022).
Webinar itu, juga dihadiri Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo sekaligus Chair DEWG G20 2022 Mira Tayyiba, Ketua Umum Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja, Ketua Umum Asosiasi Big Data Indonesia (ABDI) Rudi Rusdiah, Anggota Indonesia Internet Governance Forum (ID-IGF), Multistakeholder Advisory Group (MAG) Andi Budimansyah, dan Staff Pengajar dan Perwakilan Kepala Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM) Trevilliana Eka Putri.
Lebih lanjut Dedy menjelaskan, berdasarkan 116 negara yang disurvei Bank Dunia (World Bank) pada 2021, ada 39 negara tergolong memiliki regulasi terbuka atau open transfer of data yang minim pembatasan data lintas negara, misalnya Kamboja, Pakistan, dan Arab Saudi.
Sedangkan untuk negara yang menerapkan kebijakan semi terbuka (conditional transfer) yakni ada 66 negara, termasuk Indonesia, Uni Eropa, Argentina, Korea Selatan, dan Afrika Selatan.
“Di negara conditional trnsfer terdapat kesimbangan keharusan perlindungan data pribadi dan keterbukaan transfer data,” imbuhnya.
Bank Dunia juga mencatat ada 16 negara menerapkan kebijakan data tertutup (limited transfer) yakni terdapat persyaratan ketat tentang aliran data pribadi lintas batas negara untuk perusahaan dan organisasi lainnya, diantaranya Tiongkok, Rusia, dan Vietnam.
Kebijakan yang berbeda tersebut dinilai menjadi hambatan yang harus diperjuangan Indonesia untuk mencapai tata kelola arus data lintes negara yang baik, seiring besarnya jumlah data yang beredar di ruang digital setiap saat.
“Pertukaran data lintas negara itulah yang Indonesia coba perjuangkan di level G20 supaya ada tata Kelola yang lebih baik diantara negara-negara ini,” katanya.
Ketua Umum ABDI Rudi Rusdiah berpendapat, arus data sangat terkait dengan perkembangan teknologi, yang memiliki dua sisi layaknya pedang bermata dua, yakni sisi positif dan negatif.
Pemerintah, melalui DEWG G20 2022 diharapkan mampu menjalankan peran penting untuk meredam sisi negatif arus data lintas negara untuk mempercepat pemulihan ekonomi negara G20 dan negara-negara berkembang.
“Nah ini pentingnya governance atau tata kelola regulasi. Sangat penting itu memeriksa, meredam, kalau bisa menghilangkan sisi negatif teknologi. Internet juga ada governance-nya, bahkan metaverse juga,” tukasnya.
Foto: Tangkapan Layar zoom/webinar/Istimewa