Indonesia.go.id - Implementasi Digital Rupiah di Depan Mata

Implementasi Digital Rupiah di Depan Mata

  • Administrator
  • Kamis, 8 Desember 2022 | 13:54 WIB
MATA UANG
  Digital Rupiah sebagai salah satu dari kebijakan sistem pembayaran untuk akselerasi digitalisasi perekonomian. ANTARA FOTO/ Nyoman Hendra Wibowo
Digital Rupiah merupakan bagian dari kebijakan sistem pembayaran untuk akselerasi digitalisasi.

Indonesia tercatat sebagai satu dari tujuh negara yang telah memulai, mengkaji, menyiapkan, dan menguji coba mata uang digital bank sentral (central bank digital currency/CBDC). Pada Rabu (30/11/2022), Bank Indonesia (BI)--bersamaan dengan acara Pertemuan Tahunan 2022 Bank Indonesia di Jakarta--merilis white paper rupiah digital dengan tajuk “Proyek Garuda: Menavigasi Arsitektur Digital Rupiah”.

Selain Indonesia ada enam bank sentral yang telah mendesain mata uang digital, yakni Bank Sentral China yang melakukan uji coba yuan digital sejak 2020. Kemudian, Bank Sentral Nigeria yang memperkenalkan CBDC sejak Oktober 2021.

Berikutnya, Brasil yang memulai uji coba tahun ini. Lalu, Jamaika yang telah meluncurkan uang digital sejak Mei 2022. Ada pula Bank Sentral Eropa yang masih memasuki tahap pengkajian. Terakhir, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) dalam fase penelitian dolar AS digital.

Dalam menciptakan rupiah digital, BI membagi pengerjaan proyek tersebut ke dalam tiga tahap. Pertama, mengembangkan rupiah digital untuk segmen wholesale. Kedua, pengembangan rupiah digital akan diperluas dengan bisnis operasi moneter dan pasar uang.

Ketiga, mengembangkan integrasi rupiah digital pada segmen wholesale rupiah dengan ritel secara end-to-end. Sejatinya, BI tidak berjalan sendiri dalam mendesain dan menciptakan mata uang itu.

Langkah otoritas moneter pun diiringi dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Bagaimana desain (high level design) pengembangan Digital Rupiah yang terangkum dalam White Paper (WP)? 

White Paper menguraikan rumusan CBDC bagi Indonesia dengan mempertimbangkan asas manfaat dan risiko. Penerbitan WP ini merupakan langkah awal ‘Proyek Garuda’, yaitu proyek yang memayungi berbagai inisiatif eksplorasi atas berbagai pilihan desain arsitektur Digital Rupiah. 

Key driver pengembangan Digital Rupiah adalah: (i) Menegaskan fungsi BI sebagai otoritas tunggal dalam menerbitkan mata uang termasuk mata uang digital (sovereignty Digital Rupiah); (ii) Memperkuat peran BI di kancah internasional; dan (iii) Mengakselerasi integrasi EKD secara nasional.

Pada momen peluncuran tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo, mengemukakan, Digital Rupiah sebagai salah satu dari kebijakan sistem pembayaran untuk akselerasi digitalisasi. “Digital Rupiah akan diimplementasikan secara bertahap, dimulai dari wholesale CBDC untuk penerbitan, pemusnahan, dan transfer antarbank,” ujar Perry Warjiyo, Rabu (30/11/2022).

Kemudian, Digital Rupiah akan diperluas dengan model bisnis operasi moneter dan pasar uang, dan akhirnya pada integrasi wholesale Digital Rupiah dengan ritel Digital Rupiah secara end to end.

Tidak dipungkiri, langkah BI yang telah menyiapkan penerbitan WP sebagai langkah awal ‘Proyek Garuda’, yaitu embrio lahirnya Digital Rupiah, tidak terlepas dari perkembangan digitalisasi ekonomi dan keuangan. Tren itu ternyata telah menggeser preferensi masyarakat ke arah layanan keuangan yang serba cepat, mudah, murah, aman, dan andal.

Fenomena itu memang berlangsung merata di seluruh belahan dunia, termasuk Indonesia. Indikatornya bisa terlihat dalam kehidupan kita sehari-hari, di mana banyak masyarakat yang telah menggunakan instrumen digital dalam melakukan transaksi perdagangannya.

Pergeseran preferensi tersebut juga pernah diteliti dan dibuat laporannya oleh Google, Temasek, dan Bain pada 2022. Mereka menemukan, ada kenaikan signifikan dalam aktivitas ekonomi dan keuangan digital (EKD) di Indonesia.

Google, Temasek dan Bain pun menggambarkan tingkat penetrasi digital Indonesia pada 2022. Bayangkan, pelanggan selular Indonesia kini sudah mencapai 370,1 juta lebih dengan tingkat penetrasi mencapai 133 persen. Berikutnya, pengguna internet sudah mencapai 204,7 juta dengan penetrasi 74 persen dan pengguna media sosial aktif mencapai 191,4 juta dengan penetrasi 191,4 persen.

Sebagai gambaran betapa dahsyatnya ekonomi digital terlihat dari penggunaan internet. Dari laporan google itu, pengguna baru bertambah 21 juta dan penetrasi internet naik menjadi 74 persen dari populasi penduduk.

Pada gilirannya, itu menjadi titik keseimbangan baru layanan keuangan di era digital. Di Indonesia, kurang lebih 98 persen merchant sudah menggunakan pembayaran digital dan 59 persen di antaranya memanfaatkan pembiayaan digital.

Demikian pula dengan layanan Fintech dan e-commerce pun tumbuh subur menawarkan solusi inovatif yang berorientasi konsumen. Layanan itu terus tumbuh dalam tren positif dan diprediksikan berlanjut didukung kekuatan permodalan domestik maupun asing.

Dalam konteks digital rupiah (CBDC), fasilitas itu dipandang mampu menjembatani kebutuhan publik bertransaksi di era digital dengan kebutuhan bank sentral menjaga dan memelihara keberlangsungan sistem keuangan yang telah berjalan selama ratusan tahun dengan menempatkan bank sentral pada porosnya.

Tidak itu saja, CBDC akan menambal keterbatasan uang-uang yang ada saat ini dengan berperan sebagai instrumen inti bagi bank sentral dalam menjalankan mandatnya di era digital. Nah, pertanyaan selanjutnya, adalah kelak bentuk Digital Rupiah (CNDC) seperti apa?

Bank Indonesia pun memberikan penjelasan, Digital Rupiah akan diterbitkan dalam dua jenis, yakni Digital Rupiah wholesale (w-Digital Rupiah) dan Digital Rupiah ritel (r-Digital Rupiah). Disebutkan, w-Digital Rupiah dengan cakupan akses yang terbatas dan hanya didistribusikan untuk melayani transaksi wholesale.

Berikutnya, r-Digital Rupiah dengan cakupan akses yang terbuka untuk publik dan didistribusikan untuk transaksi ritel. Model bisnis Digital Rupiah dibangun secara terintegrasi dari ujung ke ujung berdasarkan aspek integrasi, interoperabilitas, dan interkoneksi (3i).

Dalam hal ini, aspek 3i diaplikasikan baik di antara platform wholesale dan ritel, antara platform Digital Rupiah dengan infrastruktur pasar keuangan tradisional, maupun antara platform di dalam negeri dan di luar negeri dalam konteks interoperabilitas transaksi antarnegara.

Digital Rupiah akan dilengkapi dengan berbagai fitur yang memastikan resiliensi, baik dalam konteks keamanan maupun ketersediaan, misalnya, offline functionality, yang juga memastikan perluasan inklusi keuangan di daerah tertinggal.

Yang jelas, Indonesia kini semakin dekat untuk merealisasikan lahirnya Digital Rupiah. Mata uang digital di masa depan bukanlah pilihan, melainkan keniscayaan. Penerbitan WP yang dilakukan Bank Indonesia diharapkan menjadi katalisator pengembangan desain Digital Rupiah/CBDC ke depan, agar penerapan dapat sesuai konteks dan karakteristik kebijakan.

Kami menyakini, dengan menerbitkan Digital Rupiah/CBDC, Bank Indonesia tetap mampu menjaga kedaulatan Rupiah di era digital, termasuk mendukung integrasi ekonomi dan keuangan digital serta membuka peluang inklusi keuangan yang lebih merata dan berkelanjutan.

 

Penulis: Firman Hidranto
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari