Air merupakan kebutuhan primer manusia yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, di antaranya untuk minum dan sebagai bahan baku utama dalam produksi pangan olahan.
Maka dari itu, air menjadi kebutuhan dasar yang harus dipenuhi dengan mempertimbangkan segi kualitasnya sesuai persyaratan yang telah ditetapkan.
Kebutuhan air minum dapat terpenuhi dengan adanya produk air minum dalam kemasan yang saat ini diproduksi dalam jumlah besar.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, sepanjang 2019 penjualan produk AMDK mencapai 33 miliar liter atau naik 10 persen dibandingkan 2018 yang sebesar 30 miliar liter. Secara volume, konsumsi AMDK menyumbang 85 persen dari total konsumsi minuman ringan di Indonesia.
Konsep menjual air dalam bentuk kemasan atau AMDK pertama kali diperkenalkan oleh pengusaha nasional mendiang Tirto Utomo, pada 23 Februari 1973.
Perlu waktu yang lama bagi industri AMDK untuk bisa diterima di masyarakat. Dalam catatan Asosiasi Perusahaan AMDK Indonesia (Aspadin), sejak 5 tahun diperkenalkan, usaha AMDK hanya mampu membangun lima unit pabrik. Baru pada 10 tahun sejak diperkenalkan, tumbuh sebanyak 122 pabrik yang dibangun oleh tiga perusahaan besar AMDK.
Menurut Ketua Umum Aspadin Rachmat Hidayat, saat ini terdapat 700 perusahaan AMDK di seluruh Indonesia yang menjadi anggota Aspadin dan 85 persen adalah industri kecil dan menengah (IKM).
Masifnya produksi AMDK menjadikan produk ini tergolong dalam kategori pangan risiko tinggi. Selain banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas, bahan baku AMDK berpotensi mengalami cemaran karena adanya perubahan kondisi lingkungan.
Untuk itu, pemerintah melakukan pengawasan terhadap setiap produk AMDK yang beredar di masyarakat dengan tujuan melindungi masyarakat/kepentingan publik sekaligus mendorong daya saing produk.
Kegiatan pengawasan air itu meliputi pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya air dan air baku dan pengawasan terhadap kualitas air bersih yang akan digunakan untuk hygiene sanitasi.
Begitu pula pengawasan terhadap kualitas air sebagai bahan baku produksi, dan pengawasan terhadap produk pangan berbasis air, termasuk AMDK.
Wajib Lolos SNI
Kemenperin telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 78 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Air Mineral, Air Demineral, Air Mineral Alami, dan Air Minum Embun secara Wajib.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Abdul Rochim memastikan produk AMDK yang beredar di pasar dalam negeri saat ini sudah memenuhi SNI 3553:2015, SNI 6241:2015, SNI 6242:2015, dan SNI 7812:2013.
Penyusunan standar mutu AMDK dilakukan oleh komite teknis yang terdiri dari berbagai stakeholder, antara lain, pemerintah, akademisi atau ahli di bidang keamanan pangan, masyarakat, dan produsen.
Selain itu, dalam penyusunan SNI wajib untuk produk AMDK, juga menggunakan beberapa referensi standar internasional dari Codex Alimentarius Committee, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dan aturan lain yang umum digunakan dalam penyusunan standar keamanan pangan di berbagai negara.
Pengujian parameter SNI dilakukan melalui laboratorium yang telah ditunjuk dan telah mendapatkan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) untuk metode pengujian dan peralatan pengujian yang digunakan.
Bahkan, untuk memastikan kualitas produk AMDK, dilakukan pengawasan dan pengujian secara berkala terhadap air baku, proses produksi dan produk yang beredar sesuai Peratuan Menteri Perindustrian Nomor 4 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengawasan Pemberlakuan Standardisasi Industri secara Wajib.
Mengawasi Peredaran
Tak hanya Kemenperin yang melakukan pengawasan terhadap AMDK. Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) juga dilibatkan. Salah satunya pengendalian aspek keamanan dan mutu AMDK sepanjang product life cycle dan menjadi satu kesatuan siklus mata rantai yang tidak dapat dipisahkan.
Badan POM juga telah melakukan percepatan perizinan, antara lain, melalui penyederhanaan proses registrasi. Meskipun demikian, aspek perlindungan kepada masyarakat tetap menjadi fokus perhatian BPOM dengan memperkuat pengawasan post-market, kata Kepala BPOM Penny S Lukito.
Pengawasan BPOM terhadap AMDK meliputi aspek standardisasi produk dan standardisasi proses produksi. Standar produk dikembangkan melalui risk assessment yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan isu strategis.
Dilanjutkan dengan pengawasan pre-market yang melibatkan beberapa pihak, antara lain, Lembaga Sertifikasi Produk (LSPRO) sebagai penerbit sertifikat SNI, BPOM, sebagai penerbit sertifikat pemeriksaan sarana baru (PSB).
Sedangkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai penerbit sertifikat halal, serta Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM sebagai penerbit sertifikat merek.
Setelah produk beredar, BPOM melakukan pengawasan post-market yang terdiri dari pemeriksaan sarana produksi, pengawasan di peredaran yang meliputi pemeriksaan sarana distribusi/ritel, sampling, dan pengujian.
Ada juga monitoring label dan iklan produk AMDK, serta kegiatan surveilans. Termasuk penanganan kejadian luar biasa (KLB) atau keracunan akibat pangan. Semua siklus ini dilakukan berkesinambungan untuk memastikan AMDK yang beredar aman untuk dikonsumsi.
Di Indonesia saat ini terdapat empat jenis industri AMDK yang diakui yaitu air mineral alami, air mineral, air demineral, dan air minum embun yang standarnya telah diatur melalui SNI.
Badan POM mencatat ada 7.780 produk AMDK yang terdaftar yang diproduksi oleh 1.032 perusahan di seluruh Indonesia.
Sebanyak 99,5 persen merupakan produk dalam negeri dengan jenis AMDK terbanyak adalah air mineral yaitu 6.092 produk atau 78,30 persen.
Berikutnya adalah air demineral sebanyak 1.492 produk (19,18 persen) dan air mineral alami hanya terdapat 45 produk (0,58 persen). Terakhir adalah air minum embun dengan 3 produk atau 0,04 persen serta jenis AMDK air minum pH tinggi sebanyak 148 produk (1,90 persen).
Melihat banyaknya jumlah merek AMDK yang disetujui dan beredar di Indonesia, di mana masing-masing memiliki standar yang berbeda, pengawasan AMDK harus mampu memberikan perlindungan kepada masyarakat. Termasuk penggunaan AMDK yang tepat sesuai kandungan mineral yang terdapat di dalamnya.
Belum lagi berkembangnya isu mikroplastik pada air bersih (air ledeng) yang dapat menjadi bahan baku AMDK dan isu residu hormon yang mencemari sungai sebagai bahan baku air bersih. Hingga beredarnya hoaks terkait dengan AMDK yang merisaukan masyarakat, serta iklan AMDK dengan klaim berlebihan atau menyesatkan, misal dapat menyembuhkan beberapa penyakit tertentu.
Karena itu pemerintah terus berupaya melindungi masyarakat termasuk memastikan keamanan dan mutu produk pangan berbasis air di sepanjang rantai pangan.
Badan POM juga mengajak masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dan tidak mudah terpengaruh oleh iklan/promosi, berita, artikel, maupun video di media sosial yang menyesatkan.
Penulis: Anton Setiawan
Editor: Firman Hidranto/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini