Laskar Pelangi adalah karya susastra pertama Andrea Hirata. Terbit pertama kali pada 2005. Novel ini ialah buku pertama dari tetralogi Laskar Pelangi. Ketiga novel berikutnya ialah Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov.
Buku yang berkisah perjuangan anak-anak Pulau Belitung ini terpilih sebagai Winner General Fiction New York Book Festival 2013 di Amerika Serikat dan Winner Buchawards 2013 di Jerman. Merujuk www.brilio.net pada Agustus 2015, novel ini setidaknya kini telah diterjemahkan ke dalam 26 bahasa.
Berangkat dari sebuah kisah nyata masa kecil pengarangnya, novel ini boleh dikata bergenre “otobiografi fiksi”. Aspek fiksi atau imajinasi sengaja ditambahkan kuat oleh pengarangnya untuk memantik spirit dan keberanian anak-anak memiliki mimpi-mimpi dan sekaligus mewujudkan cita-cita mereka.
Pada 2008, Laskar Pelangi diadaptasi menjadi film dengan judul yang sama. Disutradarai Riri Riza dan diproduksi oleh Miles Film dan Mizan Production. Penulis skenario Salman Aristo, dibantu oleh Riri Riza dan Mira Lesmana. Lokasi syuting film Laskar Pelangi ialah Pulau Belitung sesuai latar cerita novel.
Film ini juga menuai sukses yang luar biasa. Tak hanya berhasil mengangkat nama para pemainnya, juga mengerek popularitas Pulau Belitung. Latar belakang keindahan panorama alam Belitung membuat banyak orang penasaran, apakah keindahan negeri Laskar Pelangi memang seindah di film.
Akhir 2019, Film Sang Pemimpi juga tayang. Diadaptasi dari novel kedua, Sang Pemimpi, film ini juga disutradarai oleh Riri Riza dan produser Mira Lesmana. Pengambilan gambar dimulai di Belitung, atau dalam bahasa setempat “Belitong”. Sekalipun tidak sesukses film Laskar Pelangi, film ini tentu semakin menambah rasa penasaran penonton akan keindahan panorama Pulau Belitung. Dan bicara dampaknya memang sungguh luar biasa.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1554346885_Mercusuar_Pulau_Lengkuas.jpg" />Pesona Pulau Lengkuas. Sumber foto: Pesoana Indonesia
Memasuki 2009–2010, popularitas Belitung sebagai tujuan wisata melesat bak meteor. Setelah film Laskar Pelangi beredar dan ditonton 4,5 juta orang, industri pariwisata Belitung mengalami booming. Film Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi ini bisa dikata berhasil menangkap panorama Pulau Belitung yang maha indah.
Terlebih, ditambah pada 9 Maret 2016 terjadi fenomena alam gerhana matahari total. Melanda sebagian kawasan Asia-Pasifik. Bangka-Belitung ialah satu dari dua belas provinsi di Indonesia yang dilewati oleh fenomena gerhana matahari total. Pemerintah segera memanfaatkan momentum tersebut untuk mendongkrak popularitas dan kujungan wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Setidaknya secara nasional, saat itu Bangka-Belitung ialah lokasi gerhana matahari total yang paling banyak diliput media.
Menginjak satu dasarwasa lebih sejak pemutaran film Laskar Pelangi. Pada 14 Maret 2019 Presiden Joko Widodo resmi membuka tahap operasional KEK Tanjung Kelayang. Seperti diketahui, tiga tahun sebelumnya, kawasan yang diproyeksikan menjadi salah satu destinasi wisata tingkat dunia ini, telah ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah 6 Tahun 2016 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Kelayang. Merujuk Pasal 4, Tanjung Kelayang ditetapkan sebagai Zona Pariwisata dengan kegiatan utama di sektor pariwisata.
Dalam kesempatan itu Presiden Joko Widodo menyatakan rasa optimismenya. Bahwa, operasional KEK Tanjung Kelayang bisa mengerek penerimaan asli daerah Provinsi Bangka-Belitung hingga mencapai 300 persen.
Ya, menyimak catatan BPS, tren jumlah wisatawan ke Kepulauan Bangka-Belitung memang meningkat pesat. Sepanjang 2011–2017, BPS mencatat rata-rata kunjungan wisatawan meningkat sebesar 29 persen.
Pada 2017, tercatat kunjungan wisatawan mencapai 380.941 orang. Ini berarti terjadi peningkatan 30 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dari total pengunjung itu persentase pelancong mancanegara masih terbatas, yaitu sebesar 2,4 persen atau sejumlah 9.358 orang.
Dari sisi amenitas, telah tersedia akomodasi baik kategori bintang maupun nonbintang di Kota Tanjung Pandan. Fasilitas yang sama juga tersedia di dekat Pantai Tanjung Kelayang. Saat ini, nilai investasi yang telah masuk ke KEK Tanjung Lesung mencapai Rp9 triliun. Sekitar 76 persen dari total investasi itu digelontorkan oleh jaringan hotel internasional seperti Starwood Asia Pacific dan Accor Asia Pacific.
Transformasi ke Pariwisata
Secara geografis, provinsi ini terdiri dari dua gugusan pulau besar. Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Di sekitar keduanya dikelilingi oleh pulau-pulau kecil. Total jumlah pulau di provinsi ini ialah 470 pulau.
Jelas, tanpa tambang timah tentu tak akan lahir kisah Laskar Pelangi yang masyhur itu. Ya, Pulau Belitung yang jadi latar kisah novel itu, selain dikaruniai panorama alam indah juga dikenal sebagai salah satu penghasil timah terbesar di Indonesia dengan kualitas terbaik di dunia.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1554347238_Pulau_Kepayang_Belitung.jpeg" style="height:600px; width:865px" />Pulau Kepayang Belitung. Sumber foto: Pesona Indonesia
Aktivitas ini telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda hingga kini. Penambangan di Bangka, misalnya, telah dimulai pada 1711, di Singkep pada tahun 1812, dan di Belitung sejak 1852. Bisa dikata usaha sektor pertambangan telah berlangsung lebih dari dua abad.
John Francis Loudon, pendiri perusahaan Billiton Maatschappij, cikal bakal BHP Billiton, ialah perintis usaha pertambangan timah. Namanya tertera dalam batu prasasti yang sekarang ini masih bisa dilihat di depan Museum Tanjungpandan, Belitung, berangka tahun 1851.
Menurut US Geological Survey 2006, cadangan timah di Bangka-Belitung berkisar 800.000-900.000 ton. Dengan tingkat produksi rata-rata 60.000 ton per tahun—atau setara 90.000 ton per tahun pasir timah—diestimasi cadangan itu hanya akan mampu bertahan sekitar 10 - 12 tahun ke depan. Ini berarti kurang lebih pada kisaran 2017 – 2019 diprediksi cadangan timah habis. Atau setidaknya berkurang dratis. Bisa jadi berakibat kurang ekonomis dikelola secara industrial.
Benar, hingga kini eksplorasi oleh perusahaan pelat merah yaitu PT Timah untuk menemukan sumber-sumber candangan timah baru juga masih terus dilakukan. Namun demikian upaya menciptakan strategi jalan keluar dari ketergantungan ekonomi pertambangan lebih baik dirumuskan dini hari. Pasalnya timah bukanlah mineral terbarukan. Cepat atau lambat, pasti habis.
Oleh karena itu, pemerintah berusaha mempersiapkan proses diversifikasi perekonomian masyarakat ke sektor ekonomi lainnya. Mengingat kondisi panorama alam Bangka-Belitung disebut banyak orang sebagai mirip Pulau Bali, sejak 2009 pemerintah mulai bekerja keras mencanangkan sektor pariwisata sebagai sektor unggulan dan sekaligus roda penggerak ekonomi ke depan.
Menindaklanjuti rencana ini, pemerintah menetapkan Bangka-Belitung sebagai daerah destinasi wisata unggulan melalui Peraturan Menteri Pariwisata No 33/UM.001/MKP/09 tahun 2009. Setahun kemudian pemerintah juga menggulirkan program Visit Babel Archipelago 2010.
Visi ini semakin diperkuat oleh Peraturan Pemerintah No 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional (RIPPARNAS) yang juga menetapkan Bangka-Belitung menjadi salah satu Destinasi Pariwisata Nasional. Bahkan lebih jauh, keseriusan pemerintah fokus di sektor pariwisata ini berpuncak pada dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2016 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Kelayang.
KEK Tanjung Kelayang memiliki objek wisata bahari dengan pantai berpasir putih dan panorama eksotis. Pantai ini dihiasi dengan banyak batuan granit raksasa sebagai ciri khasnya. Kawasan ini juga berdekatan dengan pulau-pulau kecil di sekitarnya yang memiliki ragam pesona pantai dan lautnya tersendiri.
Dengan total luas wilayah 324,4 hektar, KEK Tanjung Kelayang mengemban visi "Socially and Environmentally Responsible Development and Cultural Preservation”. Hingga 2025, KEK Tanjung Kelayang diharapkan mampu menarik investasi sebesar Rp20 triliun, mendatangkan 59.000 wisatawan dengan nilai ekonomi mencapai Rp751,4 miliar rupiah per tahun.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1554347705_P_Lengkuas_(1).jpg" />Pulau Lengkuas. Sumber foto: Pesona Indonesia
Tentu saja pemerintah sadar benar, bahwa ekonomi pertambangan dan ekonomi pariwisata ialah dua sektor yang saling bertolak belakang. Lazimnya sulit bagi suatu daerah menjaga lingkungan tetap asri untuk mengembangkan potensi sektor pariwisatanya, jikalau pada saat yang bersamaan di daerah tersebut juga sekaligus dilakukan dieksploitasi pertambangan.
Mengatasi potensi benturan kepentingan antara kedua sektor, di sini tentu penting dirumuskan aturan mainnya. Undang undang No 27 Tahun 2007 jo Undang-undang No 1 Tahun 2014 telah mengamanatkan, pemda wajib menyusun Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K).
Melalui regulasi daerah RZWP-3-K inilah, ketentuan tentang kawasan menjadi zona tambang, zona pariwisata, zona penangkapan ikan, zona laut untuk konservasi, dan sebagainya, dibuat batas-batasnya secara jelas. Dengan begitu bukan saja potensi konflik kepentingan antarsektor bisa dihindari, lebih jauh bicara potensi kerusakan lingkungan pun dapat diantisipasi. Kini Peraturan Daerah RZWP-3-K telah masuk tahap legislasi di DPRD Provinsi Bangka-Belitung.
Seperti telah ditulis di depan, pada 14 Maret 2019 Presiden Joko Widodo resmi membuka tahap operasional KEK Tanjung Kelayang. Dalam kebijakan KEK Pariwisaya ini pemerintah telah memberikan banyak fasilitas dan insentif bagi para pelaku usaha.
Kata kunci kesuksesan tentu bukanlah semata tanggung jawab pemerintah. Partisipasi dan peran swasta dan masyarakat juga penting. Selain masuknya para investor, tumbuhnya kelompok sadar wisata juga merupakan salah satu komponen penting dalam pengembangan kawasan kepariwisataan di sana.
Bekerja serius menggelorakan sektor pariwisata di Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung, pemerintah akan kembali menetapkan dua KEK Pariwisata, yakni KEK Sungailiat di Kabupaten Bangka dan KEK Tanjung Gunung di Kabupaten Bangka Tengah. Kini prosesnya sedang dikaji oleh Dewan Nasional KEK.
Pada titik ini, kita semua patut belajar dari kedua film yang berhasil mempopulerkan Pulau Belitung. Film Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi jelas mengajarkan betapa pentingnya kita memiliki mimpi dan impian setinggi langit.
Transformasi ekonomi dari dominasi sektor pertambangan ke sektor pariwisata tentu bukanlah mimpi siang bolong bagi Bangka-Belitung. Tentu saja ada syaratnya. Semua pihak, baik itu pemerintah, swasta maupun masyarakat, harus mau bekerja keras dan bahu-membahu mewujudkan mimpi dan impian besar itu. Berbekal kekayaan alam laiknya Pulau Dewata, Kepulauan Bangka-Belitung juga tak muskil akan segera menjadi destinasi wisata kelas dunia. (W-1)