Generasi milenial dengan penguasaan teknologi internet yang lebih baik dari generasi sebelumnya dilibatkan pemerintah untuk ikut membantu mempromosikan destinasi wisata di tanah air.
Pandemi akan menjadi peristiwa tak terlupakan bagi para pelaku sektor pariwisata di tanah air. Dalam kurun 1,5 tahun terakhir, pariwisata menjadi salah satu sektor paling terdampak dari menyebarnya SARS COV-2, virus mematikan asal Wuhan, Tiongkok.
Sebelum terjadinya pandemi, pariwisata adalah primadona devisa Indonesia dari sektor nonmigas. Sampai akhir 2019, sekitar 16,11 juta wisatawan mancanegara berbondong-bondong masuk ke tanah air dan memberikan pendapatan kepada Indonesia sebesar USD20 miliar atau Rp280 triliun.
Laporan terbaru Badan Pusat Statistik menyebutkan terjadi penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia pada Juni 2021. Ada penurunan sebesar 10,04 persen dibandingkan bulan sama pada 2020. Jika dibandingkan keadaan Mei 2021, jumlah kunjungan wisman Juni 2021 juga mengalami penurunan sebesar 7,71 persen.
Secara kumulatif yaitu Januari–Juni 2021, jumlah kunjungan wisman mencapai 802.380 orang. Angka ini turun drastis 74,33 persen jika dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman periode sama di 2020 sebesar 3,13 juta orang.
Tingkat penghunian kamar (TPK) hotel klasifikasi bintang di Indonesia Juni 2021 mencapai rata-rata 38,55 persen. Atau meningkat sebesar 18,85 persen dibandingkan dengan TPK Juni 2020 yang tercatat sebesar 19,70 persen. Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, Mei 2021, TPK Juni 2021 juga mengalami peningkatan sebesar 6,58 persen.
Untuk rata-rata lama menginap tamu asing dan Indonesia di hotel klasifikasi bintang selama Juni 2021 mencapai 1,68 hari. Atau menurun tipis sebesar 0,01 persen jika dibandingkan dengan keadaan pada Juni 2020 yang tercatat sebesar 1,69 hari.
Pemerintah tentu saja tidak tinggal diam dengan kondisi seperti ini. Melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN), pemerintah memasukkan sektor pariwisata sebagai satu di antara beberapa sumber devisa yang perlu dibantu pemulihannya. Satu di antara upaya pemulihan itu adalah ikut dilibatkannya generasi milenial untuk membantu mempromosikan sektor pariwisata.
Badan Pusat Statistik mendefinisikan generasi milenial adalah mereka yang lahir antara 1981 hingga 1996. Sedangkan generasi Z adalah mereka yang lahir rentang 1997--2012. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 2020, dari 270,2 juta jiwa populasi Indonesia saat ini, sebanyak 53,81 persen di antaranya merupakan gabungan dari kedua generasi di atas tadi. Rinciannya sebanyak 27,94 persen diisi oleh generasi Z dan 25,87 persen lainnya masuk dalam kategori generasi milenial.
Pelibatan generasi dengan rentang usia di bawah 40 tahun itu tentu bukan tanpa alasan. Mereka mempunyai ketergantungan terhadap internet yang tinggi, mencapai 93,9 persen. Keseharian mereka diwarnai dengan berselancar di dunia maya, memasuki platform-platform media sosial populer seperti Instagram, Facebook, Whatsapp, dan lainnya.
Anak-anak muda ini adalah bagian dari 202 juta rakyat Indonesia yang telah melek internet, dengan 176 juta jiwa di antaranya aktif bermedsos. Bagi anak-anak muda, medsos telah menjadi tempat untuk mengaktualisasikan diri, eksistensi dan pengakuan terhadap apa yang telah dikerjakan. Tindakan ini disebut sebagai sociomateriality atau kegiatan yang tak bisa dilepaskan dari sesuatu hal berbau teknologi. Misalnya, pemanfaatan gawai atau gadget untuk kepentingan aktualisasi diri.
"Mereka ini senang bereksplorasi, seperti mencari tempat-tempat dengan pemandangan menarik dan masih sedikit dikunjungi. Kemudian mereka akan berswafoto dan mengunggahnya di media sosial," kata pemerhati komunikasi Henri Subiakto saat menjadi pembicara dalam webinar "Peran Penting Milenial dalam Memajukan Pariwisata di Era Digital" yang digelar Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Kamis (12/8/2021).
Henri yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Airlangga pada 30 April 2016 ini mengatakan, unggahan gambar dari aksi swafoto di medsos itu tentu akan mendapatkan atensi dari sejawat para milenial. Jika hasil fotonya menarik dan diberi banyak tanda like, maka akan menjadi salah satu cara berpromosi unik bagi tempat yang dikunjungi anak-anak muda tadi.
Pria kelahiran Yogyakarta, 29 Maret 1963 itu menggambarkan kekuatan pengaruh kelompok milenial dalam aktivitas medsos. Pada sebuah kesempatan, ia mendapatkan fakta bahwa beberapa duta besar dari Uni Eropa mengirim sejumlah pegiat medsos di Indonesia ke benua Biru. Tujuannya agar para pegiat medsos yang kerap disebut influencer itu dapat mempromosikan destinasi wisata unggulan di sana kepada masyarakat di Indonesia.
Wisata Gaya Baru
Pandemi juga telah melahirkan sejumlah ide baru dalam berwisata dengan anak-anak milenial sebagai penggerak utama. Diberlakukannya berbagai kebijakan untuk membatasi pergerakan masyarakat demi mencegah penyebaran virus corona memunculkan beberapa istilah baru dalam menikmati destinasi wisata.
Misalnya, berlibur ke tempat-tempat yang tidak jauh dari tempat tinggal, bisa berupa menginap di objek wisata pegunungan, hotel di dalam kota, atau menyambangi lokasi wisata dalam kota yang dilengkapi penginapan. Wisata jenis ini dikenal sebagai staycation dan digandrungi oleh kaum milenial.
Sejumlah milenial juga kerap melakukan aktivitas bersepeda bersama hingga ke pinggiran kota sambil menikmati lokasi wisata sekitar atau pusat-pusat kuliner tradisional di sekitar. Ia juga mengingatkan, pada saat foto-foto lokasi jajanan atau hasil bersepeda diunggah ke medsos sertai pula dengan keterangan apa adanya dan tak perlu dilebih-lebihkan.
"Kegiatan seperti ini sudah tentu ikut membangkitkan perekonomian masyarakat sekitar. Lewat unggahan dari gawai ke medsos, mereka bisa ikut mempopulerkan ruas-ruas berpemandangan menarik yang mereka lewati. Mereka juga bisa menginformasikan daerah mana saja yang punya tempat jajanan enak dan menarik disinggahi para milenial lainnya," kata Henri.
Aktivitas berwisata lainnya yang diminati adalah wisata alam, naik gunung, menjelajah hutan, atau menyusuri pantai. Ada pula yang disebut dengan road trip yaitu berwisata memakai kendaraan sendiri. Kegiatan seperti ini dinilai para milenial lebih aman dari penyebaran corona.
Itu belum termasuk virtual tourism atau wisata virtual di mana pemerintah telah menyiapkan 360 destinasi sebagai objek wisata jenis baru ini. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi digital, pengunjung tanpa perlu hadir secara fisik di lokasi objek wisata, sudah bisa menikmati apa saja yang terdapat di tempat yang dituju. Operator tur virtual hanya perlu menyiapkan beberapa foto dan video-video menarik dari objek wisata yang hendak "dikunjungi".
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari