Stunting (kekerdilan) pada anak dapat dicegah jika orang tua mengambil langkah-langkah penting dalam dua tahun pertama kehidupan seorang anak. Jika anak tidak mendapatkan makanan dan perawatan yang tepat selama waktu khusus itu, akan memberikan efek berbahaya kepada anak. Data Kementerian Kesehatan tahun 2018 menyebutkan, hampir setengah dari kematian anak di seluruh Indonesia mencapai 7,8 juta dari 23 juta balita.
Stunting adalah gangguan pertumbuhan kronis pada anak akibat kekurangan nutrisi dalam waktu lama. Anak dalam kondisi stunting umumnya bertubuh lebih pendek dibanding anak seusianya. Seorang anak yang bertahan dengan kondisi ini, cenderung memiliki kemampuan belajar yang rendah dan lebih rentan terhadap penyakit.
Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, stunting dianggap sebagai kondisi yang sering tidak diakui di masyarakat. Di mana kondisi ukuran tubuh pendek adalah sesuatu yang normal dan sering kali tidak menjadi perhatian di dalam perawatan kesehatan primer.
Hal sederhana yang dicontohkan mantan Bupati Kulonprogo ini adalah pola pengukuran badan anak yang benar. Terutama, yang belum pernah diukur oleh tenaga medis ketika masih di bawah usia lima tahun. Caranya adalah dengan dibaringkan dan bukan dalam posisi berdiri. Karena dengan dibaringkan akan terukur sempurna dan akan bisa terpantau bentuk struktur tulang penyangga tubuh. Dokter spesialis kandungan ini menyebutkan metode pengukuran sederhana dengan membaringkan badan si anak lebih efektif dan harus menjadi acuan bagi para tenaga medis di klinik dan puskesmas.
Saat ini, pada kenyataannya, pertumbuhan tinggi seorang anak berfungsi sebagai penanda berbagai kelainan patologis yang terkait dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas. Begitu pula hilangnya potensi pertumbuhan fisik dan penurunan perkembangan saraf. Di samping itu ada potensi menurunnya fungsi kognitif serta peningkatan risiko penyakit kronis di masa dewasa.
Seperti dikutip dari laman Program Pencegahan Stunting Kemenkes RI di http://promkes.kemkes.go.id/pencegahan-stunting, ada sejumlah penyebab stunting, yaitu:
1. Asupan nutrisi ibu.
Penyebab stunting yang pertama dipengaruhi oleh asupan nutrisi ibu hamil. Ibu hamil yang kurang mengkonsumsi makanan bergizi seperti asam folat, protein, kalsium, zat besi, dan omega-3 cenderung melahirkan anak dengan kondisi kurang gizi. Kemudian saat lahir, anak tidak mendapat ASI eksklusif dalam jumlah yang cukup dan makanan pendamping ASI (MPASI) dengan gizi yang seimbang ketika berusia 6 bulan ke atas.
2. Kurangnya asupan makanan sehat dan bergizi sebagai MPASI.
Pemberian makanan pendamping yang tidak cukup dan kekurangan nutrisi penting di samping asupan kalori murni adalah salah satu penyebab pertumbuhan pada anak terhambat. Anak-anak perlu diberi makanan yang memenuhi persyaratan minimum dalam hal frekuensi dan keragaman makanan untuk mencegah kekurangan gizi.
3. Kebersihan lingkungan.
Ada kemungkinan besar hubungan antara pertumbuhan linier anak-anak dan praktik sanitasi rumah tangga. Kontaminasi jumlah besar bakteri fecal coliform oleh anak-anak ketika meletakkan jari-jari kotor atau barang-barang rumah tangga di mulut mengarah ke infeksi usus. Kondisi ini memengaruhi status gizi anak karena mengurangi nafsu makan, mengurangi penyerapan nutrisi dan meningkatkan kehilangan nutrisi. Penyakit-penyakit yang berulang seperti diare dan infeksi cacing usus (helminthiasis) yang keduanya terkait dengan sanitasi yang buruk telah terbukti berkontribusi terhadap terhambatnya petumbuhan anak.
Dampak Stunting pada Anak
Umumnya stunting adalah gangguan yang sering ditemukan pada balita, khususnya usia 1-3 tahun. Lalu, bagaimana kita bisa mengenali apakah anak mengalami gejala stunting atau tidak. Tips dari dr Hasto Wardoyo berikut ini bisa dijadikan acuan, antara lain:
1. Pertumbuhan tinggi dan berat anak terganggu.
Stunting adalah salah satu dari berbagai penyebab anak lebih pendek dibandingkan dengan rata-rata anak seusianya. Berat badannya pun cenderung jauh di bawah rata-rata anak sebayanya.
2. Tumbuh kembang anak tidak optimal.
Stunting juga bisa terlihat pada tumbuh kembang anak di mana anak menjadi terlambat jalan atau kemampuan motoriknya kurang optimal.
3. Mempengaruhi kecerdasan dan kemampuan anak ketika menangkap pelajaran.
Stunting telah menjadi salah satu faktor yang ikut berpengaruh terhadap pekembangan kecerdasan kognitif (Intelligence Quotient) anak lebih rendah dibanding anak seusianya. Anak akan sulit belajar dan berkonsentrasi akibat kekurangan gizi.
4. Mudah terserang penyakit.
Anak dengan gejala stunting akan mudah terserang penyakit. Si anak ketika dewasa juga berisiko terkena berbagai penyakit seperti diabetes, jantung, kanker, dan stroke. Bahkan stunting pada anak juga bisa berujung pada kematian usia dini.
Stunting juga bisa meningkatkan risiko kematian janin saat dilahirkan. Ini bisa terjadi jika ibu hamil ternyata mempunyai riwayat stunting. Ibu yang memiliki riwayat stunting umumnya berciri tinggi badan di bawah normal. Sehingga cenderung memiliki ukuran panggul yang kecil, dan akhirnya kondisi ini mempersempit jalan lahir bagi si bayi.
Dengan proporsi ukuran yang tidak sesuai ini mengakibatkan ibu dengan postur tubuh yang pendek sulit untuk melakukan persalinan normal. Jika pun dipaksakan, kondisi ini bisa meningkatkan risiko kematian dan gangguan kesehatan pada bayi dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Membedakan Stunting dan Kurus
Secara kasat mata sulit membedakan antara stunting dengan anak kurus (wasting). Padahal ini adalah dua bentuk malnutrisi yang memerlukan penanganan berbeda untuk pencegahan dan pengobatannya.
Akan tetapi, kedua bentuk malnutrisi ini memiliki hubungan yang erat dan sering terjadi bersama dalam populasi yang sama, dan kerap pada anak yang sama. Keduanya dikaitkan dengan peningkatan mortalitas, terutama ketika keduanya hadir pada anak yang sama.
Menurut Hasto Wardoyo, massa otot yang berkurang merupakan karakteristik dari kondisi balita kurus yang parah. Tetapi ada bukti tidak langsung bahwa itu juga terjadi pada stunting. Berkurangnya massa otot meningkatkan risiko kematian selama infeksi dan juga dalam banyak situasi patologis lainnya.
Berkurangnya massa otot dapat mewakili mekanisme umum yang menghubungkan wasting dan stunting. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mengurangi angka kematian terkait gizi buruk, intervensi harus bertujuan untuk mencegah wasting dan stunting, yang sering kali memiliki penyebab yang sama.
Hal ini menunjukkan bahwa intervensi pengobatan harus fokus pada anak-anak yang wasting dan stunting yang memiliki defisit terbesar dalam massa otot, daripada berfokus pada kekurangan gizi saja.
Penurunan massa lemak sering terjadi tetapi tidak konsisten dalam stunting. Lemak mengeluarkan banyak hormon, termasuk leptin, yang mungkin memiliki efek stimulasi pada sistem kekebalan tubuh. Perlu diketahui juga bahwa leptin memiliki efek pada pertumbuhan tulang. Hal ini mungkin menjelaskan mengapa anak-anak kurus dengan simpanan lemak rendah berdampak pada tinggi badannya yang tetap rendah.
Ini juga dapat menjelaskan keterkaitan stunting yang sering dikaitkan dengan wasting. Bagaimanapun, stunting dapat terjadi tanpa adanya wasting dan bahkan pada anak-anak yang kelebihan berat badan. Dengan demikian, suplementasi makanan harus digunakan dengan hati-hati dalam populasi di mana stunting tidak terkait dengan wasting dan simpanan rendah lemak.
Pencegahan Anak Stunting
Menurut Firmansyah Chatab, dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Permata Depok, pencegahan anak stunting bisa dimulai sejak dalam kandungan atau ketika si ibu sedang hamil. Berikut beberapa tips yang bisa dilakukan untuk mencegah stunting pada ibu hamil:
- Memperbaiki pola makan dan mencukupi kebutuhan gizi selama kehamilan.
- Memperbanyak konsumsi makanan yang mengandung zat besi dan asam folat (folic acid) untuk mencegah cacat tabung saraf.
- Memastikan anak mendapat asupan gizi yang baik khususnya pada masa kehamilan hingga usia 1000 hari anak.
- Selain itu stunting adalah gangguan yang juga dapat dicegah dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan meningkatkan akses air bersih di lingkungan rumah.
- Hal penting yang harus dipahami, tidak ada solusi sederhana untuk mencegah stunting. Namun, berfokus pada rentang waktu antara kehamilan ibu dan ketika anak berusia dua tahun menjadi kunci untuk memastikan perkembangan anak yang sehat.
Penulis: Anton Setiawan
Editor: Eri Sutrisno/Ratna Nuraini/Elvira