Negara-negara anggota ASEAN berkomitmen mendorong net zero emission. IMF memuji upaya dekarbonisasi yang dilakukan negara-negara kawasan itu, termasuk Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim.
Penggunaan energi yang ramah terhadap lingkungan kini sudah menjadi tuntutan. Begitu pula bagi negara-negara kawasan ASEAN, mereka menilai percepatan penggunaan energi baru dan terbarukan sudah menjadi kebutuhan.
Komitmen itu juga mengemuka di KTT ke-43 ASEAN. Para pemimpin negara di kawasan Asia Tenggara itu menyadari dampak perubahan iklim mulai terasa. Bentuknya, mulai cuaca yang semakin buruk, naiknya permukaan air laut, dan meluasnya penyakit tropis yang menyertai perubahan iklim tersebut. Itu semua kini menjadi momok bagi negara-negara tersebut.
Oleh karena itu, didasari komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca, percepatan transisi energi, dekarbonisasi sektor transportasi darat di kawasan Asia Tenggara, KTT ASEAN 2023 menyepakati penggunaan kendaraan listrik.
Melalui sejumlah aksi itu diharapkan kawasan Asia Tenggara bisa mencapai Net Zero Emission dan meningkatkan ketahanan energi di setiap negara anggota ASEAN.
Berkaitan dengan adanya komitmen negara-negara ASEAN, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva memuji upaya dekarbonisasi yang dilakukan negara-negara kawasan itu, termasuk Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim.
Menurut Kristalina, perubahan iklim telah meningkatkan berbagai ancaman bencana alam, mulai dari kenaikan permukaan air laut hingga kebakaran hutan. Bahkan, dia menilai, sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) pun berada dalam urutan teratas yang rentan terhadap dampak perubahan iklim, termasuk Indonesia.
"Kami mengestimasi kerugian ekonomi akibat bencana di ASEAN rata-rata sekitar USD100 miliar per tahun," ujar Kristalina dalam agenda Indonesia Sustainability Forum 2023 di Jakarta, Kamis (7/9/2023).
Sehubungan dengan hal tersebut, dia melihat bahwa seluruh negara ASEAN telah berkomitmen untuk memenuhi target Perjanjian Paris. Sebagian besar berkomitmen mencapai karbon netral pada 2050.
Dalam konteks itu, Kristalina Georgieva memberi apreasiasi langkah Indonesia untuk melakukan dekarbonisasi dengan memperbesar porsi pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.
"Tahun lalu, Indonesia bergerak lebih jauh dengan berkomitmen untuk memiliki 50 persen pembangkit listrik energi terbarukan pada 2030. Bravo to Indonesia," kata Kristalina.
Indonesia pun sudah memiliki roadmap berkaitan transisi energi tersebut. Pemerintah telah menetapkan porsi pembangkit listrik energi baru terbarukan (EBT) mencapai 51,6 persen dari total penambahan pembangkit dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030.
Secara terperinci, PT PLN (Persero) akan membangun 10,4 gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga air (PLTA), 3,4 GW pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP), dan 4,7 GW pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Sebelumnya, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, PLN telah melakukan langkah luar biasa melalui RUPTL paling hijau, salah satunya dengan menggencarkan upaya dekarbonisasi pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil dan pengembangan EBT.
“Dalam upaya transisi energi, PLN telah menekankan upaya dekarbonisasi pembangkit listrik, melakukan pembatalan 13,3 GW PLTU baru yang sebelumnya direncanakan dalam RUPTL, mengganti 1,1 GW PLTU dengan EBT dan 800 MW PLTU dengan pembangkit gas,” papar Darmawan.
Masalah transisi menuju energi bersih juga dibahas di forum ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) bekerja sama dengan Canada-ASEAN Business Council (CABC). Di forum itu, CABC sebagai tuan rumah Pertemuan Meja Bundar Perdagangan ASEAN - Kanada di Hotel Sultan, Jakarta pada Selasa, 5 September 2023.
Ketua ASEAN-BAC Arsjad Rasjid mengemukakan pertemuan meja bundar itu diadakan dengan tujuan membina kemitraan sektor swasta yang nyata guna mengatasi masalah-masalah paling penting yang menjadi perhatian bersama, termasuk mempercepat perjalanan menuju Net Zero dan memastikan ketahanan pangan jangka panjang.
“Kedua belah pihak sepakat untuk Pembangunan Berkelanjutan,” ujarnya.
Arsjad Rasjid juga mengemukakan pertemuan tingkat tinggi itu berfokus pada bagaimana negara-negara ASEAN dan Kanada dapat memperluas peluang pasar, mendorong kemitraan untuk energi ramah lingkungan, dan memfasilitasi arus perdagangan dan investasi untuk pertumbuhan global yang berkelanjutan.
Sebagai informasi, dalam konteks pembangunan berkelanjutan, ASEAN telah memiliki wadah yang bernama Kemitraan Transisi Energi yang Berkeadilan (JETP). Keberadaan lembaga mengharapkan dukungan pendanaan dari Kanada .
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Elvira Inda Sari