Badan Gizi Nasional (BGN) mengambil langkah tegas dengan membentuk dua lini investigasi mendalam terkait kasus keracunan di Makan Bergizi Gratis (MBG) demi memastikan keamanan dan kepercayaan publik terhadap program pangan bergizi yang digagas pemerintah.
Langkah Tegas Menyelamatkan Kualitas Gizi Anak Bangsa
TAICING:
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan masyarakat. Sejak diluncurkan pada Januari 2025 silam hingga kini menuai sejumlah masalah. Kasus utamanya adalah ribuan penerima manfaat, yakni para siswa, bahkan guru di beberapa daerah keracunan setelah menyantap makanan menu MBG.
Di mana letak kesalahannya? Padahal program ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas gizi anak bangsa serta menggerakkan ekonomi lokal. Pihak BGN telah meminta maaf atas kasus tersebut dan bertanggung jawab memperbaiki tata kelola program ini.
Karena itu, Presiden Prabowo Subianto langsung memerintahkan jajarannya untuk segera menuntaskan persoalan ini. Akhirnya pada akhir September, Tim Independen dibentuk pemerintah. Tim independen yang dibentuk Badan Gizi Nasional (BGN) itu beranggotakan para ahli kimia, farmasi, chef, serta pakar dari berbagai bidang keilmuan lainnya. Mereka bertugas mendalami secara spesifik 70 kasus keracunan yang dilaporkan terjadi sepanjang Januari hingga September 2025, yang berdampak pada ribuan penerima program MBG.
Data BGN mencatat, dari 70 kasus keracunan tersebut, 5.914 penerima MBG terdampak. Sebaran kasus mencakup wilayah I Sumatra dengan sembilan kasus (1.307 korban), wilayah II Pulau Jawa dengan 41 kasus (3.610 penerima), dan wilayah III (Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Bali, Nusa Tenggara) dengan 20 kasus (997 penerima).
Penyebab utama keracunan yang berhasil diidentifikasi meliputi kontaminasi bakteri seperti E. Coli (air, nasi, tahu, ayam), Staphylococcus Aureus (tempe, bakso), Salmonella (ayam, telur, sayur), Bacillus Cereus (mie), serta Coliform, PB, dan Klebsiella dari air yang terkontaminasi.
Badan Gizi Nasional (BGN) mengambil langkah tegas dengan membentuk dua lini investigasi mendalam terkait kasus keracunan di Makan Bergizi Gratis (MBG) demi memastikan keamanan dan kepercayaan publik terhadap program pangan bergizi yang digagas pemerintah.
Wakil Kepala BGN, Nanik S. Deyang, mengungkapkan tim investigasi tersebut terdiri dari unsur Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dan Badan Intelijen Negara (BIN). Tak hanya itu, BGN juga menggandeng para pakar independen dari berbagai disiplin ilmu untuk memberikan perspektif yang objektif dan komprehensif.
"Di tim investigasi ini kita bentuk dua. Dari dalam ada Deputi Tauwas, itu pemantauan dan pengawasan, nanti akan bekerja sama, di situ ada Kepolisian, BIN, Dinkes, BPOM, dan juga pemda setempat untuk mengadakan investigasi," kata Nanik dalam keteranga tertulis yang diterima pada Senin (29/9/2025).
Menurut Nanik, pendekatan multidisiplin ini diharapkan mampu mengungkap seluruh aspek penyebab keracunan, tidak hanya terbatas pada isu Standar Operasional Prosedur (SOP) yang selama ini diduga menjadi salah satu faktor utama. Nanik menekankan pentingnya peninjauan dari berbagai sisi.
Zero Accident
Sampai 30 September 2025, sudah 9.653 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) terbentuk di 38 provinsi. Dapur Sehat itu sudah melayani sedikitnya 30 juta penerima manfaat. BGN menargetkan menjadi 32.000 unit SPPG pada November 2025. Jumlah itu agar bisa melayani 82 juta masyarakat.
Tentu ada praktik baik dari ratusan SPPG yang bermasalah. Hampir 9 bulan beroperasi, SPPG Tanah Sareal, Bogor, Jawa Barat mampu mempertahankan status zero accident atau nol kesalahan dalam menyiapkan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Tata kelola yang baik jadi kunci memberi pelayanan maksimal untuk ribuan penerima manfaat setiap harinya.
SPPG Tanah Sareal resmi melayani kebutuhan gizi masyarakat pada 6 Januari 2025. Sebelumnya, selama tiga bulan atau sejak November 2024, SPPG yang terletak di Kedungbadak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, ini tak berhenti belajar menyiapkan santapan yang bergizi dan higienis. "Intinya, kami mengawasi mulai dari proses bahan makanan masuk sampai makanan disajikan," kata Ahli Gizi SPPG Tanah Sareal, Countessha Nicola (Tessa), di Bogor, Selasa (23/9/2025).
Sebelum bahan masuk ke ruangan, anggota tim melalukan kontrol kualitas. Bahan yang kualitasnya kurang dipisahkan. Tim juga memisahkan tempat penyimpanan untuk bahan makanan kering dan bahan makanan basah.
Setelah proses pemilahan, bahan makanan basah seperti daging hingga bumbu-bumbu, dimasukkan ke tempat pendingin. Suhu lemari pendingin disesuaikan dengan jenis bahan makanan. Misalnya, daging disimpan di suhu di bawah -15 derajat Celsius. Bumbu masak juga disimpan di tempat pendingin.
Proses memasak dimulai pukul 01.00 WIB dini hari untuk menu-menu yang membutuhkan pengolahan yang cukup lama seperti daging. Untuk menu-menu sederhana, proses memasak biasanya dimulai pukul 02.00 WIB. "Untuk pemorsian dan pengemasan, kami start pukul 05.00 WIB karena tentunya ada proses pendinginan terlebih dahulu," kata Tessa.
Proses pendinginan ini menjadi salah satu kunci makanan tidak cepat basi. Jika langsung dikemas selagi masih panas, maka itu akan meningkatkan kontaminasi bakteri. "Karena ada penguapan air, kemudian akan menjadikan makanan tersebut rentan basi," kata dia.
Setelah proses pengemasan selesai, makanan didistribusikan ke sekolah. Pukul 07.00 WIB makanan harus sudah tiba di sekolah untuk disantap oleh para penerima manfaat, terutama siswa TK, PAUD, dan SD. Sesi kedua sekitar jam 09.00 untuk pengiriman siswa SMP dan SMA.
Capaian Besar
Meski demikian, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan bahwa Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah mencapai capaian besar dengan menyentuh 30 juta penerima manfaat, terdiri atas anak-anak dan ibu hamil. Program ini dinilai tidak hanya meningkatkan kesehatan masyarakat, tetapi juga menggerakkan ekonomi desa secara signifikan.
“Rp300 triliun inilah yang kita pakai untuk makan bergizi gratis. Sampai hari ini sudah menjelang 30 juta penerima manfaat. Ada kekurangan, iya. Ada keluhan, iya. Tetapi dari seluruh distribusi makanan, penyimpangan hanya 0,0017 persen. Itu bukan alasan untuk puas, melainkan motivasi untuk terus memperbaiki,” ujar Presiden Prabowo di The Sultan Hotel, Jakarta, pada Senin (29/9/2025).
Presiden membandingkan dengan negara lain yang memerlukan waktu 11 tahun untuk mencapai 40 juta penerima manfaat. Sementara itu, Indonesia hanya membutuhkan 11 bulan untuk menjangkau 30 juta.
Lebih lanjut, Prabowo mengungkapkan bahwa program ini juga membuka lapangan kerja baru. Diperkirakan pada awal 2026, sebanyak 1,5 juta lapangan kerja akan tercipta berkat permintaan besar atas kebutuhan pangan harian, mulai dari telur, sayur, ikan hingga daging ayam. “Dengan program ini, petani dan peternak kita kini punya pasar yang pasti. Tidak ada lagi panen yang tidak terserap karena pembelinya adalah rakyat sendiri, didukung pemerintah,” tegasnya.
Pemerintah akan mengalokasikan Rp335 triliun atau setara 20 miliar dolar Amerika untuk mendukung program ini di tahun depan. Dana tersebut akan langsung disalurkan ke desa-desa guna memperkuat ekonomi lokal.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
Redaktur: Untung Sutomo