Beribu-ribu lampion hias warna merah cabai, dalam berbagai bentuk dan ukuran, terpajang di kios-kios yang berjajar di tepi jalan Pasar Petak 9 Petamburan, Glodok, Jakarta. Sejak memasuki awal Februari, segala pernak-pernik barang properti untuk menyambut Sin Cia, tahun baru masyarakat Tionghoa, yang ke-2.572, bertaburan di pasar kecil itu. Sin Cia 2021 ini bertepatan dengan 12 Februari.
Lampion-lampion merah cabai itu berjajar rapi dan bergantungan pada bilah-bilah kayu. Di bawahnya terhampar kemasan kudapan-kudapan khas untuk prosesi hari besar Imlek: kue keranjang, kue lapis legit, yusheng (salad ikan), manisan segi delapan, dan masih banyak lainnya. Tak ketinggalan, ada ikat kepala, baju-baju tradisional, aksesori, kertas bertuliskan doa-doa, lilin, hio, dan tentu saja angpau. Semuanya berwarna merah cabai.
Orang hilir mudik datang. Kebanyakan kalangan Tionghoa, sebagian terbesar warga Jakarta, tapi ada pula yang datang dari Karawang, Bekasi, Bogor, dan Tangerang. “Mumpung belum terlalu ramai,” begitu alasan Rudi Tandiyono, lelaki 50 tahunan, yang datang mengendarai Kijang Innova miliknya dari Bekasi Timur untuk memborong kue-kue Imlek. “Buat orang rumah saja,” katanya.
Imlek, atau ada yang menyebutnya Sin Cia, adalah hari raya bagi masyarakat Tionghoa. Secara resmi, Sin Cia mulai dilembagakan sejak 2.571 tahun silam bersamaan dengan tumbuhnya sistem kepercayaan konfusianisme (Konghucu). Namun banyak pendapat yang menyebut, upacara Sin Cia sudah ada sejak era Dinasti Xia, seribu tahun sebelum Konghucu.
Kemeriahan menyambut Imlek pun telah menjadi bagian dari tradisi masyarakat Tionghoa di mana pun mereka berada, termasuk yang di Indonesia. Perayaan umumnya dipusatkan di vihara-vihara tempat para pemeluk Konghucu melakukan aktivitas spiritualnya. Namun, tak berarti yang di luar Konghucu tak merayakannya.
Rudi Tandiyono beragama Nasrani tak pernah absen merayakan Imlek. Dulu, kata Rudi, acara Imlek acap digelar di rumah kakeknya di Kota Tangerang. Setelah sang kakek meninggal, dia tetap merayakan Imlek bersama anak istri. Perayaan bisa dilakukan di rumah ayahnya, yang juga ada di Tangerang, atau ramai-ramai bersama keluarga besar menyewa vila di sejumlah kawasan wisata, seperti Puncak, Bogor, Lembang Bandung, ataupun di Bali.
‘’Tapi tahun 2021 ini, saya sudah bilang ke mama dan papa, kita rayakan di rumah sendiri,” kata Rudi, yang sehari-harinya mengoperasikan bengkel dan toko spareparts mobil dan motor itu.
Dia bahkan sudah mengumumkan ke kerabatnya tak akan mengelar open house di rumahnya. “Kita tak mau habis senang-senang Sin Cia terus ada yang masuk rumah sakit karena Covid-19,” katanya.
Jauh-jauh hari sebelumnya, Harjanto Halim, tokoh masyarakat Tionghoa di Semarang, sudah mengeluarkan seruan pada tokoh-tokoh di komunitasnya agar tidak menggelar keramaian pada Imlek 2021. “Kami meminta umat untuk merayakan di rumah saja, merayakanya bersama keluarga inti. Walaupun dekat, kami pun meminta agar tidak saling berkunjung. Kalau kangen, lewat video call atau zoom meeting saja," ujarnya,seperti dikutip iNew.Jateng.id, pada Jumat (5/2/2021).
Harjanto Halim mengaku sudah menerima edaran dari Pemprov Jawa Tengah untuk tidak menggelar keramaian Imlek. “Kami tentu menghormati keputusan pemerintah, kami bisa menerimanya, karena kami juga tidak ingin perayaan Imlek justru akan menimbulkan klaster baru,” kata Harjanto.
Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) memastikan, bakal mengikuti imbauan pemerintah untuk menggelar perayaan Imlek 2021 secara virtual untuk mencegah potensi penyebaran virus corona (Covid-19) , “Matakin dari awal sudah mengimbau agar perayaan Imlek dilaksanakan di rumah,” kata Ketua Umum Matakin Budi Santoso Tanuwibowo.
Budi mengatakan, telah berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, terkait perayaan Imlek secara virtual. Atas dukungan para pejabat pemerintahan, Matakin pun bekerja sama dengan sejumlah stasiun televisi nasional untuk menggelar acara prosesi ritual Imlek secara live dan virtual. “Acara puncak itu kita gelar pada 14 Februari,” ujar Budi Santoso.
Ketika menyampaikan pesan untuk Imlek, dari Istana Kepresidenan pada hari Kamis (4/2/2021), Menteri Kesehatan Budi Gunawan Sadikin juga menekankan agar segala kegiatan dilakukan tanpa menimbulkan kerumunan. Pelibatan orang bisa dilakukan secara virtual. “Sekarang ini semua bisa dilakukan secara digital dan itu mudah sekali,” kata BGS, sapaan Budi Gunawan, yang hari itu didampingi Menteri Agama Yaqut Qoumas.
Sebagai profesional yang sejak usia muda bekerja di lembaga keuangan dan bergaul dengan masyarakat Tionghoa, BGS mengatakan dapat memahami keceriaan Imlek, dengan tradisi sosial membagi-bagi angpau berisi uang, dari orang tua pada anak, dari abang ke adik, para paman kepada keponakan, atau dari orang yang lebih tua kepada yang lebih muda. Tradisi itu mempererat kekerabatan.
Diyakini, keriaan tradisi angpau itu tak harus terputus akibat acara Imlek yang serba virtual. Bahkan mengirim angpau secara digital, menurut Menkes BGS, sangat mudah untuk dilakukan. Namun kalau ingin dianggap lebih punya sentuhan pribadi, amplop merah itu bisa dikirimkan melalui jasa kurir.
“Amplop merah itu dapat dikirim lewat ojek online, misalnya,” kata Menkes BGS. Selain akan lebih afdol, cara itu juga memberikan penghasilan tambahan bagi ribuan driver ojek online. Toh untuk memastikan semuanya sesuai, pengawasan langsung di lapangan tetap diperlukan.
Penulis: Putut Tri Husodo
Redaktur: Ratna Nuraini/ Elvira Inda Sari