Aksi Solidaritas Pangan Yogya muncul sebagai reaksi para aktivis sosial terhadap dampak pandemi Covid-19. Solidaritas Pangan merupakan perkumpulan relawan dari sejumlah organisasi di Yogyakarta dan diprakarsai oleh masyarakat sendiri.
Wabah virus corona memang tak hanya mengancam keselamatan warga. Bangunan ekonomi masyarakat pun ikut oleng. Pembatasan sosial dan pembatasan fisik yang diberlakukan mulai Maret lalu, saat Covid-19 mulai merayapi wilayah Yogyakarta, secara cepat kontan menghantam kelas sosial bawah.
Situasi itulah yang dicermati Ita Fatia Nadia, tokoh LSM perempuan dari Yayasan Kalyanamitra, Yogya. Dia memandang, pekerja informal harus menghadapi ancaman ganda, yakni wabah penyakit dan kesulitan rezeki.
Diketahui, sebagian dari mereka mengais rezeki harian. Sedangkan sebagian lainnya, menggantungkan hidup pada bidang yang berkaitan dengan dunia pariwisata. Di tengah kewajiban untuk physical distancing dan social distancing suasana kota kontan menjadi sepi.
Sektor informal rontok. Padahal, menurut data BPS (Februari 2019), sebanyak 1.087 juta tenaga kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berkiprah di sektor informal. Itu berarti sekitar 51 persen. Disergap wabah, sebagian mereka bahkan kesulitan mengakses pangan.
Tersentuh nuraninya, Ita Fatia dibantu kedua putrinya lantas mencoba melakukan pemetaan. Dia pun mendatangi pekerja informal yang dinilai paling menderita akibat pandemi. Mereka itu, kata Ita Fatia, bahkan acap kesulitan untuk bisa memperoleh makan. “Mereka yang butuh makan terutama adalah tukang becak dan para buruh gendong di pasar-pasar,” katanya.
Alhasil, Ita Fatia pun membuka dapur umum di rumahnya, di kawasan Ngadiwinatan, Ngampilan, Yogyakarta, sejak 17 Maret 2020. Dapur umum swadaya yang dia bangun mampu menyediakan 50 bungkus nasi. Namun baru beberapa hari kegiatan itu berlangsung, Ita Fatia dan kedua anaknya merasa kewalahan. Kontan aktivis perempuan Yogyakarta itu mengontak jaringan pekerja sosial lain yang dikenalnya.
Salah satunya ialah kelompok aktivis di Social Movement Institute (SMI). Bersama aktivis mahasiswa, gerakan Ita pun berkembang. Donasi mulai mengalir dan dibelanjakan ke para pembuat nasi angkringan yang dagangannya tidak laku. Sekali mengayuh dayung dua pulau terlampaui. Pedagang angkringan terbantu, pekerja lain bisa makan gratis.
Gerakan Solidaritas Pangan Yogya meluas. Beberapa organisasi turut bergabung, di antaranya adalah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Yogyakarta. Mereka berhasil mengumpulkan dana sosial hingga sekira Rp50 juta. Dari donasi itu, setiap dapur umum kemudian memproduksi rata-rata 100 bungkus makanan setiap hari.
Kini, Solidaritas Pangan Yogya sedikitnya sudah memiliki enam dapur umum. Yakni, di Gamping, Seyegan, Prawirotaman, Mergangsan, Piyungan, dan Wonocatur. Dua dapur umum yang disebut terakhir merupakan dapur umum khusus. Di dapur umum itu, relawan hanya memasok bahan makanan.
Di Piyungan, dapur umum dikelola untuk dibagikan kepada para lansia. Sedangkan di Wonocatur, dapur umum dikelola dan dibagikan oleh komunitas pemulung yang tinggal di sekiar TPA Piyungan. Cara kerja para relawan dan komunitas solidaritas ini mematuhi protokol pencegahan penyebaran virus Covid-19.
Jumlah juru masak dibatasi di setiap dapur umum, yakni maksimal tiga orang. Itupun mereka harus bergantian masuk ke dapur, demi mencegah terjadinya kerumunan. Demikian pula dengan para relawan yang menjadi kurir pemasok bahan mentah dan distributor nasi bungkusnya. Mereka diminta mematuhi protokol kesehatan, yakni dengan mengenakan masker, sarung tangan, dan juga membawa cairan sanitasi tangan. Belakangan, relawan juga bertambah dari unsur tenaga kesehatan.
Selain bergiliran, mereka juga tidak harus bekerja setiap hari. Mereka hanya memasak dua hari, lalu dua hari berikutnya bekerja di warung makan angkringan. Semua makanan yang selesai dimasak segera didistribusikan pada saat itu juga. Melalui grup Whatsapp, koordinasi relawan bergerak. Mereka mengambil nasi bungkus di dapur umum dan langsung didistribusikan sesuai titik yang telah ditentukan.
Solidaritas Pangan sekarang dikawal 50 relawan, mereka terlibat mulai dari dapur hingga kurir. Mereka yang terjun langsung di lapangan diminta untuk mengecek kesehatan secara berkala. Sebab mereka yang berada di lapangan untuk membagikan nasi bungkus, dinilai paling rentan terinfeksi virus corona.
Terkait titik pendistribusian, disesuaikan dengan lokasi yang diidentifikasi sebagai tempat berkumpulnya para pekerja informal. Misalnya saja kawasan ‘Nol Kilometer’ yang diketahui menjadi tempat ngumpulnya para tukang becak.
Titik lain adalah pasar-pasar di Kota Yogya. Di sana pendistribusian pangan ditujukan pada para buruh gendong dan juga pedagang kecil. Selanjutnya adalah titik distribusi jalan-jalan protokol, di mana di sana biasanya juga didapati para tukang becak yang tengah beristirahat, pemulung, dan juga pedagang kecil.
Aksi Solidaritas Pangan Yogya itu terpantau oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). Saat mengumumkan Top 21 Inovasi Pelayanan Publik Penanganan Covid-19, Solidaritas Pangan Yogya ini ada dalam deretan inovasi terbaik. Inovasi terbaik itu diumumkan Deputi bidang Pelayanan Publik Kementerian PAN-RB Diah Natalisa melalui live streaming di kanal YouTube Kementerian PANRB, Rabu (26/8/2020).
Menurut laporan Diah, hingga 30 Juni 2020, terdapat 1.204 inovasi dari tujuh klaster instansi yang berhasil dihimpun. Di antaranya kementerian/lembaga sebanyak 141 inovasi, pemerintah provinsi 168 inovasi, pemerintah kabupaten 403 inovasi, pemerintah kota 200 inovasi, perguruan tinggi 98 inovasi, perusahaan swasta dengan 50 inovasi, serta masyarakat sipil ada 144 inovasi.
Sedangkan, untuk persentase inovasi berdasarkan kategori, yaitu kategori Ketangguhan Massal sebesar 45 persen, kategori Cepat Tanggap 39 persen, dan kategori Pengetahuan Publik 16 persen. Dalam menghimpun inovasi-inovasi, digunakan dua cara, yakni pencarian inovasi melalui media sosial, serta memberitahu instansi pemerintah dan masyarakat melalui pengumuman.
Inovasi pelayanan publik penanganan Covid-19 dibagi tiga kategori. Di antaranya kategori Respons Cepat Tanggap (Quick Wins), kategori Pengetahuan Publik (Public Knowledge), serta kategori Ketangguhan Masal (Massive/Social Resilience). Inovasi-inovasi yang terpilih adalah memenuhi kriteria di antaranya kebaruan, kemanfaatan, efektif, serta transferable.
Penulis: Eri Sutrisno
Editor: Putut Tri Husodo/Elvira Inda Sari
Redaktur Bahasa: Ratna Nuraini