Jaringan Asia, adalah sebutan mendiang Denys Lombard (1938-1998), peneliti Asia Tenggara asal Prancis, untuk menggambarkan kompleksnya persilangan budaya di Nusantara yang terjadi setidaknya ratusan tahun sebelum Masehi.
Dalam buku Nusa Jawa Silang Benua Jilid II: Jaringan Asia (1996), Lombard mengatakan, sekalipun belum bisa disusun dengan pasti penjelasan tentang awal mula penghuni Nusantara, sudah jelas bahwa pada kurun waktu seribu tahun pertama sebelum Masehi, daerah itu sudah termasuk suatu kawasan budaya besar, yang rentangannya mengandaikan adanya hubungan laut yang tetap.
Pacung dan Sambiran adalah nama dua desa yang terletak di kawasan pantai utara Bali. Dari dua desa inilah para ahli arkeologi menemukan bukti bahwa apa yang diperkirakan Lombard benar adanya.
Entah kebetulan atau tidak, penjelasan Lombard tentang jejak-jejak indianisasi pada masa sejarah awal Nusantara memperlihatkan lokasi-lokasi di kepulauan Nusa Tenggara termasuk Bali di dalamnya sebagai tempat bagi temuan-temuan kendang perunggu yang menunjukkan kompleksitas masyarakat yang "mengimpornya".
Artikel yang ditulis Bagyo Prasetyo dan Ambra Calo, di situs Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, memperlihatkan bahwa pantai utara Bali, di wilayah sekitar Sembiran dan Pacung, yang merupakan bagian dari Singaraja saat ini, pernah menjadi bagian dari jaringan awal perdagangan Trans-Asiatic kuno.
Benda-benda yang ditemukan di beberapa situs penggalian di dua desa yang berdekatan itu menunjukkan bahwa kawasan ini selambat-lambatnya sekitar seratus tahun sebelum Masehi telah menjadi kawasan persinggahan yang ramai. Sejumlah kapal dagang dari berbagai wilayah, baik mancanegara maupun sekitar nusantara, telah meramaikan bandar yang terkenal keindahan alamnya.
Keramik India Kuno
Sambiran dan Pacung adalah dua desa berdekatan yang terletak di Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Jaraknya sekitar 24 (dua puluh empat) kilometer dari Kota Singaraja arah Amlapura. Jika orang ingin berangkat dari Denpasar, waktu tempuhnya sekitar tiga jam dengan kendaraan pribadi. Jika menggunakan kendaraan umum perlu waktu tambahan untuk melakukan transit dari Kota Singaraja menuju Tejakula.
Tim gabungan yang telah menemukan bukti adanya aktivitas bandar kuno itu adalah gabungan dari Pusat Arkeologi Nasional dan tim dari Australian National University. Beberapa peneliti lain dari Balai Arkeologi Denpasar Universitas Udayana serta beberapa peneliti mancanegara lain juga ikut serta.
Dua tahun, yakni kurun 2012-2013, adalah waktu yang mereka perlukan untuk mengungkap misteri yang terpendam di wilayah tanjung utara Bali ini.
I Wayan Ardika, arkeolog senior Bali, yang telah melakukan penggalian arkeologi di Pacung dan Sambiran sejak akhir 80-an menyimpulkan bahwa temuan keramik-keramik India, manik-manik batu dan gelas, sampai dengan hiasan emas penutup mata yang ditemukan di Pacung dan Sembiran kemudian beberapa tempat lain seperti Gilimanuk, Pangkungliplip, dan Margatengah, menguatkan kesimpulan tentang terjadinya kontak yang sangat awal antara Bali dengan India.
Sedangkan Semburan dan Pacung, yang tepatnya terletak di sebelah timur laut Bali, diduga kuat adalah sebuah bandar yang ramai dan kosmpolitan karena meninggalkan peninggalan-peninggalan keramik dan perhiasan yang mungkin paling besar jumlahnya di seluruh Asia Tenggara.
Kontak dengan Asia Barat
Penggalian yang dilakukan tim gabungan adalah tindak lanjut dari temuan sebelumnya yang memperlihatkan kontak yang erat dengan negara-negara di kawasan India atau Asia Barat. Temuan itu adalah sejumlah 20 (dua puluh) lempengan dari perunggu yang mempunyai inskripsi atau catatan tertulis kuno.
Para ahli memperkirakan lempengan perunggu itu berasal dari kurun 922-1181 Masehi. Sejak tahun 1965, inskripsi yang ditemukan sejak zaman Belanda itu disimpan di dua desa, yakni Desa Julah dan Sembiran. Masing-masing menyimpan separuh bagian atau 10 inskripsi.
I Wayan Ardika adalah orang yang mampu membaca keterangan apa yang ada di beberapa temuan inskripsi itu. Misalnya inskripsi yang disebut Sambiran A, menjelaskan tentang adanya pasar dan petugas pasar di Desa Julah. Di sana juga disebutkan aturan-aturan membuang sauh dan muatan-muatannya. Inskripsi itu pula menjelaskan tentang kehidupan orang Julah yang tinggal di dalam benteng untuk melindungi dari serangan musuh.
Prasasti Sambiran A II menyebutkan istilah banigrama. Istilah ini ternyata juga ditemukan di temuan-temuan arkeologi yang ada di Jawa Timur, terutama yang ada di sekitar pesisir atau pelabuhan. Istilah banigrama inilah yang menunjukkan bahwa catatan yang diperkirakan berasal dari abad 10 Masehi ini memperlihatkan telah adanya kontak yang kompleks dengan pedagang-pedagang mancanegara. Di antaranya dari Campa, Khmer, Mon, Sinhala, Bengali, Kalinga, Podkira, Karnataka, Dravida, dan Arya.
Sedangkan, inskripsi Sembiran C memperlihatkan aturan-aturan tentang barang muatan kapal. Di sana disebutkan tentang petugas-petugas yang memeriksa kargo dan muatan yang disebut sebagai samgat badwa haji dan kabayan gosti.
Temuan lain yang cukup menarik dari situs Pacung dan Sambiran adalah sebuah gigi yang diperkirakan berasal dari seorang laki-laki pedagang yang berasal dari India. Penelitian jejak genetik di yang ada di gigi itu dilakukan oleh Lansing dan kawan-kawan pada 2004.
Merentang Seribu Tahun Lebih
Temuan-temuan arkeologis dari Pacung dan Sambiran sampai saat ini menunjukkan bahwa kontak global antara Nusantara atau Asia Tenggara dan Cina daratan hingga Asia Barat telah membawa banyak perubahan yang kompleks dalam tatanan masyarakat di Jawa dan Bali pada milenium pertama masehi.
Barang-barang impor seperti keramik-keramik jambang, manik-manik batu maupun kaca, perhiasan penutup mata, sampai dengan berbagai perhiasan metal khas bangsawan memperlihatkan adanya persilangan budaya yang salah satu pengaruhnya adalah mengubah teknologi metalurgi.
Temuan-temuan yang memperlihatkan keterkaitan khusus dengan India pada sekitar abad ke 9 Masehi memperkuat teori tentang Nusantara sebagai salah satu bagian tak terpisahkan dari peradaban Buddha pada masa itu. Salah satu bukti yang menguatkan adalah adanya inskripsi-inskripsi yang menunjukkan kesesuaian teks dengan inskripsi yang ditemukan di bagian benua yang lain.
Pembacaan lain, memperlihatkan periode akhir abad ke-9 sebagai periode perkembangan sistem negara ala India yang mulai berkembang di Bali. Salah satu perkembangan yang menarik adalah istilah-istilah India seperti waranasi, nalanda, dan amarawati yang berkembang menjadi nama-nama desa di Bali. Temuan-temuan inilah yang menguatkan tesis bahwa pada abad ke-9 terjadi kontak yang sangat intensif antara Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara dengan India. (Y-1)