Indonesia memfasilitasi penambahan dua menara baru setinggi masing-masing 16 lantai sebagai respons atas perubahan sangat cepat yang bakal dihadapi ASEAN.
Setiap kali negara-negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara atau Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) menggelar pertemuan para kepala negara dalam bentuk konferensi tingkat tinggi, maka ada satu kota yang ikutan sibuk. Dia adalah Kota Jakarta. Meski tidak setiap tahun menjadi tuan rumah perhelatan, ibu kota Indonesia, salah satu negara pendiri ASEAN itu dapat dipastikan selalu bergairah menghadapi KTT.
Ini lantaran di kota bisnis dan perdagangan serta jasa seluas 661,5 kilometer persegi tersebut terdapat gedung Sekretariat ASEAN dan menjadi pusat kendali dan operasional dari organisasi kawasan yang didirikan pada 8 Agustus 1967. Sekretariat ASEAN sebagaimana dikutip dari website Sekretariat Nasional ASEAN, berfungsi menyediakan sarana dan prasarana bagi perwakilan 10 negara anggota ASEAN dalam bekerja.
Selain itu menyiapkan berbagai sidang dan melakukan koordinasi pada berbagai organ ASEAN. Fungsi lainnya adalah melaksanakan proyek-proyek hasil keputusan sidang wakil-wakil delegasi ASEAN. Artinya, Sekretariat ASEAN memberikan efiensi yang lebih besar dalam melakukan koordinasi dan pelaksanaan setiap keputusan hasil KTT tahunan. Seorang sekretaris jenderal menjadi pimpinan tertinggi di Sekretariat ASEAN.
Sekjen dipilih setiap lima tahun sekali dengan masa tugas dari 1 Januari tahun terpilih hingga 31 Desember menjelang lima tahun jabatan. Saat ini posisi sekjen dijabat oleh Kao Kim Hourn dari Kamboja. Doktor ekonomi lulusan Universitas Hawai ini menjabat sejak 1 Januari 2023 hingga 31 Desember 2027. Ia menggantikan Dato' Lim Jock Hoi dari Brunei Darussalam.
Sedangkan Sekjen ASEAN pertama adalah mendiang Hartono Rekso Dharsono dari Indonesia. Pak Ton, demikian HR Dharsono biasa disapa, adalah pensiunan jenderal bintang dua dan mantan Pangdam Siliwangi. Kini, sebagai sekjen, Dr Hourn dibantu oleh seorang wakil sekjen, tiga direktur biro, seorang pejabat perdagangan luar negeri dan hubungan ekonomi, dan seorang pejabat administrasi.
Kemudian dibantu pula oleh seorang pejabat penerangan publik, seorang asisten sekretaris jenderal, serta sembilan asisten direktur. Sekjen diangkat oleh sidang menteri luar negeri ASEAN dan bertugas memberi saran, koordinasi, dan melaksanakan kegiatan ASEAN. Semula, masa jabatannya adalah dua tahun, kemudian naik menjadi tiga tahun dan sejak 1992 diubah lima tahun.
Kebutuhan akan sebuah kantor sekretariat tetap baru tercetus pada KTT ASEAN pertama di Nusa Dua, Bali pada 23 Februari 1976. Saat itu, seluruh menlu sepakat menunjuk Jakarta sebagai lokasi berdirinya kantor Sekretariat ASEAN. Alasannya, Indonesia merupakan negara anggota terbesar dan berpengaruh di Asia Tenggara. Stabilitas politik, keamanan, dan letak geografis Indonesia sebagai negara kepulauan di antara negara-negara ASEAN lainnya turut dijadikan pertimbangan.
Dari segi ekonomi, Jakarta juga merupakan kota yang strategis dan memenuhi syarat sebagai ibu kota diplomatik ASEAN yang memiliki berbagai fasilitas dengan standar pelayanan internasional. Menlu Adam Malik, seperti dikutip Kompas pada 2 Mei 1974, menyebutkan bahwa pemerintah telah menyiapkan sebidang lahan di kawasan Kebayoran Baru, tepatnya di persimpangan Jl Sisingamangaraja, Kyai Maja, dan Trunojoyo.
Kawasan ini juga dikenal sebagai CSW atau Centraal Speciaalwerken, yaitu pusat bengkel alat-alat berat zaman kolonial Belanda. Namun, rencana pembangunan itu coba disaingi oleh sesama pendiri ASEAN, yaitu Filipina. Pemerintah Presiden Ferdinand Marcos mengeklaim sudah menyiapkan lahan di lokasi strategis di Roxas Boulevard, Manila, untuk kantor Sekretariat ASEAN.
Presiden Marcos saat itu juga menyatakan telah siap dengan anggaran untuk pembangunannya selama dua tahun. Niat Filipina itu sempat dibahas pada rapat para menlu ASEAN di Hotel Borobudur, Jakarta pada Mei 1974. Hasil rapat memutuskan bahwa Jakarta tetap menjadi lokasi Sekretariat ASEAN dan membuat rencana tandingan dari Filipina pun gugur.
Arsitek Ternama
Pemerintah Indonesia pada Juli 1976 mengumumkan tahap awal pembangunan dengan kucuran dana sebesar Rp2,8 miliar dari APBN. Pembangunan baru dimulai pada April 1978 dengan desain hasil rancangan arsitek ternama Soejoedi Wiroatmodjo, pemilik dan pendiri firma arsitektur terkemuka, Gubahlaras. Rumah desain itu adalah perancang sejumlah kantor pemerintahan, di antaranya, Gedung MPR/DPR dan Manggala Wanabhakti.
Soejoedi, seperti dilansir Majalah Konstruksi terbitan 1980, bercerita bahwa desain kantor Sekretariat ASEAN adalah memberikan semangat (spirit) dan keterbukaan serta mencerminkan sifat kerja sama negara-negara Asia Tenggara yang ketika itu baru terdiri dari lima anggota ASEAN yakni Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Bangunan sembilan lantai dengan format horizontalnya yang mirip sawah terasering di kawasan perbukitan itu sebagai wujud dari sektor pertanian yang menjadi andalan utama ekonomi negara-negara ASEAN saat itu.
Dinding luar bangunan diberi lapisan keramik untuk memudahkan urusan pemeliharaannya. Kaca-kaca ruangan berwarna cokelat didatangkan langsung dari Jepang. Secara keseluruhan, kantor Sekretariat ASEAN memiliki tinggi sekitar 39,8 meter dan menghabiskan anggaran senilai total Rp5 miliar.
"Gedung Sekretariat ASEAN melambangkan tekad yang tidak tergoyahkan dari 250 juta rakyat-rakyat kelima negara anggota ASEAN untuk bersatu padu. Dengan tampilnya gedung Sekretariat ini, maka tekad bersatu-padu tadi makin diperkokoh oleh sarana organisasi yang tangguh," kata Presiden Soeharto ketika meresmikan gedung Sekretariat ASEAN, 9 Mei 1981, seperti dikutip dari buku 40 Tahun Indonesia Merdeka.
Menara Baru
Seiring berjalannya waktu dan makin pesatnya perkembangan organisasi ASEAN yang kini memiliki 10 negara anggota, maka dibutuhkan penambahan area kawasan perkantoran Sekretariat ASEAN yang berada di Jl Sisingamangaraja nomor 70A. Oleh sebab itu, Pemerintah Indonesia memperluas kawasan Sekretariat ASEAN dan hasilnya dua menara kembar setinggi 16 lantai pun berhasil diwujudkan.
Luas total bangunan mencapai 49.993 meter persegi dan berdiri di atas lahan 11.369 m2 termasuk memanfaatkan lahan bekas kantor Wali Kota Jakarta Selatan. Pembangunan menara baru Sekretariat ASEAN ini menghabiskan waktu 549 hari kerja. Terdapat sebuah jembatan penghubung sepanjang 40,5 meter di antara dua menara kembar dan bangunan lama Sekretariat ASEAN dan menjadi jembatan penghubung tanpa kolom struktural atau penyangga terpanjang di Indonesia.
Selain itu, gedung Sekretariat ASEAN ini dilengkapi dengan 30 ruang pertemuan dengan masing-masing negara anggota ASEAN akan memiliki ruangan tersendiri. Dengan segala fasilitas yang ada, gedung baru Sekretariat ASEAN itu mampu mengakomodasi sebagian besar pertemuan ASEAN yang membuatnya dapat bekerja lebih efisien di masa mendatang.
Presiden Joko Widodo ketika meresmikan pemakaian menara kembar Sekretariat ASEAN pada 8 Agustus 2019, bertepatan dengan HUT ke-52 ASEAN menyatakan gedung baru ini menggambarkan semangat baru ASEAN. Ia juga berharap agar ke depannya sebagian besar kegiatan-kegiatan ASEAN dilangsungkan di gedung baru tersebut.
Dengan begitu, ASEAN dapat lebih mengefisienkan pengeluaran yang dibutuhkan untuk melangsungkan suatu kegiatan dan mengalihkannya untuk kegiatan-kegiatan ASEAN lainnya. “Gedung baru ini mencerminkan spirit baru ASEAN, mencerminkan The New ASEAN. Saya berharap ke depannya sebagian besar kegiatan ASEAN sudah selayaknya dapat dilakukan di gedung ini,” ucapnya.
Wajah baru Sekretariat ASEAN juga merefleksikan respons dan gerak cepat Indonesia dalam memfasilitasi ASEAN menyongsong perubahan yang berlangsung sangat cepat dan tantangan global ke depan.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari