Selamatkan kekayaan laut kita dari tangan-tangan penyelundup! Ketahui bagaimana KKP berjuang menggagalkan aksi ilegal benih lobster senilai ratusan miliar rupiah demi masa depan perikanan Indonesia.
Jutaan benih lobster hasil budi daya atau yang juga dikenal dengan sebutan benur berhasil diselamatkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dari upaya-upaya penyelundupan yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia selama semester I-2024. Sedikitnya, KKP menggagalkan 23 aksi penyelundupan yang dilakukan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Data yang ada di KKP, per 13 Mei dan 2 Agustus 2024, juga diketahui bahwa nilai dari jutaan benih yang berhasil diselamatkan itu mencapai angka Rp277 miliar. Dalam data itu pula didapati bahwa penyelundupan terjadi di sejumlah daerah di tanah air, yakni di Sumatra Selatan, Jambi, Kepri, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, dan NTB.
Penyelundupan benur dalam jumlah terbanyak diketahui terjadi di Palembang, Sumatra Selatan sebanyak 312 ribu ekor. Di urutan kedua, ada sebanyak 208.372 ekor benur yang diselundupkan di Kabupaten Tangerang, Banten. Sedangkan di urutan ketiga, penyelundupan benur dalam jumlah besar juga terjadi di Kabupaten Bangka Belitung, dengan jumlah yang berhasil digagalkan sebesar 177.600 ekor.
Adapun KKP memiliki sejumlah strategi menanggulangi tindak pidana penyelundupan benur ke luar negeri. Antara lain, membentuk unit kerja internal di KKP untuk mengatur tata kelola lobster. Selain itu, KKP juga menindak dan mengawal kasus penyelundupan hingga penjatuhan hukuman pidana bagi pelaku.
KKP juga membongkar sindikat penyelundupan secara lebih jauh hingga dapat mengungkap dan memproses di level dalang atau gembong penyelundupan. Bukan hanya, menindak pelaku lapangan.
KKP juga melakukan operasi gabungan bersama TNI-AL, Polri, dan Bakamla untuk mempersempit celah penyelundupan. “Intinya, sumber daya tersebut (benih benur lobster) jangan sampai hilang di tangan penyelundup. Kami melakukan razia di lokasi rawan penyelundupan, bekerja sama dengan aparat hukum unuk menggagalkannya,” demikian disampaikan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP Pung Nugroho Seksomo, pada Selasa (6/8/2024).
Sementara itu, dalam konferensi pers yang digelar di Makoarmada RI, Jakarta Pusat, Selasa (6/8/2024), Komando Armada (Koarmada) RI menjelaskan telah menggagalkan penyeludupan benih bening lobster (BBL) di Riau dan Bekasi Timur. Ada sebanyak 4.692 ekor BBL yang bisa diamankan. Menurut data yang ada 50 boks pada sebuah truk. Kemudian kalau yang ditangkap di Bekasi Timur itu hanya 1 boks, itu taksirannya hanya 4.692 ekor," kata Pangkoarmada Laksdya Denih.
Denih menjelaskan, dari hasil penyelundupan benih lobster ini diduga merugikan negara hingga Rp37 miliar. Sebab, biasanya satu ekor benih lobster dijual dengan harga Rp200 ribu.
"Total dua posisi tadi itu lebih dari Rp37 miliar. Yang dengan angka 1 ekor BBL dijual di luar itu seharga Rp200 ribu," ungkap Denih.
Pada kesempatan itu, Denih juga menjelaskan untuk kasus di Riau, terdapat dua orang yang diduga sebagai pembawa kabur truk pengangkut benih lobster. Sementara yang di Bekasi, seseorang diduga pelaku diamankan hanya mengaku sebagai pengangkut.
"Nah, yang pertama di Pekanbaru itu, itu ditangkap di jalan dan pada saat pemeriksaan karena pas larut malam ditangkapnya itu diduga memang mau kabur. Akhirnya barang ini menjadi barang temuan. Kalau yang di Bekasi Timur itu dia ngangkut tapi nggak tau barangnya siapa," ujar Denih.
Untuk ribuan benih lobster yang diamankan segera dilakukan upaya refreshing atau penyegaran. Sesudahnya, kata Denih, benih lobster ini akan kembali dilepasliarkan. "Sudah dibuatkan penyegaran karena butuh udara supaya nanti bisa tetap hidup yang akan kita tindaklanjuti untuk dilepasliarkan kembali," pungkasnya.
Harus Sigap
Negara memang sudah sewajarnya mengambil langkah tegas dan sigap dalam mengawal hasil budi daya tersebut. Pasalnya, sektor perikanan budi daya nyatanya merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan terbesar bagi negara. Disampaikan salah satu petinggi asosiasi perikanan budidaya, yaitu dari Shrimp Club Indonesia, dalam sebuah forum rapat bersama Komisi IV DPR RI, pada 24 Juni 2024, bahwa lobster, bersama dengan udang, kepiting, tilapia, dan rumput laut, merupakan komoditas utama budi daya ikan.
Tak heran jika beberapa waktu lalu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyampaikan rencana untuk membuka keran ekspor benih lobster atau benur, dengan menggaet Vietnam. Kini, rencana itu berada dalam tahap pengkajian. Jika terlaksana, maka disebutkannya, bakal ada syarat yang harus dipenuhi Vietnam agar bisa mendapatkan benih lobster secara legal dari Indonesia.
"Langkah terbaik kita berikan ruang kepada investor yang ada di Vietnam untuk melakukan budi daya di Indonesia. Sudahlah kamu budi daya dulu di Indonesia, kalau kamu melakukan budi daya di Indonesia, kemudian kita bisa melihat, kebutuhan BBL (benih lobster) di sana kita bisa penuhi, tapi syaratnya mesti bayar secara resmi ke pemerintah Indonesia," ungkap Trenggono awal tahun 2024.
Trenggono memberikan contoh perhitungan, jika Indonesia bisa memenuhi kebutuhan bibit lobster ke Vietnam sebanyak 300 juta bibit, dengan harga Rp5.000 per bibit saja, maka Indonesia sudah bisa meraup untung hingga Rp1,5 triliun. "(Nilai) Rp1,5 triliun itu jadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak). Itu manfaatnya besar gak? Besar," ujarnya.
Kemudian, Trenggono mengingatkan, dengan adanya investor dari Vietnam yang melakukan budi daya di Indonesia, maka bisa membentuk multiplier effect. "Karena dia akan membangun supply chain. Jadi bagaimana penyiapan pakan, tenaga kerja dan sebagainya," tukasnya.
Saat ini, menurut Trenggono, Vietnam merupakan negara yang tidak memiliki benih lobster. Namun, dengan benih lobster yang didapatinya secara ilegal dari Indonesia, nilai ekspor lobster Vietnam ke Tiongkok mencapai USD2,5 miliar. Sedangkan Indonesia baru di USD10 juta dan paling banyak USD20 juta per tahun.
"Vietnam itu tidak ada BBL. BBL itu hanya memijah di daerah Indonesia. (Nilai ekspor BBL) kita cuma USD10 juta--USD20 juta per tahun, sedangkan mereka (Vietnam) bisa USD2,5 miliar. Ya sedihlah," kata Trenggono.
Penulis: Eri Sutrisno
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari