Di mata Adam Boehler, CEO United States International Development Finance Corporation (IDFC), semakin hari Indonesia makin menarik untuk tujuan investasi. Maka, dengan penuh antusias Adam meneken letter of interest (LoI) untuk menginvestasikan USD2 miliar atau Rp28 triliun dana IDFC ke Indonesia melalui lembaga Indonesia Investment Authority atau sovereign wealth fund Indonesia. Penandatanganan LoI itu dilakukan di Washington DC pada Kamis (19/11/2020). Turut menyaksikan penandatanganan adalah Menko Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan. Sebagai bagian dari reformasi ekonominya, pemerintah Indonesia terus mengembangkan opsi pembiayaan dan investasi sektor swasta pada proyek strategis nasional dan prioritas lainnya.
IDFC adalah salah satu pelaku yang telah melakukan evaluasi atas iklim investasi Indonesia, sehingga bisa menarik sektor swasta AS berinvestasi di pasar dengan potensi ekonomi yang besar seperti Indonesia. Kerja sama itu akan memperkuat ikatan ekonomi antara Amerika Serikat dan Indonesia. IDFC juga akan bekerja sama dengan mitranya di Jepang, Uni Emirat Arab, dan Singapura untuk ikut berinvestasi di Indonesia Investment Authority. IDFC dan pemerintah Indonesia telah melakukan pembicaraan terkait dengan kerja sama ini sejak awal tahun.
Pada Oktober lalu, US IDFC dan Luhut sempat bertemu di Jakarta. US IDFC merupakan lembaga pembiayaan investasi yang dibentuk atas mandat Kongres Amerika Serikat (AS) yang berfokus pada investasi di negara-negara berkembang. Saat itu merupakan kunjungan Adam kedua kalinya ke Indonesia.
Januari lalu selain bertemu Menko Luhut, Adam juga diterima Presiden Joko Widodo. Baik Luhut dan CEO US IDFC kembali bertemu di AS, minggu lalu. Dengan demikian, LoI ini adalah perkembangan positif dari pembicaraan kedua pihak. Indonesia sendiri akan segera mengumumkan terbentuknya SWF atau lembaga pengelola investasi (LPI).
Lembaga ini bakal diawasi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pemerintah berharap LPI bisa menarik dana investasi hingga mencapai tiga kali lipatnya atau sekitar Rp225 triliun. "Kami menggunakan model SMF internasional sebagai standar best practice-nya," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Anggota Perumus LPI sekaligus Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) Robertus Bilitea menjelaskan, jika rancangan LPI disetujui untuk masuk dalam UU Cipta Kerja, lembaga ini akan membutuhkan modal dan aset. Sumber modal dan aset yang dimaksud akan berasal dari dua kementerian, yakni Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan. Robertus mengatakan, jumlah modal dan aset untuk pengelolaan dana abadi alias SWF ini cukup besar. LPI atau Sovereign Wealth Fund Indonesia diperkirakan akan beroperasi pada awal 2021. UU Cipta Kerja (Ciptaker) yang beberapa waktu lalu disahkan oleh parlemen memuat poin pembentukan SWF atau LPI. Badan hukum itu dibentuk untuk menjalankan fungsi penanaman modal pemerintah pusat.
Pemerintah menjelaskan bahwa modal awal LPI nantinya terdiri atas kombinasi aset negara atau BUMN. Suntikan ekuitas dalam bentuk dana tunai nilainya bisa mencapai Rp30 triliun yang bersumber dari barang milik negara (BMN), saham pada BUMN atau perusahaan, dan piutang negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, penyusunan kebijakan terkait LPI menjadi salah satu prioritas pemerintah. Presiden Joko Widodo menginginkan penyusunan peraturan pemerintah (PP) terkait soal ini akan selesai dalam waktu dekat. Lewat PP itu akan diatur penyertaan modal yang bisa mencapai Rp75 triliun. Dengan ekuitas itu, pemerintah mengklaim bisa menarik dana investasi hingga mencapai tiga kali lipat atau Rp225 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan tiga hal penting terkait dengan LPI. Pertama, penyusunan kebijakan terkait LPI menjadi salah satu prioritas pemerintah. Hal ini juga sejalan dengan perintah dari Presiden Joko Widodo yang menginginkan penyusunan peraturan pemerintahnya (PP) bisa diselesaikan dalam waktu satu minggu. Kedua, dalam PP tersebut, pemerintah akan mengatur mengenai LPI termasuk di dalamnya akan membahas terkait penyertaan modalnya yang nilainya bisa mencapai Rp75 triliun. Ketiga, pemerintah berharap LPI bisa menarik dana investasi hingga mencapai tiga kali lipatnya atau sekitar Rp225 triliun. "Kami menggunakan model SMF internasional sebagai standar best practice-nya," ujarnya.
Kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu ke Uni Emirat Arab (UEA) bukan hanya membawa oleh-oleh komitmen investasi jumbo senilai USD22,8 miliar. Presiden dan Putra Mahkota UEA Sheikh Mohammed Bin Zayed juga membahas kemungkinan pembentukan sovereign wealth fund, yang akan menjadi pooling dana investasi dari berbagai negara, termasuk UEA.
Menurut keterangan Sekretariat Kabinet (Setkab) Republik Indonesia, Sheikh Mohammed Bin Zayed menyanggupi dana USD22,8 miliar itu diinvestasikan di Indonesia melalui SWF. Selain UEA, ada pula investor lain yang akan bergabung di SWF tersebut, yakni Masayoshi Son dari Softbank, Jepang dan International Development Finance Corporation (IDFC), Amerika Serikat. SWF adalah sebuah dana investasi milik negara. Alokasinya mungkin di aset riil atau di aset keuangan seperti saham, obligasi, dan real estate. Itu adalah dari sekian bentuk kumpulan dana investasi (pooled investment vehicle) di pasar keuangan global selain private equity funds dan hedge funds.
Negara-negara dengan surplus perdagangan yang besar akan menginvestasikan surplus tersebut ke sovereign wealth fund, yang mana menggunakan dan mengelola dana tersebut untuk tujuan investasi murni. Itu bukan sebagai cadangan valas sebagaimana dikelola oleh bank sentral dengan sangat konservatif. Menurut Investopedia, SWF adalah badan pengelola dana investasi yang dimiliki oleh negara. Dana yang mereka kelola bisa berasal dari cadangan devisa milik bank sentral negara tersebut, akumulasi surplus perdagangan maupun surplus anggaran, dana hasil privatisasi, maupun penerimaan negara dari ekspor sumber daya alam.
Sementara itu, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan mendefinisikan SWF sebagai kendaraan finansial yang dimiliki negara, yang memiliki atau mengatur dana publik dan menginvestasikannya ke aset-aset yang luas dan beragam. Fungsi SWF adalah untuk stabilisasi ekonomi, terutama meningkatkan investasi dan tabungan masyarakat.
Ada lima jenis atau lima kategori SWF:
1. Dana stabilisasi (stabilization funds)
2. Dana tabungan untuk generasi di masa depan (savings or future generations fund)
3. Dana pensiun (pension reserve funds)
4. Dana cadangan investasi (reserve investment funds)
5. Dana pengelolaan kekayaan negara untuk pembangunan strategis (strategic development sovereign wealth funds)
Sovereign Wealth Fund Institute menulis, pengelolaan dana SWF lebih mengutamakan imbal hasil (return) daripada likuiditas, sehingga cenderung lebih berisiko dibandingkan cadangan devisa tradisional. Beberapa negara yang mengutamakan likuiditas akan membatasi investasi SWF hanya pada instrumen surat utang yang sangat likuid, misalnya, surat utang pemerintah. Namun, ada juga beberapa SWF yang berinvestasi langsung pada industri domestik.
Beberapa negara membentuk SWF sebagai upaya mendiversifikasi sumber pendapatannya. Misalnya, UEA yang kekayaannya sangat bergantung pada ekspor minyak mentah. Oleh karena itu, UEA menempatkan sebagian cadangan devisanya ke SWF yang berinvestasi pada aset-aset yang terdiversifikasi. Jika terjadi risiko yang menyebabkan harga minyak dunia turun, pendapatan UEA dari hasil investasi yang lain bisa menutup penurunan tersebut. UEA adalah salah satu negara yang tercatat memiliki SWF di jajaran sepuluh besar dunia, yakni Abu Dhabi Investment Authority dengan dana kelolaan USD696,66 miliar pada 2019. SWF terbesar di dunia dimiliki oleh Norwegia dengan dana kelolaan USD1,1 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, Presiden Joko Widodo sudah memberikan nama Sovereign Wealth Fund (SWF) Indonesia, yakni Otoritas Investasi Indonesia. Masih menurut Airlangga, SWF dalam jangka pendek ini akan menjadi salah satu alat pendorong investasi. "Otoritas Investasi Indonesia ini akan mempunyai modal sampai dengan Rp75 triliun dan leverage-nya ini akan mengundang SWF dari negara lain," jelasnya.
Dia mengatakan dengan adanya matching fund yang besarnya mencapai USD5 miliar atau setara dengan Rp75 triliun, diharapkan SWF Indonesia bisa menarik investor-investor lain. Dengan demikian, Indonesia punya alat untuk mendorong investor, buka hanya dari investasi langsung asing (foreign direct investment/FDI), bukan hanya lewat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tapi melalui Otoritas Investasi Indonesia.
Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini