Neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2021 mencetak surplus sebesar USD2,36 miliar.
Indonesia diyakini masih on the track menuju pemulihan ekonomi. Pemulihan di sejumlah kawasan, yakni Asia dan Eropa, seiring dengan gencarnya vaksinasi memunculkan optimisme kinerja neraca perdagangan menuju zona positif di kuartal II tahun ini.
Laporan Badan Pusat Statistik yang disampaikan dalam konferensi pers, Selasa (15/6/2021), menampilkan kinerja perdagangan yang semakin memberikan optimisme. Lembaga itu juga mengumumkan neraca perdagangan Indonesia pada Mei 2021 mencetak surplus sebesar USD2,36 miliar.
Meskipun tercatat surplus, bila dirinci lagi, sebenarnya kinerja ekspor pada Mei 2021 turun 10,25 persen secara bulanan dari USD18,49 miliar pada April 2021 menjadi USD16,6 miliar. Kepala BPS Suhariyanto mengemukakan, penurunan itu terjadi karena faktor musiman.
Oleh karena itulah, Suhariyanto meminta publik untuk tidak khawatir. Pasalnya, sambung dia, secara tahunan ekspor tetap meningkat signifikan, yakni naik 58,76% dari Mei 2020 yang sebesar USD10,45 miliar.
Dari sisi impor, dia menuturkan impor sepanjang Januari--Mei 2021 mencapai USD73,82 miliar atau naik 22,74 persen dari USD60,15 miliar pada Januari-Mei 2020. Adapun secara bulanan turun 12,16 persen dari USD16,20 miliar pada April 2021 menjadi USD14,23 miliar pada Mei 2021.
Menurut Suhariyanto, pencapaian neraca perdagangan kali ini tercatat sudah surplus lima kali berturut-turut dan diyakini akan mendorong pertumbuhan ekonomi masuk ke zona positif pada kuartal II-2021.
Bagaimana kinerja ekspor Indonesia secara kumulatif di periode Januari--Mei 2021? Kenaikannya cukup menyakinkan. Selama periode itu, nilai ekspor mencapai USD83,99 miliar, atau naik 30,58 persen dibandingkan periode yang sama 2020. Dari nilai ekspor itu, sektor nonmigas tercatat mengalami kenaikan 30.31 persen atau mencapai USD79,44 miliar.
Dan yang lebih menjanjikan lagi, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan tetap masih menjadi andalan kinerja ekspor Indonesia. Selama periode Januari-Mei 2021, ekspor hasil industri pengolahan naik 30,53 persen dibandingkan periode yang sama 2020.
Komoditas hasil pertanian juga mencatat hasil yang moncer selama periode itu, yakni naik 13,39 persen. Demikian pula dengan ekspor hasil tambang dan lainnya naik 31,82 persen.
Tujuan Tiongkok
Dari nilai ekspor di periode Mei 2021 yang mencapai USD16,60 miliar dengan nilai ekspor nonmigas yang mencapai USD15,66 miliar itu, negara tujuan Tiongkok tercatat menjadi tujuan ekspor paling besar dengan pangsa pasar mencapai 22,14 persen. Berikutnya, Amerika Serikat dengan pangsa 10,88 persen, Jepang (7,01 persen), Malaysia (5,33 persen), dan India sebesar 5,30 persen.
Bagaimana dengan kinerja impornya? BPS mencatat impor Indonesia selama Mei 2021 mencapai USD14,23 miliar. Nilai impor selama Mei itu turun 12,16 persen dibandingkan April 2021, atau naik 68,68 persen dibandingkan Mei 2020 (year on year/yoy).
Menurut golongan penggunaan barang, tambah laporan BPS itu, nilai impor Januari-Mei 2021 terhadap periode yang sama tahun sebelumnya terjadi peningkatan pada barang konsumsi USD1.382,8 juta (23,97 persen), bahan baku/penolong USD10.900,3 juta (24,14 persen), dan barang modal USD1.395,3 juta (15,13 persen).
Dari kinerja neraca perdagangan itu, Kepala BPS menilai, kenaikan impor bahan baku/penolong dan barang modal naik pada Mei ini secara tahunan, masing-masing 79,11 persen dan 35,28 persen. Kenaikan impor tersebut menandakan geliat industri manufaktur di Indonesia mulai bangkit.
Di sisi lain, Suhariyanto menambahkan, kontribusi ekspor impor pada produk domestik bruto (PDB) sekitar 19 persen hingga 21 persen. Dengan demikian, apabila kinerja ekspor dan impor yang bagus tentunya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. "Kalau nanti ditambah dengan performa konsumsi pemerintah, investasi, dan konsumsi rumah tangga, saya yakin ekonomi Indonesia di kuartal II-2021 akan masuk ke zona positif," ujarnya.
Pada kesempatan itu juga, Suhariyanto mewanti-wanti masih ada risiko yang harus diantisipasi oleh Indonesia dan negara lainnya, yakni adanya lonjakan kasus Covid-19. "Masih ada risiko besar untuk perekonomian Indonesia dan negara lain, mengenai pandemi. Tren jumlah pandemi meningkat," ujarnya.
Bagi Kementerian Perdagangan, seperti disampaikan Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BP3) Kemendag Kasan Muhri, kinerja neraca perdagangan periode Mei 2021 memberikan optimimisme bakal terus membaik dan berlanjutnya pemulihan ekonomi.
Bahkan, dia menilai, sejumlah wilayah berpeluang menjadi pendorong ekspor pada semester kedua. “Saya melihat peluang ekonomi di kawasan Eropa yang membaik. Hal ini terlihat dari kebijakan mobilitas di berbagai negara yang lebih longgar. Jika berlanjut, permintaan dari kawasan ini bisa menjadi pendorong ekspor Indonesia,” ujarnya.
Kasan menilai Eropa bisa menjadi pusat gelombang pemulihan ekonomi kedua menyusul wilayah Asia dan Pasifik, seiring dengan meluasnya vaksinasi di kawasan tersebut. Selain itu, dia juga mencatat permintaan dari mitra dagang Asia tetap tinggi meskipun terjadi penurunan pada Mei dibandingkan dengan April 2021.
“Permintaan dari Tiongkok, Hong Kong, dan Taiwan tetap baik pada masa pemulihan. Indikasinya adalah tarif pengapalan untuk ekspor yang masih tinggi,” kata dia.
Optimisme yang sama juga dikemukakan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta W Kamdani. Dari gambaran di atas, penerimaan ekspor Indonesia tahun ini masih berpeluang dioptimalkan melalui ekspor produk unggulan. Momentum pemulihan ekonomo ini harus terus dijaga sembari terus melakukan pelbagai upaya termasuk melakukan diversifikasi ekspor dan kinerja ekspor pun tetap moncer.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari