Arsitektur APBN 2023 harus mampu meredam keraguan, membangkitkan optimisme, dan mendukung pencapaian target pembangunan. Tapi, tetap dengan kewaspadaan yang tinggi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan panduan berkaitan dengan arah perekonomian Indonesia tahun depan melalui pidato RUU APBN 2023 dan nota keuangan, Selasa (16/8/2022).
Khusus berkaitan dengan keterangan pemerintah soal RUU APBN 2023 dan nota keuangan, Presiden Jokowi juga mengumumkan pemerintah menargetkan pendapatan negara 2023 mencapai Rp2.443,6 triliun. Angka ini naik dari outlook 2022 sebesar Rp 2.436,9 triliun.
Lantas dari mana pendapatannya akan dikejar? Pemerintah menetapkan andalan penerimaan berasal dari perpajakan sebesar Rp2.016,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp426,3 triliun.
Pemerintah juga menetapkan belanja negara dalam RAPBN 2023 sebesar Rp3.041,7 triliun. Belanja itu mencakup belanja pemerintah pusat Rp2.230,0 triliun, serta transfer ke daerah Rp811,7 triliun.
Berikutnya, belanja kesehatan Rp169,8 triliun, anggaran perlindungan sosial Rp479,1 triliun, anggaran pendidikan Rp608,3 triliun, pembangunan infrastruktur dianggarkan Rp392 triliun,
Dengan telah ditetapkan penerimaan dan belanja sesuai yang tertuang dalam RAPBN 2023, pemerintah juga menetapkan defisit anggaran 2023 direncanakan sebesar 2,85 persen terhadap PDB atau Rp598,2 triliun.
Artinya, negara ini kini menerapkan kebijakan yang lebih prudent dalam kebijakan anggaran. Itu akan menjadi tahun pertama bagi negara ini untuk kembali ke defisit maksimal 3 persen terhadap PDB.
Mengomentari soal rencana pendapatan 2023, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, terjadi peningkatan dibandingkan 2022. "Pendapatan negara akan meningkat dibanding tahun ini," kata Sri Mulyani, Selasa (16/8/2022).
Sri Mulyani juga menambahkan, sektor perpajakan tetap menjadi andalan penerimaan negara 2023. Penerimaan perpajakan ditargetkan bisa meraih Rp2.016,9 triliun atau naik dari outlook tahun ini sebesar Rp1.924,9 triliun. Penerimaan perpajakan tersebut pertama kalinya tembus Rp2.000 triliun pada tahun depan.
"Ini pertama kali dalam sejarah Indonesia penerimaan perpajakan menembus angka Rp2.000 triliun," ucap Sri Mulyani.
Dia berpendapat, penerimaan perpajakan ini akan melejit didukung oleh pemulihan ekonomi dan efektivitas impelementasi kebijakan yang telah diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), serta penguatan pengawasan dan kepatuhan, hingga reformasi administrasi perpajakan.
Pada kesempatan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, secara umum target penerimaan negara akan naik pada 2023. Namun, Menkeu juga mewanti-wanti ada risiko dari harga-harga komoditas--yang selama ini turut menopang penerimaan negara--yang diprediksi akan melandai pada tahun depan.
Tak dipungkiri, pascamulai terdeteksinya pandemi Covid-19, pada akhir Desember 2019, perekonomian dunia terus mengalami pelambatan, termasuk kemudian Indonesia. Namun, seperti disampaikan Presiden Joko Widodo, Indonesia berhasil mengatasi pandemi, bahkan bisa melakukan pemulihan ekonomi dengan cepat.
“Alhamdulillah, Indonesia telah mendapatkan apresiasi sebagai salah satu satu negara yang berhasil mengatasi pandemi dan memulihkan ekonomi dengan cepat,” ujar kepala negara, di hadapan anggota DPR/MPR dan anggota DPD tersebut.
Meskipun Indonesia berhasil mengatasi dampak wabah Covid-19, badai lanjutan yang memberikan dampak bagi ekonomi kembali menerjang. Kali ini bukan berupa wabah penyakit, melainkan konflik geopolitik dan perang di Ukraina, di belahan benua Eropa.
“Akibat konflik itu, ke depan, kita harus terus waspada. Risiko gejolak ekonomi global masih tinggi. Perlambatan ekonomi dunia tetap berpotensi memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi domestik dalam jangka pendek,” tambah Presiden Jokowi.
Keberhasilan Indonesia meredam potensi memburuknya ekonomi, menurut Presiden Jokowi, membuat negara tetap mampu meneruskan agenda pemulihan ekonominya. Tren pertumbuhan ekonominya terus menguat. Indikatornya, pertumbuhan pada triwulan I tercatat mencapai 5,01 persen, dan menguat signifikan menjadi 5,44% pada triwulan II-2022.
Beberapa sektor yang mendukung pertumbuhan itu adalah sektor-sektor strategis, seperti manufaktur dan perdagangan, yang tumbuh ekspansif didukung konsumsi masyarakat yang mulai pulih, serta solidnya kinerja ekspor. Neraca perdagangan mengalami surplus 27 bulan berturut-turut.
Sektor manufaktur menopang tingginya kinerja ekspor nasional, mencerminkan keberhasilan hilirisasi industri yang dijalankan Indonesia sejak 2015. Tingginya kinerja ekspor juga didukung sektor pertambangan seiring meningkatnya harga komoditas global.
Sektor transportasi dan akomodasi yang paling terdampak pandemi juga mulai pulih, masing-masing tumbuh 21,3 persen dan 9,8 persen pada triwulan II-2022. Indikator Purchasing Managers’ Index Juli 2022 meningkat menjadi 51,3 persen, mencerminkan arah pemulihan yang makin kuat pada semester II.
Begitu juga dengan laju inflasi Indonesia jauh lebih moderat dibandingkan negara lain. Menurut Presiden Jokowi, per Juli tingkat inflasi Indonesia 4,9 persen (year on year/yoy), ditopang peran APBN menjaga stabilitas harga energi dan pangan. “Meskipun itu memiliki konsekuensi, yakni subsidi dan kompensasi energi 2022 meningkat jadi Rp502 triliun,” ungkap Presiden Jokowi.
Berkaitan dengan tahun depan, Presiden Jokowi juga mengingatkan agar negara ini terus waspada. Terutama, terhadap risiko gejolak ekonomi global masih tinggi dan pengaruhnya bagi pertumbuhan ekonomi domestik.
Dalam konteks itu, IMF pun memprediksi pertumbuhan ekonomi global melambat signifikan dari 6,1 persen pada 2021 menjadi 3,2 persen pada 2022 dan 2,9 persen pada 2023. “Ketidakpastian global tidak boleh membuat kita pesimistis,” tegas Presiden Jokowi.
Oleh karena itu, Kepala Negara menambahkan, pembangunan infrastruktur secara masif, perbaikan kualitas sumber daya manusia, serta penyederhanaan aturan berusaha dan berinvestasi merupakan upaya kunci untuk memperkuat perekonomian nasional menghadapi tantangan masa depan. Transformasi struktural terus dipacu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih solid.
Lalu, hilirisasi industri terus diperkuat. Ekonomi hijau pun harus terus didorong. Begitupun dengan penggunaan produk dalam negeri harus diprioritaskan, penguatan konomi digital dengan menfasilitas UMKM naik kelas, serta terus melahirkan decacorn baru kelas dunia di masa depan.
Menurut Presiden Jokowi, keseimbangan kebijakan makrofiskal juga terus dijaga. Konsolidasi fiskal menjadi sangat krusial. Kesehatan APBN ditingkatkan agar adaptif dan responsif dalam jangka menengah dan panjang.
Dengan mempertimbangkan dinamika perekonomian nasional terkini, termasuk potensi risiko dan tantangan ke depan, maka asumsi dasar ekonomi makro sebagai landasan penyusunan RAPBN 2023 adalah memacu pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 5,3 persen. Inflasi tetap dijaga di kisaran 3,3 persen.
“APBN tetap diarahkan untuk antisipasi tekanan inflasi dari eksternal, terutama inflasi energi dan pangan.”
Selain itu, pemerintah juga mematok rata-rata nilai tukar rupiah di sekitar Rp14.750 per US dolar dan rata-rata suku bunga surat utang negara (SUN) 10 tahun diprediksi pada level 7,85 persen, harga minyak mentah Indonesia (ICP) USD90 per barel serta lifting minyak dan gas bumi mencapai 660.000 barel per hari dan 1,05 juta barel setara minyak per hari.
Menurut Presiden Joko Widodo, arsitektur APBN tahun 2023 harus mampu meredam keraguan, membangkitkan optimisme, dan mendukung pencapaian target pembangunan. Kendati, tetap dengan kewaspadaan yang tinggi.
Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari