Ayam kedu atau ayam cemani, atau disebut juga dengan ayam selasih (Gallus gallus domesticus) tergolong unik, karena seluruh badan berwarna hitam, termasuk mata, tulang dan kukunya. Juga daging, jengger bahkan lidahnya. Sedang darahnya berwarna merah sampai merah tua.
Cemani dalam bahasa sansekerta berarti hitam. Konon, ayam cemani merupakan persilangan ayam hutan hijau dan ayam kampung biasa yang mengalami mutasi gen. Ayam cemani mudah ditemukan di Kecamatan Kedu, Temanggung dan Kalikuto, Magelang, Jateng.
Sebenarnya tidak semua ayam kedu berwarna hitam legam. Setidaknya ada empat tipe yaitu, pertama, ayam kedu hitam dimana seluruh tubuh hitam tapi jengger dan kloaka (posterior) berwarna kemerahan. Kedua, ayam cemani , dimana seluruh bagian tubuhnya memang hitam legam termasuk mata, kuku, posterior dan jengger. Ketiga, ayam kedu putih yaitu seperti ayam kampung tapi warna bulunya putih, dan keempat, ayam kedu merah yaitu berbulu hitam namun berjengger merah.
Bersifat Mistis Untuk Tolak Bala
Konon, ayam ini pertama kali dikembangkan oleh Ki Ageng Mangkuhan pada masa Majapahit. Ki Ageng membudidayakan ayam ini karena dianggap manjur sebagai obat daya tahan tubuh dan sebagai pelengkap ritual. Masyarakat membagi cemani menjadi tiga fungsi mistis yaitu cemani widitra, cemani warastratama dan cemani kaikayi yaitu untuk penolak bala, sihir sampai untuk upacara adat.
Jika bulan baik tiba misalnya musim nikah atau khitan, banyak orang mencari ayam cemani. Jika tidak bulan baik, ada saja orang yang berasal dari Wonosobo, Semarang, Yogyakarta dan sebagian Jatim, datang mencari ayam itu sebagai pelengkap ritual yaitu upacara untuk menghindari santet, agar dagangan bisa laris atau jualannya sukses.
Meski berhasil dibudidayakan, harganya jauh lebih tinggi dibanding ayam kampung biasa karena ayam ini memang sulit diperoleh. Sepasang anakan ayam cemani harganya mencapai Rp500 – 750 ribu, sedangkan sepasang indukan cemani harganya satu juta rupiah sampai belasan juta. Harga ini tidak terlalu mahal dibanding tahun 1997 sampai tahun 2010 dimana harga indukan mencapai Rp25 – 40 juta dan anakan mencapai Rp125 – 550 ribu.
Telurnya dihargai Rp80 – 100 ribu perbutir. Meski begitu orang yang mencari akan membelinya karena sangat penting bagi mereka. Harga ini memang mengikuti ketersediaan populasi cemani di masyakarakat. Pada akhir tahun 1985 jumlah cemani di Temanggung dan Magelang berkisar antara 8.500 ekor. Saat 1997 – tahun 2009, populasinya melorot dan hanya berkisar 2.000 ekor.
Sejak 2010 sampai sekarang popolasi cenderung normal walau masih berkisar antara 8.000 ekor. Sekitar 130 usaha rumahan milik penduduk Kedu dan Kalikuto berhasil mengembangbiakkan ayam ini sehingga populasinya kembali meningkat seperti tahun 1985 dan harganya tak sampai melonjak di luar nalar.
Berwarna Hitam Karena Mutasi Gen
Ayam cemani sebenarnya ayam lokal biasa yang mengalami mutasi gen. Kebanyakan vertebrata termasuk ayam memiliki gen yang dikenal sebagai endothelin 3 atau EDN3 yang fungsinya antara lain untuk mengontrol warna kulit. Pada migrasi gen normal, endothelin memicu perpindahan melanoblast (sel- sel yang menciptakan warna) ke sel di kulit dan folikel bulu.
Tapi pada ayam cemani yang merupakan ayam dengan hiperpigmentasi, hampir semua endothelin bereaksi dan memicu melanoblast sampai 10 diatas normal dan mewarnai semua bagian pada ayam, dari mata, jeroan, daging, tulang sampai kuku ayam. Sehingga semua bagian tubuh ayam ini berwarna hitam seperti benda yang terkena tir atau tinta cumi-cumi yang pekat.
Oleh para ahli, proses yang tak biasa ini dinamakan fibromelanosis. Ilmuwan vertebrata, Leif Andersen dari Universitas Uppsala, Swedia, mengatakan bahwa kasus mutasi gen mirip ayam cemani juga terjadi pada ayam svart hona yang gen kulitnya juga bermutasi menjadi berbulu lembut seperti kapas.
Kasus-kasus seperti itu juga muncul di kumbang hitam, flamingo, tokek sampai ular hitam, tapi mutasi gen pada ayam cemani, agak berbeda. Andersen mengatakan bahwa ayam cemani ini cukup beruntung karena mutasi genetik yang dialaminya hanya berpengaruh pada warna dan tidak pada kesehatan ayam.
Ayam cemani tidak bersifat endemik, karena jenis itu juga ditemukan di India dan dikenal sebagai ayam kadanath atau ayam kalimasi. Berbeda dengan ayam cemani di Indonesia, ayam kadanath dikonsumsi oleh penikmat kuliner di sana karena kandungan proteinnya tinggi, sedangkan lemak serta kolesterolnya rendah. Mereka mengatakan bahwa daging ayam kadanath unik dan kaya rasa.
Cemani juga ditemukan bahkan dibudidayakan di Florida, Amerika Serikat (AS), tepatnya oleh Greenfire Farm. Harga ayam cemani di AS berkisar US$ 199 sampai US$ 400 atau sekitar 2,78 – 5, 6 juta rupiah perekor. Sama dengan India, penikmat kuliner menikmati karena keunikan rasanya.
Meski dibudidayakan, jumlah ayam cemani di seluruh dunia (kecuali Indonesia) diketahui hanya sekitar 3.500 ekor. Jumlah ini tak bisa banyak karena ayam cemani bertelur hanya sekitar 60- 80 butir pertahun. Sedangkan ayam kampung lainnya mampu bertelur sekitar 230 butir pertahun. (K-CD)