Cadangan devisa Indonesia masih setara dengan pembiayaan 10 bulan impor atau 9,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Cadangan devisa Indonesia mencatat rekor baru sepanjang sejarahnya, yakni rekor tertinggi sebesar USD138,8 miliar pada April 2021. Pencapaian rekor itu ditopang oleh kenaikan penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah.
Menurut Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, posisi ini meningkat dibandingkan dengan posisi pada akhir Maret 2021 yang tercatat sebesar USD137,1 miliar.
“Kenaikan didorong oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman luar negeri pemerintah,” kata Erwin dalam keterangan resmi, Jumat (7/5/2021).
Pertanyaannya, apa kegunaan cadangan devisa itu? Cadangan devisa adalah cadangan dalam satuan mata uang asing yang dipelihara oleh bank sentral untuk memenuhi kewajiban keuangan karena adanya transaksi internasional.
Selain itu, keberadaan cadangan devisa juga dapat digunakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah serta membiayai defisit pada neraca pembayaran.
Alhasil, lantaran fungsinya yang teramat penting, cadangan devisa harus dikelola sebaik-baiknya, terlebih dalam masa ketidakpastian akibat pandemi seperti sekarang ini.
Salah satu patokan bahwa cadangan devisa sudah memadai adalah kemampuannya untuk menutup impor minimal selama tiga bulan. Adapun, jika melihat pada data April 2021, cadangan devisa Indonesia masih setara dengan pembiayaan 10 bulan impor atau 9,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Artinya, tidak keliru jika Bank Indonesia mengklaim cadangan devisa April yang mencapai USD138,8 miliar itu mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Apalagi, prospek ekonomi nasional kini tengah dalam tren positif kendati masih dibayangi pandemi Covid-19. Hingga kuartal I-2021, Indonesia memang belum sanggup keluar dari zona resesi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini tercatat minus 0,74 persen (year on year/yoy).
Yang lebih menggembirakan dari posisi cadangan devisa itu, Erwin menjelaskan, posisinya setara dengan pembiayaan 10,0 bulan impor atau 9,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Sebagai informasi, berdasarkan standar internasional, satu negara minimal harus memiliki cadangan devisa untuk mampu melakukan impor selama tiga bulan.
“Bank Indonesia menilai, cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujarnya.
Dalam konteks ini, Erwin menjelaskan dengan posisi cadangan devisa yang seperti itu, BI menilai cadangan devisa tetap memadai, yang didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi.
Berkaitan dengan kenaikan cadangan devisa tersebut, ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menilai, kenaikan cadangan devisa terkait dengan net inflow yang masuk di pasar keuangan Indonesia sebesar USD0,7 miliar.
Dia memperkirakan, transaksi modal dan finansial berpotensi mencatat surplus yang lebih tinggi meski terjadi pelebaran defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Sehingga, neraca pembayaran diprediksi akan mengalami surplus yang lebih besar.
Faisal memperkirakan, surplus neraca pembayaran pada 2021 akan mencapai kisaran USD5 hingga USD7 miliar, meningkat lebih tinggi dibandingkan dengan 2020 sebesar USD2,6 miliar. “Surplus tersebut akan menopang cadangan devisa Indonesia sehingga nilai tukar rupiah juga stabil,” katanya, Jumat (7/5/2021).
Di samping itu, implementasi omnibus law dan pembentukan Indonesia Investment Authority (INA) diharapkan mampu mendorong aliran masuk investasi asing langsung.
Katalis Positif
Menurutnya, katalis positif aliran masuk berasal dari pengelolaan risiko fiskal yang baik, perbedaan nilai tukar riil yang tetap menguntungkan, dan nilai tukar rupiah yang relatif stabil.
Cadangan devisa diprediksi akan mampu mencapai USD140 miliar —USD142 miliar pada akhir 2021. Sementara itu, nilai tukar rupiah akan cenderung stabil pada level Rp14.177 per dolar AS.
Sejumlah pencapaian makro ekonomi yang semakin baik tak terlepas dari upaya pemerintah untuk segera keluar dari resesi. Indikator itu terlihat dari pertumbuhan ekonomi pada tiga bulan pertama tahun ini tercatat lebih baik ketimbang kuartal IV-2020, meski tercatat masih minus 0,74 persen (yoy). Di sisi lain, pencapaian kuartal IV-2020 masih terkontraksi 2,19 persen (yoy).
Tidak itu saja, sepanjang kuartal I-2021 konsumsi pemerintah juga tumbuh 2,96 persen (yoy), sedangkan konsumsi rumah tangga meski terkontraksi 2,23 persen (yoy), tetapi masih lebih baik ketimbang kuartal sebelumnya -3,61 persen (yoy).
Tren positif pun turut terlihat di sektor manufaktur. Pada Maret 2021, Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia berada di level tertinggi sepanjang sejarah, yaitu 53,2, dan bahkan berlanjut ke April yang menembus 54,6.
Selain itu, seperti dilaporkan Kementerian Perindustrian, utilisasi industri pengolahan nonmigas pada Maret 2021 juga telah mencapai 61,30 persen, melampaui capaian dua bulan sebelumnya.
Kondisi makro ekonomi yang semakin baik juga diungkapkap Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan bahwa stabilitas sistem keuangan nasional triwulan I-2021 berada dalam kondisi normal dan menunjukkan pemulihan di tengah pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
“Kami menegaskan komitmen dari Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk terus menjaga stabilitas sistem keuangan dan memperkuat sinergi agar stabilitas sistem keuangan dapat terus terjaga dengan mengawal momentum pemulihan ekonomi nasional,” katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/5/2021).
Melihat sejumlah indikator tersebut, bolehlah bangsa ini berharap pintu ke luar dari zona resesi bakal semakin terbuka lebar. Pemerintah sendiri menargetkan kuartal II/2021 bakal menjadi titik balik.
Kendati demikian, wajib seluruh pemangku kepentingan bangsa ini untuk tetap waspada bahwa pandemi bisa saja memporak-porandakan momentum positif tersebut. Apalagi, jika penanganan tak berjalan efektif, sesuai rencana.
Akselerasi program vaksinasi nasional bakal menjadi kunci. Dan tak kalah penting adalah peran masyarakat dan dunia usaha dalam mendukung kebijakan penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.
Sinergi yang kuat antarelemen tersebut diharapkan menjadi tenaga untuk keluar dari jerat pandemi, sekaligus mengungkit perekonomian nasional yang perlahan telah kembali ke jalurnya.
Penulis: Firman Hidtanto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari