Pemerintah menaikkan pagu anggaran untuk bantuan sosial, seperti bantuan beras, bantuan tunai langsung, termasuk kepada masyarakat desa. Total bantuan dalam bentuk anggaran perlindungan sosial nilainya menjadi Rp187,84 triliun.
Kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat oleh pemerintah merupakan langkah terbaik untuk menghentikan laju penyebaran virus corona yang melanda Indonesia sejak 1,5 tahun terakhir. Tidak mudah untuk menerapkan kebijakan ini ketika pemerintah di satu sisi harus menghentikan laju corona, tetapi di sisi lain memberi dampak kepada perekonomian. Bukan kebijakan yang mudah pula untuk menyimbangkan keduanya.
Demikian dikatakan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam konferensi pers bertajuk Evaluasi Pelaksanaan PPKM Darurat yang digelar secara virtual di Jakarta, Sabtu (17/7/2021). Untuk menghentikan penyebaran corona varian Delta, pemerintah, kata Luhut, salah satunya telah mengucurkan bantuan sosial (bansos) berupa uang tunai dan beras yang akan diluncurkan sesegara mungkin pada Juli ini.
Presiden Joko Widodo pun telah menginstruksikan seluruh jajarannya untuk bekerja secepat mungkin dalam penyaluran bansos kepada masyarakat, baik dalam bentuk uang tunai maupun sembako. Hal itu ditegaskannya dalam rapat kabinet terbatas yang disiarkan kanal Youtube Sekretariat Kepresidenan RI, Sabtu (17/7/2021). "Saya minta jangan sampai terlambat, baik itu Program Keluarga Harapan, bantuan langsung tunai desa, atau bantuan sosial tunai," kata Presiden.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, alokasi pemulihan ekonomi nasional (PEN) mengalami peningkatan terutama di sektor perlindungan sosial (linsos), di antaranya, bansos tunai, bantuan beras, dan sembako. Semula, ketika disepakati dalam rapat kabinet terbatas 5 Juli 2021, alokasi PEN sektor linsos ditetapkan senilai Rp153,86 triliun, kemudian terjadi penambahan menjadi Rp187,84 triliun pada 16 Juli 2021, terutama untuk merespons penerapan PPKM Darurat.
Menkeu juga mengatakan bahwa dalam rentang Januari hingga Juli, ada sebanyak 10 juta kepala keluarga atau sekitar 40 juta orang, dengan asumsi tiap keluarga terdiri dari 4 jiwa, menerima bansos tunai senilai total Rp18,08 triliun. Bantuan diberikan sejak Januari hingga Juli 2021 dengan besaran Rp300.000 per kepala keluarga yang ditransfer langsung ke rekening bersangkutan.
Pada tahap awal, bansos tunai ini dialokasikan senilai Rp17,46 triliun. Pada Januari telah direalisasikan kepada 9,62 juta KK senilai Rp2,89 triliun dan sebulan kemudian diberikan untuk 9,6 juta KK senilai total Rp2,88 triliun. Pada Maret 2021, ada sebanyak 10,31 juta KK menerima total Rp304 triliun.
Pada April sebanyak 10,46 juta KK menerima bansos tunai senilai total Rp3,14 triliun, di mana sebagiannya telah dibayarkan pada Maret. Sedangkan bansos tunai untuk Mei--Juni dibayarkan sekaligus di Juli. Sepanjang enam bulan pelaksanaannya, bansos tunai telah teralisasi sebanyak Rp12,31 triliun atau 59,8 persen dari alokasi anggaran.
Untuk Program Keluarga Harapan (PKH) dengan sasaran 10 juta KK atau 40 juta jiwa dialokasikan dalam bentuk bantuan kepada ibu hamil, balita, siswa SD-SMA, disabilitas dan lanjut usia (lansia). Besaran bantuan tunai yang diberikan bervariasi, mulai dari senilai total Rp1,5 juta hingga Rp3 juta untuk periode 1 tahun (12 bulan). Pemerintah, kata Menkeu, mengalokasikan dana senilai total Rp28,31 triliun.
Dari jumlah yang dialokasikan tersebut, telah tercapai sebesar Rp15,79 triliun atau 55,8 persen. Pemberian bantuan tunai jenis PKH ini dilakukan secara triwulan atau tiap 3 bulan. "Rinciannya pada Januari baru ada 9,68 juta KK mendapatkan bansos PKH senilai Rp6,83 triliun, kemudian April 9,9 juta KK menerima Rp7,13 triliun. Dan pada Juli ini dibayarkan untuk 10 juta KK," kata Sri Mulyani.
Sedangkan untuk program kartu sembako diberikan kepada 18,8 juta KK (75,2 juta jiwa) dengan alokasi awalnya senilai Rp42,37 triliun untuk periode 12 bulan dengan besaran manfaat senilai Rp200.000 per bulan. "Kemudian terdapat tambahan 2 bulan, yaitu Juli dan Agustus dan terjadi penambahan alokasi anggaran senilai Rp7,53 triliun. Sehingga total alokasi anggaran menjadi Rp49,89 triliun untuk periode 14 bulan," katanya.
Sementara itu, untuk bantuan langsung tunai (BLT) masyarakat pedesaan dengan alokasi Rp28,8 triliun bagi 8 juta KK, dalam penyalurannya hingga Juli 2021 baru mencapai Rp5,6 triliun atau 19,4 persen dari target. Pada Januari hanya ada 5,1 juta KK menerima bantuan Rp1,53 triliun, kemudian Februari 4,42 juta KK (Rp1,33 triliun).
Selanjutnya pada Maret ada 3,8 juta KK (Rp1,07 triliun) dan April 2,71 juta KK dengan penyaluran Rp810 miliar. Pada Mei terdapat 1,87 juta KK dengan dana tersalurkan Rp560 miliar serta Juni 750 ribu KK dengan Rp220 miliar. Juli baru 230 ribu KK dengan penyaluran sekitar Rp70 miliar. Sri Mulyani mengatakan jika tidak ada kenaikan penyaluran, Kementerian Keuangan dan Kementerian Desa akan melakukan intercept dengan menelusuri langsung mencari nama dan rekeningnya di masing-masing desa.
Ketegasan Kepala Daerah
Menteri Sosial Tri Rismaharini menambahkan, bahwa angka riil dari penerima bansos adalah sebesar 33.674.865 jiwa, mereka menerima semua bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Sedangkan para penerima bantuan pangan nontunai atau kartu sembako sebanyak 18,8 juta KK. Mereka telah bertahun-tahun menerima bantuan ini termasuk bansos PKH.
Kemudian masing-masing penerima manfaat kartu sembako dan PKH ini juga mendapatkan bantuan beras dari Perum Bulog sebesar 10 kilogram. Untuk Pulau Jawa saja, terdapat 5,6 juta KK yang akan menerimanya, atau 28,8 juta KK untuk seluruh Indonesia. dari data Kemenkeu, anggaran untuk penyaluran beras Bulog ini senilai Rp3,58 triliun.
Sedangkan selama pemberlakuan PPKM Darurat, pemerintah juga telah mengalokasikan bantuan beras sebanyak 11 ribu ton atau senilai Rp117 miliar kepada 4,48 juta orang di Jawa dan Bali. Mereka adalah para pekerja harian dan sektor informal yang terkena dampak PPKM Darurat.
Sementara itu Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengatakan, pihaknya akan meminta kepada seluruh kepala daerah untuk melakukan diskresi anggaran untuk pengadaan bansos bagi masyarakat yang membutuhkan sehingga tidak perlu menunggu dari pusat. "Prinsipnya adalah tidak boleh ada mark-up dan tepat sasaran kepada masyarakat dengan benar. Kita akan tanggung jawab sepanjang diberikan kepada masyarakat terdampak. Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga akan melakukan pendampingan. Karena kepala daerah tidak perlu ragu-ragu untuk menyalurkan bantuan kepada masyarakat," kata Tito.
Dari data Kemenkeu disebutkan bahwa terdapat bansos tunai usulan dari pemerintah daerah kepada 5,9 juta keluarga penerima manfaat (KPM) di luar yang telah existing. Pemberian bansos tunai senilai Rp200.000 per bulan per KPM selama 6 bulan akan menelan anggaran sebesar Rp7,08 triliun.
Kementerian Dalam Negeri juga segera menerbitkan peraturan di mana daerah dapat merealokasikan APBD mereka untuk jaring pengaman sosial dan stimulan ekonomi. Sehingga menjadi pedoman bagi setiap kepala daerah untuk tidak ragu lagi dalam menyalurkan bansos.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari