Pengurangan penggunaan dolar AS pada sistem pembayaran yang terintegrasi akan mengurangi risiko global terhadap negara kawasan.
Mata uang suatu negara merupakan suatu aspek yang sangat penting bagi proses perekonomian, baik dalam skala nasional maupun internasional. Dalam konteks perdagangan internasional, misalnya, mata uang yang digunakan sebagai alat transaksi juga berperan penting bagi terjadinya kesepakatan perdagangan.
Nah, saat ini nilai mata uang dolar Amerika Serikat merupakan mata uang popular, bahkan bisa dikatakan sangat dominan dalam perdagangan internasional, karena statusnya sebagai mata uang internasional. Dengan status tersebut, dunia internasional seolah bergantung pada dolar AS. Baik untuk kepentingan transaksi ekspor maupun impor, harus menyesuaikannya dengan nilai dolar AS.
Namun dalam perkembangan selanjutnya, nilai mata uang dolar AS yang fluktuatif dinilai telah menggoyahkan daya tahan perekonomian banyak negara. Alhasil, beberapa negara dunia pun kemudian melakukan kesepakatan baik secara bilateral maupun multilateral, demi mencari jalan keluar untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.
Salah satunya adalah BRICS, sebuah blok ekonomi dari negara-negara berkembang yang yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan (South Africa). Dalam pertemuan belum lama ini, mereka telah berinisiatif untuk mengeluarkan mata uang baru sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap mata uang asing (dolar AS).
Dalam Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral ASEAN (AFMGM) yang diselenggarakan secara kolaboratif oleh Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia di Nusa Dua, Bali, Jumat (31/3/ 2023), disepakati kerja sama transaksi pembayaran lintas batas dengan menggunakan mata uang lokal.
“ASEAN telah menyepakati penggunaan mata uang lokal untuk transaksi pembayaran lintas batasnya,” ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo.
Penggunaan pembayaran lintas batas menggunakan mata uang lokal tersebut kerap disebut sebagai skema local currency transaction (LCT). Alias transaksi tanpa menggunakan dolar Amerika Serikat (AS).
Perry menjelaskan, pengurangan penggunaan dolar AS pada sistem pembayaran yang terintegrasi akan mengurangi risiko global terhadap negara kawasan. Hal ini sejalan dengan kesepakatan bersama dalam mempercepat transformasi dan partisipasi ekonomi digital inklusif (digital economy).
"ASEAN sepakat untuk menegaskan kembali ketahanan, antara lain, dengan penggunaan mata uang lokal untuk mendukung perdagangan dan investasi lintas batas di kawasan ASEAN," tambahnya.
Perry mengemukakan lima negara ASEAN, yakni Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina telah meneken kerja sama transaksi pembayaran lintas batas sejak November 2022, di tengah pelaksanaan KTT G20 Indonesia.
Kerja sama pembayaran lintas batas lima negara ASEAN tersebut mencakup kode QR, fast payment, data, RTGS, dan transaksi mata uang lokal. Dalam Keketuaan ASEAN 2023, Perry mengeklaim, Indonesia kemudian berhasil mendorong lima anggota negara ASEAN lainnya untuk melakukan kerja sama serupa, yakni melakukan transaksi tanpa dolar AS.
"Jadi konektivitas ASEAN bukan hanya lima, melainkan akan diperluas menjadi 10 dan akan diperluas secara global dengan proyek berikutnya," jelas Perry.
Vietnam, kata Perry menjadi salah satu negara yang siap lebih dahulu dalam mengimplementasikan perjanjian pembayaran lintas batas negara ini, lewat skema LCT. Kemudian, tiga negara ASEAN lainnya, seperti Laos, Kamboja, dan Brunei Darussalam juga tertarik untuk bekerja sama.
"Namun ketiga negara ini masih perlu membangun dan memperkuat sistem pembayaran domestik mereka, sebelum bergabung dalam kerja sama transaksi pembayaran lintas batas," ujar Perry.
Dalam pertemuan itu, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral negara ASEAN sepakat untuk memperkuat ketahanan eksternal, termasuk memperbaiki dan mempromosikan ekspor dan investasi guna memperkuat keseimbangan dan cadangan devisa. Oleh karenanya, pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral di kawasan sepakat mengembangkan ASEAN Development Guideline untuk penyelesaian kerja sama dalam hal transaksi menggunakan mata uang lokal.
Terkait itu pula, Bank Indonesia bersedia menjadi contoh penerapan konektivitas pembayaran lintas batas negara.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari