INDEKS INTEGRITAS NASIONAL
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024, yang menunjukkan bahwa skor Indeks Integritas Nasional berada pada angka 71,53 poin.
Angka itu mencerminkan bahwa situasi integritas di Indonesia masih rentan terhadap praktik korupsi, dengan temuan utama survei mengungkapkan tingginya tingkat suap dan gratifikasi di kementerian/lembaga (K/L) dan pemerintah daerah (PD).
Survei itu dipaparkan Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, dalam acara peluncuran SPI 2024 di Gedung Juang Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/1/2025). Pahala menyoroti bahwa maraknya praktik suap dan gratifikasi menjadi tantangan besar dalam upaya pencegahan korupsi.
Pahala mengungkapkan bahwa temuan survei menunjukkan bahwa 90 persen kasus suap dan gratifikasi terjadi di kementerian/lembaga, sementara 97 persen terjadi di pemerintah daerah (provinsi, kota, dan kabupaten). "Suap dan gratifikasi masih terjadi dengan jumlah yang sangat signifikan," ucap Pahala.
Pahala menjelaskan bahwa peningkatan angka ini bukan hanya berdasarkan laporan eksternal, tetapi juga diakui oleh pegawai internal yang mengungkapkan adanya peningkatan kejadian suap dan gratifikasi yang cukup tajam. Sebanyak 36 persen responden internal yang disurvei mengaku pernah melihat atau mendengar pegawai menerima pemberian dalam bentuk uang, barang, atau fasilitas dari pengguna layanan dalam satu tahun terakhir. Angka ini menunjukkan peningkatan 10 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Statistik dari survei itu menunjukkan bahwa 50,05 persen pengguna layanan mengaku memberikan sesuatu kepada petugas tanpa kesepakatan (gratifikasi), sementara 49,95 persen memberikan sesuatu dengan kesepakatan (suap/pungli). Temuan ini mengungkapkan betapa sulitnya memisahkan antara gratifikasi yang seringkali diterima tanpa paksaan dan suap yang diberikan dengan tujuan tertentu.
Jenis Pemberian Suap/Gratifikasi: Uang Masih Dominan
Pemberian suap dan gratifikasi dalam bentuk uang masih mendominasi, dengan persentase mencapai 69,70 persen. Selain itu, ditemukan pula pemberian dalam bentuk barang (12,59 persen), fasilitas atau entertainment (7,68 persen), dan kategori lainnya (10,03 persen).
Selain itu, responden eksternal yang mengungkapkan alasan pemberian suap/gratifikasi menyebutkan bahwa sebagian besar pemberian tersebut dilakukan sebagai ungkapan terima kasih (47,21 persen), diikuti dengan alasan untuk mendapatkan perlindungan (17,52 persen), membangun relasi (15,51 persen), dan karena rasa sungkan atau tidak enak (14,22 persen).
Sebagian besar pemberian suap atau gratifikasi berasal dari informasi petugas (42,07 persen), sedangkan inisiatif pribadi (22,3 persen) dan tradisi/lumrah (16,65 persen) menjadi alasan lain yang sering disebutkan oleh responden eksternal.
Berkaca dari temuan itu, KPK mengajak seluruh elemen masyarakat, baik sektor pemerintah maupun swasta, untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah dengan tidak menjadi pemberi maupun penerima suap dan gratifikasi.
KPK juga mendorong komitmen pimpinan organisasi di lembaga-lembaga pemerintah untuk terus melakukan perbaikan dan perubahan, termasuk melalui teladan integritas dan penerapan sistem pencegahan korupsi yang lebih baik di setiap lembaga. Dengan demikian, KPK berharap dapat menciptakan lingkungan yang bebas dari praktik korupsi dan berintegritas tinggi.
Hasil Survei Penilaian Integritas 2024 ini menggambarkan tantangan besar dalam memperbaiki integritas di sektor pemerintahan. Meskipun ada kemajuan, angka yang masih tinggi menunjukkan bahwa perbaikan harus terus dilakukan. KPK mengimbau agar seluruh pihak lebih sadar akan pentingnya menjaga transparansi dan akuntabilitas dalam setiap tindakan, demi mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi.
Penulis: Pasha Yudha Ernowo
Redaktur: Untung S
Berita ini sudah terbit di infopublik.id: https://infopublik.id/kategori/nasional-politik-hukum/900033/kpk-rilis-hasil-survei-penilaian-integritas-2024-korupsi-masih-rentan-di-pemerintah