Indonesia.go.id - Cara Terbaik Berikan ASI untuk Bayi

Cara Terbaik Berikan ASI untuk Bayi

  • Administrator
  • Selasa, 11 Juni 2024 | 17:32 WIB
KESEHATAN
  Agar bayi tumbuh dengan sehat, UNICEF mendorong agar air susu ibu (ASI) diberikan secara langsung dan rutin. ANTARA FOTO/ Muhammad Iqbal
Air susu ibu merupakan makanan terbaik dengan gizi lengkap, mulai dari air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, zat antibodi, dan enzim.

Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) menyatakan, negara-negara perlu mendorong penerapan perawatan model kangguru. Mengingat metode ini memungkinkan kontak langsung antara ibu dan bayi yang dapat digunakan bagi bayi prematur atau bayi normal.

Sejatinya, menurut UNICEF, metode itu akan mendorong pemberian air susu ibu (ASI), menurunkan tingkat stres, dan memperkuat ikatan antara ibu dan buah hatinya. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa kontak kulit-ke-kulit dapat dan harus dimulai segera setelah lahir dan bahkan sebelum bayi baru lahir dianggap stabil secara klinis.

UNICEF menjelaskan, kontak antara ibu-bayi seperti ini meningkatkan pengaturan suhu tubuh, mencegah infeksi, menstimulasi produksi ASI, dan menghasilkan efek fisiologis, perilaku, psikososial, dan perkembangan saraf yang positif. Pola seperti ini dapat mengurangi risiko kematian neonatal sebesar 40 persen.

Berdasarkan data dari Maternal Perinatal Death Notification (MPDN) atau  Sistem Pencatatan Kematian Ibu Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah kematian ibu pada 2022 mencapai 4.005 dan di 2023 meningkat menjadi 4.129. Sementara itu, untuk kematian bayi pada 2022 sebanyak 20.882 dan pada 2023 tercatat 29.945. Jumlah kasus kematian ibu dan bayi di Indonesia masuk tiga besar di ASEAN.

Oleh karena itu, banyak manfaat pemberian ASI bagi bayi. Pasalnya, ASI merupakan makanan terbaik dengan gizi lengkap, mulai dari air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, zat antibodi, dan enzim. Tubuh ibu sudah disiapkan bisa memberikan ASI saat bayi lahir ke dunia.

Kandungan ASI sangat dibutuhkan untuk tumbuh kembang bayi, seperti perkembangan otak dan mata. Oleh karena itu, para ibu sebaiknya dapat menjaga kualitas nutrisi ASI dengan memerhatikan cara memberikan ASI yang sesuai rekomendasi Kemenkes.

Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kemenkes, dr. Lovely Daisy, MKM menjelaskan, perubahan bentuk makanan dapat melalui banyak tahapan proses, yang mana akan berpengaruh terhadap kandungan nilai gizi. Hal tersebut juga perlu diperhatikan dalam pemberian ASI.

“ASI dalam bentuk olahan lain, pertama, ASI dibekukan. ASI yang dibekukan di freezer mempunyai risiko menurunnya kandungan protein, zat gizi dan zat aktif lainnya yang tergantung pada tempat dan lama penyimpanan,” jelas Daisy seperti dikutip dari laman Kemenkes, Rabu (29/5/2024).

Langkah kedua, ASI dikeringkan. ASI ini dikeringkan melalui proses pembekuan dan pengeringan. Serangkaian perubahan fisik tersebut, tentunya akan meningkatkan risiko perubahan komponen utama ASI, seperti pecahnya membran gumpalan lemak dan perubahan misel kasein, penurunan komposisi faktor bioaktif protein.

Rekomendasi terbaik dalam pemberian ASI adalah ibu sebaiknya menyusui bayi secara langsung. Ibu menyusui bayi secara langsung karena dapat membangun ikatan batin antara ibu dan bayi.

Menyusui langsung sang bayi juga menurunkan risiko penyakit degeneratif pada bayi. Efeknya bagi sang ibu, menyusui dapat menurunkan risiko kanker ovarium dan payudara.

ASI Perah

Menyusui merupakan salah satu rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) pemberian makan bayi dan anak, yang mana ASI merupakan makanan utama dan terbaik bagi bayi usia 0--6 bulan, pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) mulai usia 6 bulan serta pemberian ASI yang dilanjutkan sampai usia 2 tahun.

Proses menyusui dimulai dari Inisiasi Menyusu Dini, yaitu proses kontak kulit ke kulit antara ibu dan bayi segera setelah bayi lahir selama minimal satu jam. Proses ini memudahkan ibu untuk mulai menyusui dan menyusui eksklusif lebih lama.

Jika bayi tidak mendapatkan ASI, maka berisiko terserang penyakit-penyakit infeksi, misalnya diare, infeksi saluran pernapasan atas, dan infeksi lainnya. Bayi dapat mengalami masalah gizi dan berisiko mengalami alergi dan intoleransi laktosa. Tidak mendapatkan ASI, bayi berisiko lebih tinggi mengalami penyakit kronis seperti obesitas dan diabetes saat dewasa.

Menyimpan ASI

Sementara itu, bagi ibu yang terhambat menyusui secara langsung, salah satunya ibu pekerja, pemberian ASI dapat dilakukan dengan ASI Perah (ASIP). ASI perah adalah ASI yang diperas, kemudian disimpan dan diberikan kepada bayi sesuai dengan kebutuhannya.

ASI perah merupakan salah satu cara efektif yang dilakukan oleh ibu menyusui yang memiliki kesibukan di luar rumah. Merujuk buku saku Pemberian Makan Bayi dan Anak (PMBA) untuk Kader terbitan Kemenkes RI tahun 2021, ASI yang baru diperah dan disimpan dalam cooler bag, bisa disimpan selama 24 jam.

ASI perah dalam ruangan (ASIP segar) tahan 4 jam dengan suhu 27 derajat sampai 32 derajat Celsius, sedangkan pada suhu kurang dari 25 derajat Celsius tahan 6--8 jam. ASI perah tahan 2--3 hari ketika ditaruh pada kulkas bagian lemari pendingin dengan suhu kurang dari 4 derajat Celsius.

ASIP yang ditaruh di freezer pada kulkas satu pintu, bisa disimpan selama 2 minggu dengan suhu di bawah titik beku, -15 derajat sampai 0 derajat Celsius. ASI perah yang disimpan di freezer pada kulkas dua pintu dapat bertahan 3--6 bulan dengan suhu -20 derajat sampai -18 derajat Celsius.

Satu hal, bagi bayi baru lahir, tidak boleh diberikan makanan lain. Dalam hal ini, bayi baru lahir sampai dia berusia enam bulan, hanya diberikan ASI saja atau istilahnya ASI eksklusif. ASI eksklusif, artinya bayi hanya diberikan ASI saja, tanpa ada tambahan makanan dan minuman lainnya (kecuali obat obatan dalam bentuk sirup), dan diberikan saat bayi berumur 0--6 bulan. Pada usia ini, bayi tidak membutuhkan makanan lain, kecuali ASI.

Ketika bayi diberikan makanan lain selain ASI tetap dilakukan, maka dapat meningkatkan risiko terjadinya sejumlah infeksi pada bayi. Bayi dapat terkena diare dan meningitis. Tak hanya itu saja, bayi lebih mungkin mengalami intoleransi, bahkan bisa juga mengakibatkan alergi seperti eksim.

 

 

Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari