Sesak napas, nyeri dada, badan melemah, napsu makan berkurang, berat badan turun, dan acap berkeringat mesti tidak beraktivitas berat merupakan gejala TBC.
Tuberkulosis atau TBC merupakan salah satu penyakit gangguan pernapasan yang bersifat menular dan disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Melansir data Organisasi Kesehatan Dunia tahun 2022, tiap 33 detik terdapat satu orang di Indonesia terjangkiti TBC atau diperkirakan ada sebanyak 969.000 kasus. Sedangkan dalam Global Tubercolosis Report 2023, WHO menempatkan Asia Tenggara sebagai kawasan dengan kasus TBC tertinggi secara global. Angkanya mencapai 46 persen dengan kasus paling banyak ditemukan di Indonesia (10 persen) serta Filipina (7 persen).
Jika mengutip angka yang tersaji pada website TB Indonesia yang dikelola Kemenkes diterangkan bahwa saat ini ada sebanyak 1.060.000 orang dengan TBC dan 31.000 dengan TBC Resisten Obat (RO). Sebanyak 86 persen berhasil disembuhkan meski harus berobat selama berbulan-bulan dengan aturan ketat dalam mengonsumsi obat. Penyakit ini sering menyerang organ paru manusia dan jika tidak ditangani secara tepat, maka bakterinya dapat menjalar kepada sistem saraf pusat, jantung, tulang belakang, kelenjar getah bening dan hinggga ke selaput otak.
TBC bukanlah penyakit keturunan dan bisa menyerang siapa saja, laki-laki atau perempuan, tua-muda, anak-anak dan dewasa. Gejala paling umum seseorang terjangkit TBC adalah sesak napas dan nyeri pada dada, batuk bercampur darah, kondisi badan melemah, napsu makan berkurang dan berat badan turun, dan acap berkeringat mesti tidak melakukan aktivitas berat. Bakteri penyebab TBC menyebar melalui droplet ketika kita sedang berinteraksi.
Beberapa faktor menjadi penyebab bagi peningkatan risiko penularannya seperti melemahnya sistem kekebalan tubuh atau seseorang yang memasuki kawasan dengan kasus TBC tinggi. Selain itu, mereka yang masuk kategori perokok aktif maupun pasif dapat terserang TBC dan mereka yang bekerja pada fasilitas layanan kesehatan dan mengharuskan berkontak erat dengan orang yang sedang sakit. Terakhir adalah mereka yang tinggal bersama pengidap TBC itu sendiri.
Pakar kesehatan dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dr Wahyuni Indawati mengatakan, sebanyak 90 persen kuman TBC akan masuk melalui saluran napas dan berakhir di paru. "Kuman akan menyebar ke seluruh tubuh dan organ lain misalnya otak, ginjal, mata, tulang dan bakal menimbulkan penyakit yang berujung pada kecacatan atau bahkan kematian," ucap Wahyuni seperti diberitakan Antara.
Pemerintah telah melakukan sejumlah upaya untuk menekan penularan TBC. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi mengatakan, pihaknya meningkatkan upaya investigasi kontak yaitu sebuah kegiatan pelacakan pada orang-orang yang mempunyai hubungan cukup erat dengan penderita TBC. Ini dilakukan untuk menurunkan angka insiden TBC dan memutus rantai penularan TBC sehingga kasusnya tidak bertambah.
Sementara itu, pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mendorong basis komunitas untuk lebih berkontribusi dalam pengendalian TBC di lingkungan masing-masing. Caranya, membentuk Kampung Siaga TBC pada 267 Rukun Warga (RW) di Jakarta. Hal tersebut dilakukan lantaran berdasarkan data pihak Dinkes DKI, pada 2023 lalu terdapat 60.420 pasien TBC baru dari seluruh pasien terduga yang menjalani pemeriksaan.
Kepala Dinkes DKI Ani Ruspitawati mengungkapkan, terdapat 535 dari setiap 100.000 penduduk Jakarta menderita TBC dan angka tersebut harus mampu dieliminasi pada 2030 menjadi 65 kasus per 100.000 penduduk. Kini, sebanyak 12 rumah sakit telah menggelar layanan TBC-RO dengan sistem rawat inap secara penuh.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini