Pemerintah sudah memperbaiki tiga ruas utama Sumatra sehingga jalannya lebih mulus dan siap dipakai melintas oleh para pemudik pulang ke kampung halaman mereka.
Menyusuri perjalanan darat di sepanjang Pulau Sumatra menjadi sebuah pengalaman tersendiri bagi siapa saja yang pernah mencobanya. Ada tiga ruas berstatus jalan nasional yang dapat dijelajahi dengan panjang total 7.918 kilometer, dimulai sejak dari Pelabuhan Bakauheni di ujung selatan hingga Banda Aceh di titik paling utara Sumatra.
Pelabuhan Bakauheni di Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, adalah pintu masuk Sumatra dari Pelabuhan Merak di tanah Jawa serta sebaliknya. Kedua pelabuhan penyeberangan utama di Indonesia ini menjadi penghubung Sumatra dan Jawa yang dipisahkan oleh Selat Sunda dengan moda transportasi kapal feri dengan waktu tempuh normal selama dua jam.
Sebaliknya, waktu tempuh akan menjadi lebih lama jika cuaca di laut sedang tidak bagus seperti angin kencang dan menyebabkan munculnya gelombang tinggi. Akibatnya, kapal harus mengurangi kecepatan saat berlayar atau mengalami sedikit kesulitan ketika merapat ke dermaga.
Mengutip website PT ASDP Indonesia Ferry, penyeberangan Merak-Bakauheni dan sebaliknya dilayani oleh lebih dari 60 unit feri dengan pintu raksasa yang dapat terbuka lebar pada kedua ujung kapal. Feri seperti ini disebut tipe roll on roll off (roro) dan pintu-pintu tadi sebagai akses keluar-masuk kendaraan. Sesuai Peraturan Menteri Perhubungan nomor 88 tahun 2019 tentang Pengaturan ukuran kapal pada Penyeberangan Merak-Bakauheni, jalur penyeberangan tersibuk di Asia Tenggara itu hanya boleh dilayari oleh feri berbobot di atas 5.000 gross ton (GT).
Feri jenis itu mampu mengangkut lebih dari 200 unit kendaraan pribadi, truk, dan bus antarkota, serta menampung maksimal sekitar 1.000 penumpang. Kapal-kapal tersebut dioperasikan oleh sejumlah operator untuk menghubungkan kedua pelabuhan yang buka 24 jam. Fasilitas di atas feri cukup lengkap karena tersedia kantin, ruang duduk berpendingin udara, kamar mandi, musala, dan ruang tidur. Ketika sudah menjejakkan kaki di Bakauheni, artinya perjalanan darat menyusuri Sumatra sudah siap dilakukan.
Tepat setelah pintu keluar pelabuhan, kita bisa langsung tancap gas melahap jalan tol Trans Sumatra ruas Bakauheni-Betung (Sumatra Selatan) sejauh 367,43 km. Sayangnya jalan tol ini hanya dikhususkan bagi kendaraan roda empat, truk, dan bus antarkota saja. Tol Trans Sumatra saat ini sedang dikebut pembangunannya oleh pemerintah pusat sejak dari Lampung hingga Aceh sejauh 2.765 km terbagi dalam 24 ruas jalan.
Selain melewati jalan tol, kita juga dapat melewati jalan non-tol yang terbentang sejak pintu keluar pelabuhan. Namanya Jalan Lintas Sumatra (Jalinsum) dan sebagai muara dari tiga ruas jalan raya nasional seperti telah disebutkan di awal tulisan. Ketiga ruas itu yakni Jalan Lintas Barat (Jalinbar) sepanjang 2.562 km, Jalan Lintas Tengah atau Jalinteng (2.338 km), serta Jalan Lintas Timur yang dikenal juga dengan Jalintim (3.019 km).
Kualitas jalannya sangat mulus seperti dinyatakan pihak Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam pernyataannya belum lama ini. Jalinsum baru akan terpecah menjadi tiga ruas jalan setelah sendiri memasuki ibu kota Lampung di Bandarlampung. Untuk Jalinteng dan Jalintim bisa terus menuju Gunung Sugih, Kabupaten Lampung Tengah.
Surga Tersembunyi
Sedangkan jika ingin ke Jalinbar, bisa menempuh arah Kabupaten Pesawaran terus ke Kabupaten Pringsewu dan Kota Agung, ibu kota Kabupaten Tanggamus. Ketiga ruas Jalinsum itu memiliki karakteristiknya masing-masing dengan pemandangan alam yang indah. Misalnya, Jalinteng dan Jalintim banyak didominasi pemandangan perbukitan hijau dari Pegunungan Bukit Barisan serta melintasi perkebunan kelapa sawit.
Pengalaman tak kalah menarik ditawarkan oleh Jalinbar, ruas yang telah dibangun sejak tahun 1965 lampau. Kendati tidak seramai Jalintim dan Jalinteng, ruas Jalinbar menyuguhkan pemandangan alam lebih komplit bak surga tersembunyi. Bukan saja melewati perbukitan hijau, tebing persawahan, dan kebun kelapa sawit, Jalinbar juga melintasi daerah berudara sejuk, tebing-tebing berbatu, hutan belantara serta kawasan pesisir barat Sumatra.
Asal tahu saja, pesisir barat ini langsung berhadapan dengan Samudra Hindia yang terkenal berombak besar, airnya berwarna biru toska, dan pantai pasir putihnya nan memukau. Kita tak perlu bersusah payah untuk menjangkaunya karena semua pemandangan alam itu tersaji tepat di depan mata kita.
Bahkan pada beberapa sisi jalan seperti di Kota Krui, Kabupaten Pesisir Barat, atau Kabupaten Muko-Muko, daerah perbatasan Bengkulu dan Lampung, pemandangan pantai berombak besar justru tepat ada di sisi kiri kendaraan kita saat melaju di Jalinbar, sekitar 3-4 meter jaraknya antara bibir pantai dan tepi jalan.
Pada permukaan pantai yang sedikit landai dan cukup luas serta mudah dimasuki kendaraan, kita dapat parkir dan beristirahat sejenak sembari menikmati suasana damai tepi pantai bersama keluarga. Bisa jadi, saat itu hanya kita saja yang berhenti dan pantai serasa menjadi milik kita sekeluarga.
Sebab, di sejumlah titik garis pantai yang bersinggungan dengan Jalinbar, para pengendara jarang berhenti untuk sekadar beristirahat di tepi pantai. Kalau bosan dengan suasana pantai, kita juga dapat memilih untuk sekadar rehat di sejumlah kedai yang bersisian dengan kawasan persawahan atau perbukitan hijau.
Persiapan Matang
Jalinbar melewati Lampung, Bengkulu, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Aceh yang banyak terdapat objek wisata pantai, pegunungan, dan danau. Jalan ini relatif lebih sepi dilalui kendaraan terutama truk dan bus antarkota karena selain jarak tempuhnya terlalu jauh ke pusat kota, juga banyak diwarnai kelokan, tanjakan, dan turunan.
Bayangkan saja, saking jarangnya kendaraan melintas, terkadang dalam 10-20 menit berkendara barulah kita bersua kendaraan lain. Sepanjang perjalanan pun, kita hanya sesekali melewati kawasan perkampungan dan akan semakin ramai ketika melintasi sebuah kota kecil.
Oh iya, ruas Jalinbar ini lebarnya rata-rata tujuh meter dan terkadang sedikit menyempit ketika menembus hutan di kawasan Taman Nasional Bukit Barisan. Namun demikian, di saat musim mudik, Jalinbar menjadi ruas alternatif para pemudik di Sumatra untuk menghindari kemacetan di Jalintim dan Jalinteng.
Sebelum merasakan bertualang menjelajah dan merasakan eksostisme Jalinbar, kita wajib memperhatikan kendaraan agar dalam kondisi siap tempur supaya tidak mogok di tengah jalan. Harap diingat, tidak mudah menemukan bengkel di ruas Jalinbar, terutama ketika jauh dari perkampungan. Karena itu, jangan lupa membawa peralatan standar mekanik ringan serta senter dan jas hujan.
Usahakan untuk berkendara di pagi hingga sore hari saja dan ketika malam menjelang, segeralah beristirahat atau mencari penginapan di kota terdekat jika tempat tujuan akhir kita masih sangat jauh. Saat musim mudik tiba sejumlah lokasi seperti kantor polisi, rumah ibadah, dan SPBU menyiapkan lokasi khusus bagi para pemudik untuk beristirahat di malam hari selain tentunya bermalam di penginapan.
Selamat melakukan perjalanan bersama orang-orang tercinta dan selalu memperhatikan rambu-rambu keselamatan di sepanjang jalan agar bisa selamat sampai tujuan.
Penulis: Anton Setiawan
Redaktur: Ratna Nuraini/Elvira Inda Sari