Pajak progresif akan diterapkan pada kendaraan bermotor yang memiliki kesamaan nama pemilik dengan alamat tempat tinggal pemilik. Jadi, besaran biaya pajak akan mengalami peningkatan seiring bertambahnya jumlah kendaraan sehingga kendaraan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya dikenai tarif berbeda.
Misalnya saja Anda menjual mobil ke orang lain, namun Anda tidak melakukan balik nama kepemilikan mobil tersebut, maka pajak progresif akan ditanggungkan pada pemilik lama karena nama dan alamat tempat tinggal pemilik mobil tersebut masih sama.
Dengan demikian, jika Anda menjual kendaraan bermotor kepada orang lain, sebaiknya segera melakukan proses balik nama sehingga Anda tidak lagi membayar pajak progresif untuk kendaraan tersebut.
Dasar pengenaan pajak bagi kendaraan bermotor diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Undang-undang ini menyebutkan bahwa kepemilikan kedua untuk pembayaran pajak dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
- Kepemilikan kendaraan roda kurang dari empat.
- Kepemilikan kendaraan roda empat.
- Kepemilikan kendaraan roda lebih dari empat.
Contoh: Anda memiliki satu mobil, satu motor, dan satu truk dalam satu rumah. Semua kendaraan tersebut atas nama pribadi. Masing-masing kendaraan ditetapkan menjadi kepemilikan pertama karena berbeda jenis. Otomatis, Anda hanya dikenakan pajak progresif pertama.
A. Pengenaan Tarif Pajak Progresif
Menurut pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, ketentuan tarif pajak progresif bagi kendaraan bermotor ditetapkan sebagai berikut:
- Kepemilikan kendaraan bermotor pertama dikenakan biaya paling sedikit 1 persen, sedangkan paling besar 2 persen.
- Kepemilikan kendaraan bermotor kedua, ketiga, dan seterusnya dibebankan tarif paling rendah 2 persen dan paling tinggi 10 persen.
Meski persentase tarif sudah ditetapkan, setiap daerah memiliki kewenangan untuk menetapkan besarannya. Syaratnya, jumlah tarif tersebut tidak melebihi rentang yang dicantumkan dalam pasal 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009.
Berikut ini tarif pajak progresif untuk wilayah DKI Jakarta berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 tahun 2015:
- Urutan Kepemilikan Tarif Pajak
- Kendaraan pertama 2%
- Kendaraan kedua 2,5%
- Kendaraan ketiga 3%
- Kendaraan keempat 3,5%
- Kendaraan kelima 4%
- Kendaraan keenam 4,5%
- Kendaraan ketujuh 5%
- Kendaraan kedelapan 5,5%
- Kendaraan kesembilan 6%
- Kendaraan kesepuluh 6,5%
- Kendaraan kesebelas 7%
- Kendaraan keduabelas 7,5%
- Kendaraan ketigabelas 8%
- Kendaraan keempatbelas 8,5%
- Kendaraan Kelimabelas 9%
- Kendaraan Keenambelas 9,5%
- Kendaraan Ketujuhbelas 10%
B. Cara Menghitung Pajak Progresif
Dasar perhitungan pajak harus didasarkan pada dua unsur kendaraan, yaitu:
1. Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB)
NJKB bukan harga pasaran umum melainkan harga atau nilai yang sudah ditetapkan oleh Dispenda (Dinas Pendapatan Daerah) yang sebelumnya sudah mendapatkan data dari Agen Pemegang Merek (APM).
2. Efek negatif atas pemakaian kendaraan untuk merefleksikan tingkat kerusakan jalan
Ini biasanya dinyatakan dalam koefisien yang nilainya satu atau lebih.
Untuk menghitung pajak progresif, dimulai dengan cara mencari NJKB kendaraan. NJKB diperoleh dengan rumus: (PKB/2) x 100. Nilai PKB (Pajak Kendaraan Bermotor) bisa Anda temukan di lembar STNK bagian belakang.
Jika sudah mengetahui hasil NJKB, kalikan dengan persentase pajak progresif. Pastikan persentase sesuai urutan kepemilikan kendaraan. Selanjutnya, tentukan Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ) untuk mendapatkan pajak progresif tiap kendaran.
Berikut ini contoh perhitungan pajak progresif mobil:
Jika kita mempunyai 4 buah mobil dengan satu merek dan dibeli pada tahun yang sama. Dari STNK, tertulis PKB mobil sebesar Rp 1.500.000. Kemudian, didapatkan SWDKLLJ sejumlah Rp 150.000. Berarti, NJKB mobil milik kita adalah:
NJKB: (PKB/2) x 100 = (Rp 1.500.000/2) x 100 = Rp 75.000.000
Maka, pajak progresif tiap kendaraan. Dimulai dari kendaraan pertama sampai keempat.
Mobil Pertama
- PKB: Rp 75.000.000 x 2% = Rp 1.500.000
- SWDKLLJ: Rp 150.000
- Pajak: Rp 1.500.000 + Rp 150.000 = Rp 1.650.000
Mobil Kedua
- PKB: Rp 75.000.000 x 2,5% = Rp 1.875.000
- SWDKLLJ: Rp 150.000
- Pajak: Rp 150.000 + Rp 1.875.000 = Rp 2.025.000
Mobil Ketiga
- PKB: Rp 75.000.000 x 3% = Rp 2.250.000
- SWDKLLJ: Rp 150.000
- Pajak: Rp 150.000 + Rp 2.250.000 = Rp 2.400.000
Mobil Keempat
- PKB: Rp 75.000.000 x 3,5% = Rp 2.625.000
- SWDKLLJ: Rp 150.000
- Pajak: Rp 150.000 + Rp 2.625.000 = Rp 2.775.000
Cara ini berlaku untuk menghitung pajak mobil kelima, keenam, dan seterusnya sampai nilai persentase 10%. Dengan perhitungan ini, bisa diketahui bahwa nilai pajak semakin besar seiring pertambahan jumlah kendaraan bermotor. Tak hanya itu, NJKB dan SWDKLLJ pun menentukan biaya yang harus dibayarkan.
C. Jual Kendaraan dan Blokir STNK supaya Tak Kena Pajak Progresif
Ketika seseorang menjual kendaraan miliknya maka dia wajib memblokir Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK). Tujuannya agar dia tidak terkena pajak progresif saat membeli kendaraan baru.
Sebab, pajak progresif dikenakan kepada seseorang yang namanya terdaftar memiliki lebih dari satu kendaraan, bahkan jika orangnya berbeda tetapi masih terdaftar dalam satu Kartu Keluarga (KK).
Cara memblokir STNK:
- Pemilik kendaraan hanya perlu menyediakan pernyataan penjualan kendaraan bermeterai dan melampirkan foto copy STNK dan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
- Apabila melakukan transaksi jual kendaraan, segera mendatangi kantor Samsat terdekat lalu menyerahkan surat pernyataan dan kelengkapan tersebut sehingga petugas segera melakukan pemblokiran dan pemilik berikutnya wajib segera membalik nama.
- Bila tak ada fotokopi STNK, yang terpenting menyertakan nomor polisi dan jenis kendaraan, disertakan juga KTP yang sesuai dengan STNK dan surat pernyataan.
- Prosesnya tidak memakan waktu lama, tergantung dari kelengkapan dokumen yang harus diserahkan.